Perjuangan Politik dan Intelektual Imam Musa as

Rate this item
(0 votes)

Setiap pribadi maksum dan Ahlul Bait Nabi as adalah teladan dan panutan umat manusia setelah Rasulullah Saw. Sejarah hidup mereka merupakan bukti nyata dari sebuah kehidupan yang dilandasi oleh nilai-nilai langit. Mereka adalah pelita dunia untuk membimbing manusia menuju sebuah kehidupan yang suci dan mulia. Oleh karena itu dalam sebuah doa, kita memohon kepada Allah Swt untuk menjadikan kehidupan dan kematian kita seperti kehidupan dan kematian Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait Nabi as.

Imam Musa al-Kazhim as lahir pada tanggal 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa, yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunda beliau bernama Hamidah. Imam Musa mencapai kedudukan imamah dan kepemimpinan umat pada usia 21 tahun. Abu Bashir menuturkan, "Kami bersama Imam Jakfar Shadiq as melakukan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Tidak lama setelah tiba di lembah Abwa dan menyantap sarapan pagi di sana, Imam Jakfar mendapat kabar bahwa Allah Swt telah menganugerahinya seorang putra. Dengan penuh suka-cita, Imam Jakfar segera menemui istrinya, Hamidah. Tidak lama kemudian, beliau kembali dengan wajah berseri dan berkata, "Allah Swt telah memberiku seorang anak. Kelahiran putraku ini merupakan anugerah terbaik dari-Nya."

Imam Musa as adalah sumber kebaikan, keutamaan dan kemuliaan. Ia senantiasa bersikap begitu ramah dan penuh kasih sayang dengan siapapun. Masa kepemimpinan beliau berlangsung sekitar 35 tahun. Ia hidup sezaman dengan empat khalifah Dinasti Abbasiyah. Masa pemerintahan Khalifah Mansur, Mahdi, Hadi dan Harun al-Rasyid merupakan situasi yang sangat sulit dan penuh pasang surut bagi perjuangan Imam Musa as. 14 tahun terakhir dari masa kepemimpinan Imam Musa berlangsung di era pemerintahan Harun al-Rasyid dan sebagian besar masa hidupnya saat itu ia lewati di dalam penjara Dinasti Abbasiyah.

Imam Musa adalah orang yang paling shaleh, zuhud, faqih dan dermawan pada masa itu. Ketika dua pertiga malam tiba, beliau mulai melakukan shalat sunnah dan melanjutkan shalatnya hingga fajar menyingsing. Setelah melaksanakan shalat Shubuh, ia mengangkat tangan untuk berdoa dan mulai tenggelam dalam tangisan hingga seluruh jenggotnya basah dengan air mata. Ketika ia membaca al-Quran, orang-orang berdatangan dan berkumpul di sekelilingnya untuk menikmati suaranya yang merdu. Pribadi mulia ini dikenal dengan julukan hamba shaleh, dan karena kemampuannya menahan amarah, ia digelari dengan al-kazhim. Julukannya yang lain adalah shabir (penyabar) dan amin (terpercaya).

Imam Musa meneruskan metode ayahnya dalam berdakwah yang menekankan pentingnya sebuah perombakan pemikiran dan akidah masyarakat waktu itu serta memerangi aliran-aliran yang menyimpang dari jalur Islam. Dengan argumentasi-argumentasi yang kokoh, ia telah membuktikan kerapuhan pemikiran-pemikiran atheis dan menyadarkan orang-orang yang sedang terjerumus ke dalam lembah kesesatan. Tidak lama berselang revolusi pemikiran yang dirintis oleh Imam Musa mengalami puncak kejayaannya dan mempengaruhi para ilmuwan yang hidup kala itu.

Perjuangan Imam Musa yang ingin menegakkan kebenaran dan membasmi kezaliman praktis memicu amarah para penguasa tiran waktu itu. Dalam sejarah kehidupan Imam Musa, menjunjung tinggi kebenaran dan memerangi kebatilan di ranah sosial dan politik menempati posisi istimewa dan senantiasa menjadi agenda perjuangan beliau. Meskipun Imam Musa menerima berbagai macam intimidasi, penyiksaan, dan pemenjaraan berkepanjangan, namun beliau tetap menolak tunduk pada penguasa tiran dan terus mengumandangkan perang melawan kebatilan.

Dalam perspektif Imam Musa, pemerintahan tiran dan batil tidak akan bisa menjalankan kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, beliau menekankan bahwa kebenaran tidak akan diraih dengan istrumen-instrumen batil. Imam Musa selalu menekankan pentingnya kebenaran kepada para sahabatnya dan berkata, "Jagalah dirimu dari kemarahan Allah Swt dan bertakwalah. Sampaikanlah kebenaran tanpa rasa takut, meski kebenaran itu akan melenyapkanmu secara lahiriah. Ketahuilah bahwa kebenaran itu tidak akan menghancurkanmu, tapi malah menyelamatkanmu. Namun lepaskanlah kebatilan, meski hal itu secara lahiriah menyelamatkanmu. Sebab, kebatilan tidak akan menyelamatkanmu bahkan pada akhirnya akan membinasakanmu."

