Terbitnya Mentari Kedermawanan

Rate this item
(0 votes)
Terbitnya Mentari Kedermawanan

 

Bulan Rajab adalah momen istimewa untuk jalinan interaksi hamba dengan Tuhan dan bulan turunnya rahmat dan kasih sayang-Nya. Sebuah bulan di mana kedatangannya memberi kabar gembira dan kepergiannya menyisakan kesedihan.

Permulaan bulan itu mengingatkan kita pada hari kelahiran Imam Ali as, sementara penghabisannya memberi berita gembira tentang pengutusan Rasulullah Saw yang membebaskan umat manusia dari dunia kebodohan dan kejahilan.

Rajab adalah musim semi doa, penghambaan, dan munajat seorang hamba kepada Allah Swt. Mengenai keutamaan bulan Rajab, Rasul Saw bersabda, "Rajab adalah bulan yang diagungkan oleh Allah. Dengan demikian, tidak ada bulan yang lebih agung dari bulan ini. Masyarakat Jahiliyah menilai bulan Rajab sebagai bulan agung, kemudian Islam menambahkan keagungan bulan ini." Pada kesempatan lain, Rasulullah Saw pernah bersabda, "Ketahuilah, Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku."


Bulan Rajab memiliki tempat istimewa dalam penanggalan Islam dan termasuk di antara bulan-bulan yang penuh keutamaan. Allah Swt dalam surat al-Taubah, ayat 36, berfirman, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram." Menurut sejumlah riwayat, salah satu dari empat bulan haram itu adalah bulan Rajab. Masyarakat dilarang berperang dalam empat bulan haram dan keamanan publik juga harus ditegakkan.

Di bulan ini lahir pula manusia-manusia suci dan besar di sejarah umat Islam. Salah satunya adalah Imam Mohammad Jawad as. Tahun 195 H dunia disinari cahaya kelahiran manusia suci, Imam Mohammad Taqi atau Imam Jawad as, salah satu cucu baginda Rasulullah Saw. Imam Jawad lahir di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu.

Jawad adalah salah satu nama yang paling indah dari Allah Swt yang berarti pemberian tanpa berharap sedikitpun dan memberi sebelum diminta. Kedermawanan luar biasa dan senantiasa. Dia tidak menerima apa pun sebagai balasan atas pemberian dan setelah memberi. Dia tidak meminta apa pun, sementara Dia memberikan yang sama antara mereka yang taat atau berbuat dosa. Nama Ilahi ini telah sepenuhnya memanifestasikan dirinya dalam diri Imam Muhammad Taqi as dan mengungkap pemberian serta kedermawanan Allah Swt. Karena itu, siapa pun yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan memiliki berkah dalam harta dan kehidupan, jika dia menyebut nama beliau, tidak diragukan lagi akan membawa berkah bagi hidupnya.

Setelah kesyahidan Imam Ridha as, di usianya yang masih muda, Imam Jawad sudah harus mengembang tanggung jawab besar imamah untuk memimpin umat. Imam Ridha as di masa hidupnya kerap menjelaskan keimamahan anaknya tersebut dan selalu menyebutnya dengan penuh hormat. Imam Ridha as bersabda, “Abu Ja’far (Imam Jawad) adalah penggantiku di antara keluargaku.”

Suatu hari seseorang bertanya kepada Imam Ridha as, “Setelah Anda, jika ada masalah penting kepada siapa aku harus bertanya? Imam menjawab, kepada anakku Abu Ja’far (Imam Jawad). Namun maksud dari penanya adalah usia Imam Jawad masih sangat muda untuk memimpin dan memberi petunjuk masyarakat. Oleh karena itu, untuk Imam Ridha yang memahami maksud penanya kemudian menambahkan, “Allah Swt mengutus Isa as sebagai nabi dan memerintah syariat ketika ia lebih kecil usianya dari Abu Ja’far.”


Poin penting dari kehidupan Imam Jawad adalah realita ini bahwa beliau di usia kanak-kanak unggul di bidang ilmu, kefasihan serta seluruh nilai-nilai akhlak mulia lainnya. Kecerdasan luar biasa dan penjelasannya yang mudah diterima serta upayanya yang mengembangkan masalah keilmuan dan agama. Tabarsi sejarawan terkenal di bukunya A’lamul Wara menulis, “Imam Jawad di kehidupannya meski di usia muda telah mencapai derajat keutamaan dan ilmu serta hikmah di mana tidak ada ulama dan ilmuwan besar yang mampu menandinginya.”

