Imam Musa bin Ja'far a.s. yang dikenal dengan julukan Al-Kazhim, babul hawaa`ij (pintu terkabulnya hajat) dan hamba yang saleh dilahirkan di Abwa`, sebuah desa yang terletak di antara Makkah dan Madinah serta menurut salah satu riwayat beliau dilahirkan pada 20 Dzulhijjah 128 H. Ibunya bernama Hamidah.
Ia syahid pada tanggal 25 Rajab 183 H. di penjara Harun Ar-Rasyid pada usia 55 tahun dengan cara diracun. Kuburannya berada di kota Kazhimain, dekat kota Baghdad.
Para Imam Maksum dan Ahlul Bait Rasulullah Saw merupakan manusia mulia terbaik yang mengajarkan akhlak dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Mereka meletakkan prinsip pendidikan dan pengajaran yang terbaik kepada masyarakat. Seluruh pelajaran yang mereka sampaikan berasal dari satu sumber yaitu Nabi Muhammad Saw yang diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Peran Ahlul Bait dalam membimbing dan memberi petunjuk bagi umat manusia sepanjang sejarah diakui bukan hanya oleh kalangan Syiah, tapi juga Sunni. Berbagai literatur Sunni menunjukkan pengakuan terhadap ketinggian kedudukan Ahlul Bait Rasulullah Saw. Salah satu dari Ahlul Bait itu adalah Imam Musa Kazim.
Imam Musa Kazhim a.s. meneruskan metode ayahnya dalam berdakwah yang menekankan pentingnya sebuah perombakan pemikiran dan akidah masyarakat waktu itu dan memerangi aliran-aliran yang menyimpang dari rel Islam. Dengan argumentasi-argumentasi yang kokoh ia telah membuktikan kerapuhan pemikiran-pemikiran atheis dan menyadarkan orang-orang yang sedang menyeleweng akan kekeliruannya. Tidak lama berselang revolusi pemikiran yang dirintis oleh Imam Kazhim a.s. mengalami puncak kecemerlangannya dan mempengaruhi para ilmuwan yang hidup kala itu.
Realita ini sangat mengkhawatirkan para penguasa Abasiyah. Dengan ini mereka menggunakan tindak kekerasan dan penyiksaan dalam menangani para pengikutnya. Dikarenakan tindakan asusila mereka ini dan adanya kemungkinan bahaya yang mengancamnya, Imam Kazhim a.s. memerintahkan Hisyam, salah satu pengikut setianya untuk tutup mulut. Dan hingga Khalifah mati, ia meliburkan semua program diskusi dan pembahasan ilmiahnya.
Komitmen dan kegigihan Imam Musa Kazim dalam menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman menyebabkan beliau harus menjalani kehidupan yang sulit di era dinasti Abbasiah. Sejarah mengungkapkan bahwa Imam Musa Kazim mendekam di penjara selama 14 tahun. Penguasa lalim saat itu menghendaki Imam Musa menghentikan perlawanannya atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap bulannya kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf, "Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku."
Meskipun berada dalam tekanan penguasa lalim, Imam Kazhim dengan berbagai cara melakukan penyadaran kepada umat Islam mengenai sistem politik dan sosial yang ideal berdasarkan ajaran Islam, sehingga masyarakat pun memahami nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial, termasuk dalam politik.
Di saat-saat sulit sekalipun, Imam Kazhim tetap konsisten membimbing umat Islam baik secara langsung maupun melalui para muridnya. Arahan dan bimbingan Imam Kazhim tentu saja sangat berpengaruh bagi masyarakat. Hisham bin Hakam adalah salah satu murid Imam Kazim. Ia banyak meninggalkan karya di berbagai ilmu. Imam kerap memberi nasehat kepada Hisham, salah satunya berkenaan dengan dunia dan akhirat. Beliau berkata, bukan dari kami orang yang rela menjual akhiratnya demi dunia atau sebaliknya.
Pada suatu hari, Imam Musa al-Kazhim as melintasi gang tempat kediaman Bishr bin Harits al-Hafi. Saat itu seorang pembantu wanita keluar dari rumah tersebut untuk membuang sampah dari sisa acara pesta.
Imam Kazhim kemudian bertanya kepada pembantu itu, "Apakah pemilik rumah ini orang bebas (merdeka) atau budak?" Dia menjawab, "Tentu saja dia orang bebas!" Imam lalu berkata, "Engkau benar, karena jika dia adalah seorang hamba, dia akan takut kepada Tuannya dan beramal sesuai tuntutan penghambaan."