Imam Musa as dalam perlawanan politiknya terhadap para penguasa zalim, menguasasi situasi dengan baik dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk memberi pencerahan kepada umat. Program kerja Imam Musa untuk menghadapi pemikiran-pemikiran sesat adalah melakukan kaderisasi dan mendidik murid-muridnya yang potensial guna melawan berbagai penyimpangan di masa itu. Dengan berbagai argumentasi logis, Imam Musa as menghadapi pemikiran-pemikiran sesat dan menjelaskan ajaran yang benar kepada masyarakat

Aktivitas intelektual dan ilmiah Imam Musa dilakukan di tengah tekanan politik saat itu. Dengan penuh kesabaran, beliau berhasil mempertahankan ajaran-ajaran Islam murni. Dalam sejarah disebutkan, lebih dari 200 perawi hadis dan pemikir saat itu berguru kepada Imam Musa as. Beliau benar-benar berupaya meningkatkan intelektualitas masyarakat saat itu dan mendorong mereka untuk menimba ilmu pengetahuan dari sumber yang terpercaya serta meningkatkan pengetahuan mereka sehingga tidak terjebak dalam makar orang-orang yang berpikiran batil.

Berkenaan dengan para penguasa zalim, Imam Musa berkata, "Barang siapa yang menghendaki mereka tetap hidup, maka ia termasuk golongan mereka. Dan barang siapa yang termasuk golongan mereka, maka ia akan masuk neraka". Dengan demikian, Imam telah menentukan sikap tegas terhadap pemerintahan Harun al-Rasyid, mengharamkan kerja sama dengannya dan melarang para pengikutnya untuk bergantung dalam pemerintahannya. Imam Musa as berkata, "Janganlah kalian bersandar kepada mereka, karena kalian akan dijerumuskan ke dalam api neraka". Namun, beliau mengecualikan Ali bin Yaqthin, salah satu pengikutnya dari instruksi tersebut dan memperbolehkannya untuk menduduki kursi kementrian di kabinet Harun al-Rasyid sebagaimana ia juga telah memegang tampuk tersebut pada era Mahdi al-Abbasi.

Ali bin Yaqthin pernah meminta izin kepada Imam Musa untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Akan tetapi, Imam melarangnya untuk melakukan itu seraya berkata, "Jangan kau lakukan itu. Saudara-saudaramu menjadi mulia karenamu dan mereka bangga denganmu. Mungkin dengan bantuan Allah, engkau bisa memperbaiki situasi ini, menolong orang yang tidak mampu atau para musuh-Nya akan kalah karenamu. Wahai Ali, kafarah yang harus kau berikan sekarang adalah berbuat baik kepada saudara-saudaramu. Lakukanlah satu hal niscaya aku akan menjamin tiga hal untukmu, setiap kali engkau melihat pengikut kami, maka penuhilah segala kebutuhannya dan hargailah dia. Aku jamin engkau tidak akan masuk penjara, tidak satu pedang pun yang akan melukaimu dan engkau tidak akan pernah mengalami kemiskinan. Wahai Ali, barang siapa yang membahagiakan seorang mukmin, maka ia – pertama – telah membahagiakan Allah, -- kedua – Rasulullah Saw dan – ketiga – kami."

Imam Musa selalu memenuhi malam-malamnya hingga pagi dengan rintihan istighfar dan sujud yang sangat panjang. Beliau selalu mengarahkan wajah dan kalbunya di hadapan Allah Swt. Suatu hari, Khalifah Harun al-Rasyid bertemu dengan Imam Musa di dekat Kabah dan menyatakan, "Apakah engkau adalah seseorang yang dibaiat oleh umat secara rahasia dan dipilih sebagai pemimpin mereka?" Imam dengan tegas menjawab, "Aku berkuasa di hati rakyat. Sementara engkau berkuasa atas jasad mereka." .

Berikut ini kami kutip beberapa ucapan dari Imam Musa al-Kazhim as, "Sabar dalam kesendirian adalah tanda kekuatan akal. Barang siapa yang merenungkan tentang Allah, ia akan menjauhi orang-orang yang mencintai dunia dan menginginkan apa yang ada di sisi Tuhannya, Allah adalah penenangnya dalam ketakutan, temannya dalam kesendirian, kekayaannya dalam kefakiran dan kemuliaannya di hadapan selain kerabatnya." "Tidak sempurna agama orang yang tidak memiliki harga diri, dan tidak memiliki harga diri orang yang tidak berakal. Sesungguhnya orang yang paling agung nilainya adalah orang yang tidak menganggap dunia sebagai satu nilai baginya. Ingatlah, harga badanmu ini adalah surga, jangan engkau menjualnya dengan selainnya." (IRIB Indonesia)

Read 1939 times