Imam Jawad hidup di era pemerintahan Bani Abbasiyah yang menerapkan pendekatan khusus untuk melawan Ahlul Bait Nabi. Pendekatan ini bertumpu pada teror dan sifat munafik. Ma’mun, salah satu khalifah Abbasiyah dengan menunjukkan citra bersahabat dengan Imam, menempatkan beliau di sisinya dan mengawasinya. Tapi sikap yang diambil Imam telah menguak rencana Ma’mun. Dengan demikian meski ada desakan keras dari Ma’mun, Imam tidak bersedia hidup di Baghdad, pusat pemerintahan saat itu.

Imam Jawad selain di bidang keilmuan dan pendidikan, juga aktif di bidang politik. Mengingat sensitifitas kondisi, aktivitas Imam Jawad terkadang dilakukan rahasia dan sembunyi-sembunyi. Pencerahan Imam Jawad mendorong khalifa Mu’tasim memaksa beliau pindah dari Madinah ke Baghdad dan berada dalam pengawasan langsung penguasa. Namun kehadiran Imam Jawad di Baghdad tidak menghalangi aktivitas politik, budaya dan pencerahannya.

Para Imam Maksum as seluruhnya teladan ketakwaan di mana mereka dalam kondisi apapun berserah diri kepada Allah Swt. Mereka hanya meyakini Tuhan sebagai pengatur segala urusannya. Malalui sikap ini, para Imam memberi pelajaran tawakkal kepada para pengikutnya. Oleh karena itu, musuh dan penentang kebenaran meski berusaha menghancurkan posisi spiritualitas dan posisinya yang tinggi serta tidak pernah segan-segan melakukan beragam usaha, tapi mereka tetap tidak berhasil. Yang mereka dapatkan hanya citra buruk.

Imam Jawad tumbuh di era ketika beragam aliran Islam dan non Islam marak berkembang serta ilmu pengetahuan di seluruh bangsa mengalami kemajuan dan berbagai buku diterjemahkan ke dalam bahasa Arab serta diakses luas masyarakat. Di usia belia Imam Jawad telah terlibat pembahasan ilmiah. Kemampuan ilmiah Imam Jawad meski usianya yang belia telah mencengangkan para ulama dan ilmuwan besar dari berbagai agama serta ulama terkemuka saat itu.


Para pemuka agama ketika bersentuhan dengan ketinggian ilmu dan pengetahuan Imam Jawad mengakui bahwa sumber ilmu beliau adalah sumber Ilahi. Keluasan ilmu Imam Jawad dalam tempo singkat telah menyinari Madihan hingga Khorasan, Mesir serta seluruh wilayah masyarakat Islam saat itu. Debat dan dialog Imam Jawad memuaskan ulama non muslim dan sebagain dari mereka pun bersedia memeluk Islam.

Salah satu sisi gemilang kehidupan para Imam Syiah adalah tarbiyah dan pendidikan murid-murid unggul sebagai wakil mereka dan aktif di berbagai daerah. Ali bin Mahziyar, salah satu murid dan sahabat terkemuka Imam Jawad as termasuk sosok yang mencapai kemulian dan makrifat tinggi melalui berbagai dialog dengan Imam.

Imam al-Jawad memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fikih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Ucapan Imam Jawad di berbagai masalah seperti cahaya yang menerangi jalannya manusia. Ucapan dan hadis ini memberi semangat baru di kehidupan kita. Imam Jawad dalam salah satu pesan kepada para sahabatnya mengungkapkan, "Setiap kali Allah Swt menambah dan memperbanyak nikmat-Nya kepada seseorang, maka kebutuhan masyarakat terhadap Zat Yang Maha Kuasa ini juga semakin besar. Apabila manusia tidak mau menanggung jerih payah ini, yakni apabila manusia tidak mau berusaha untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, maka nikmat-nikmat tersebut akan dicabut."

Imam Jawad berusia cukup pendek. Pada hari terakhir bulan Dzulqaidah 220 H, Imam Jawad syahid akibat racun yang disuguhkan oleh isterinya, Ummu Al-Fadhl atas perintah khalifah Bani Abbas. Makam suci beliau di samping makam suci kakeknya yang mulia, Imam Musa Ibn Ja`far, di kota Kadzimain yang menjadi tempat ziarah para pecinta Ahlul Bait as.

Read 883 times