Pembantu itu kembali ke rumah ketika Bishr sedang di meja anggur. Bishr bertanya mengapa ia tidak segera balik ke rumah setelah membuang sampah. Pembantu itu kemudian bercerita kepada Bishr tentang apa yang dikatakan Imam Kazhim as, "Bagaimana Bishr bisa menjadi hamba, sementara ia tidak patuh kepada Tuannya yaitu Allah (Maha Perkasa dan Maha Tinggi)."
Bishr terguncang dengan kata-kata itu. Dia bergegas keluar rumah untuk mengejar Imam Musa al-Kazhim sampai lupa memakai sandal. Dia berkata, "Wahai tuanku! Ulangilah padaku apa yang kau katakan kepada perempuan ini."
Imam Kazhim as kemudian mengulangi ucapannya. Seketika secercah cahaya bersinar dalam hati Bishr dan ia menyesali perilakunya. Dia mencium tangan Imam dan mengusapkan tanah pada pipinya. Diiringi isak tangis ia berkata, “Iya, aku adalah hamba... iya aku adalah hamba.”
Sejak saat itu, Bishr tidak memakai sandal lagi selama sisa hidupnya karena dia ingin mengingat keadaan yang ia alami ketika memutuskan untuk bertaubat. Dia kemudian dikenal sebagai al-Hafi yang berarti Bertelanjang Kaki.
Bishr bin Harits al-Hafi adalah salah satu contoh dari sosok yang memperoleh cahaya hidayah di tangan Imam Musa as dan mengubah jalan hidupnya ke arah yang diridhai Allah Swt.
Selama masa imamahnya, Imam Kazhim giat menjelaskan kepada masyarakat sistem ideal politik dan sosial. Dengan bersandar pada riwayat dan berbagai hadis, beliau berusaha keras menghidupkan tuntutan dan sirah Rasulullah Saw dan para kakeknya yang suci. Imam Kazhim juga memperkuat sistem yang dibentuk ayahnya, Imam Shadiq as.
Imam Musa Kazhim as melanjutkan program-program ayahnya Imam Jakfar Sadiq as. Guna mencegah penyusupan ateisme serta untuk menjaga tuntutan pemikiran dan ideologi masyarakat, beliau memusatkan upaya-upaya beliau di sektor budaya. Beliau menyampaikan hukum dan maarif Islam di berbagai bidang melalui para sahabat dan murid pilihan.
Imam Kazhim sebagaimana ayahnya, layaknya lautan ilmu pengetahuan dan keutamaan. Beliau berhasil mendidik banyak murid dan mengantarkan mereka hingga ke derajat guru, ahli fikih dan tafsir Al Quran serta bidang ilmu lainnya.
Salah satu ilmuwan besar Ahlu Sunnah, Ibn Hajar Haithami menggambarkan keluhuran ilmu Imam Kazhim seperti ini, Musa Kazhim adalah pewaris ilmu ayahnya.
Ia mewarisi keutamaan dan kesempurnaan ayahnya. Ia sangat pemaaf dan begitu sabar menghadapi masyarakat yang bodoh. Ia dijuluki Kazhim dan di masa itu tidak ada seorangpun yang mampu menandinginya dalam pengetahuan Ilahi dan kesabaran.
Imam Kazhim memberikan sebuah formula komprehensif dan efektif dalam manajemen hidup, beliau berkata, upayakanlah untuk membagi waktu kalian ke dalam empat bagian. Satu bagian khusus untuk bermunajat dengan Allah Swt. Bagian lain untuk mencari nafkah dan rezeki yang halal.
Bagian berikutnya untuk berinteraksi dengan saudara dan orang-orang terpercaya yang mengingatkan kalian akan aib dan tulus bersahabat. Bagian terakhir untuk menikmati hal-hal menyenangkan yang halal, karena berkat bantuan bagian ini, kalian akan mampu melewati ketiga bagian sebelumnya.
Imam Kazhim berkata, penuhilah keinginanmu dengan sesuatu yang halal dari dunia, namun jangan sampai merusak derajatmu dan jangan berlebihan. Menikmati yang halal bisa membantumu menyelesaikan urusan dunia.
Muhammad bin Saai Shafii berkata, Imam Kazhim memiliki kedudukan yang tinggi dan derajat yang luhur. Beliau dikenal sangat tekun beribadah dan memiliki kemuliaan agung. Ia menghabiskan malam dengan bersujud dan shalat, sementara siang dengan sedekah dan puasa.
Karena kesabaran dan kebijaksanaannya, ia dijuluki Kazhim. Beliau selalu berbuat baik kepada orang-orang yang menghinanya dan memaafkan yang bersalah. Ia juga dijuluki Abdu Shaleh karena sangat tekun beribadah. Di Irak ia dikenal dengan Bab Al Hawaaij, karena setiap fakir miskin yang mendatangi rumah beliau, selalu pulang tanpa tangan hampa.