Tanggal 11 Sya'ban tahun 33 Hijriah, Ali Akbar, putra tertua Imam Husein as, cucu Nabi Muhammad Saw, terlahir ke dunia di kota Madinah. Ali bin Husein adalah sosok yang paling mirip dengan Rasulullah dari kalangan Bani Hasyim, termasuk sifat, akhlak, adab, ucapan dan kebiasaannya.
Ia dibesarkan dan dididik oleh kakeknya, Imam Ali as dan ayahnya, Imam Husein as. Oleh karena itu, beliau mencapai derajat keilmuan dan makrifat yang tinggi. Hari kelahiran Ali Akbar di Iran dirayakan sebagai Hari Pemuda dan disambut dengan suka cita.
Dalam budaya Islam, pemuda merupakan aset yang bernilai dan memiliki kedudukan yang tinggi. Pemuda pantas mendapat penghormatan dan perhatian karena kesucian jiwa, ketulusan, dan keberanian. Berbagai riwayat Ahlul Bait as menyebut pemuda lebih dekat dengan alam malakut dari orang lain dan menurut sabda Rasulullah Saw, "Keutamaan pemuda yang tumbuh dalam ibadah atas orang tua yang beribadah di masa tuanya, sama seperti keutamaan para nabi atas masyarakat lain."
Para sosiolog menilai pertumbuhan dan kemajuan sebuah masyarakat dari berbagai aspek budaya, sosial, dan ekonomi bergantung pada pemahaman mereka tentang generasi muda dan perhatian mereka terhadap kaum muda. Para sosiolog percaya bahwa jiwa yang lembut dan hati yang masih muda merupakan manifestasi dari semangat dan keceriaan. Jika semangat ini dibarengi dengan akhlak yang mulia dan ketaatan, maka kebahagiaan generasi muda akan hadir dan keselamatan masyarakat juga akan terjamin.
Generasi muda tentu saja ingin mencari sebuah teladan yang baik untuk mencapai kebahagiaan tersebut. Jika masih ada kontradiksi antara ucapan dan perbuatan pada diri seseorang, maka kaum muda tidak akan percaya padanya dan tidak akan mengikuti pemikiran dan ide orang tersebut.
Dalam sejarah kebangkitan Islam, kita mengenal banyak tokoh dan suri tauladan yang layak dijadikan panutan. Sosok yang lebih bertakwa, lebih bersih, dan lebih sempurna tentu saja memiliki lentera hidayah yang lebih terang untuk generasi muda. Ali Akbar bin Husein as adalah salah satu panutan yang abadi untuk hari ini dan masa depan. Ia adalah pribadi pemberani dan pembela kebenaran, ia adalah pemuda yang mulia, cerdas dan pemaaf dan masih banyak sifat-sifat terpuji lain yang melekat padanya. Sifat-sifat mulianya sudah sangat populer di kalangan teman dan musuh dan bahkan jauh sebelum peristiwa Karbala terjadi.
Ali Akbar bin Husein as dengan kemuliaan akhlak dan perilakunya telah menjadi publik figur bagi kaum muda. Ia – sebagai keturunan Rasulullah Saw – selalu memperhatikan adab dan perilakunya dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut. Ia dikenal periang dan ramah ketika berkumpul bersama masyarakat dan teman-temannya, tapi menjadi pemikir dan larut dalam kesedihan saat seorang diri. Jika ia dipanggil oleh seseorang, ia akan membalikkan seluruh tubuhnya menghadap kepada yang memanggilnya. Ali Akbar punya ketertarikan besar untuk berkhalwat dengan Allah Swt dan menyibukkan dirinya dengan doa dan bercengkrama dengan Sang Pencipta.
Ali Akbar dikenal ringan tangan, lembut, dan ramah dalam kehidupan sehari-harinya. Ia berkumpul bersama kaum fakir-miskin ketika mereka dipandang sebelah mata oleh orang-orang kaya dan para pecinta dunia. Beliau makan bersama-sama orang miskin dan berbagi kenikmatan dengan mereka. Kematangan pikiran dan kekuatan jiwa membuatnya tidak pernah merasa takut terhadap penguasa.
Putra Imam Husein as ini adalah simbol akhlak mulia, rendah hati, keceriaan, dan penuh semangat, dan ia tidak pernah meninggalkan adab terutama di hadapan orang tuanya. Ia telah mengajarkan kaum muda rahasia keabadiaan yaitu berpihak pada kebenaran, berakhlak mulia, dan rendah hati.
Kesantunannya di hadapan sang ayah bukan semata-mata karena ikatan emosional, tapi ia memandang ayahnya sebagai imam dan panutannya. Imam Husein as juga mencintai anaknya bukan hanya selaku ayah, tapi ia adalah seorang pemuda yang mulia, suci, dan bertakwa dan oleh sebab itu, Imam Husein as memuliakannya.
Pada tanggal 1 Muharram 61 H, sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah di Qashr Bani Muqatil, tempat persinggahan Imam Husein as dalam perjalanan dari Mekah ke Karbala. Di sana, beliau tertidur sesaat dan ketika terbangun, ia lantas berujar, “Innalillahi wa inna ilahi raji’un, Wal hamdulillah Rabbil ‘alamin.” dan ia mengucapkan itu berulang-ulang. Pamandangan ini membuat Ali Akbar bergegas menuju ayahnya dan bertanya tentang penyebab ucapan tadi.
Imam Husein as menjawab, “Putraku! Sewaktu aku tertidur seketika aku bermimpi dan mendengarkan langkah kuda. Aku mendengar suara berkata, kaum ini sedang berlari, sementara kematian mengejarnya. Dari ucapan tersebut, aku menyadari bahwa kita sedang bergerak ke arah kematian." Ali Akbar berkata, “Ayahku! Bukankah kita berada di atas kebenaran?" Imam Husein As menjawab, “Iya anakku, aku bersumpah dengan Dzat di mana semua makhluk akan kembali ke sisi-Nya.”
Ali Akbar menimpali, “Wahai ayah! Jika kita tegar berada di atas kebenaran, maka aku tidak takut pada kematian.” Mendengar ketegasan putranya, Imam Husein as mendoakannya dengan berkata, “Semoga Allah Swt mengaruniakan atasmu kebaikan, betapa engkau anak yang baik untuk ayah."
Keberanian Ali Akbar dan kearifannya dalam beragama serta kematangan dalam berpolitik, termanifestasi selama perjalanan ke Karbala khususnya pada hari Asyura. Ia adalah pemuda pertama dari Bani Hasyim yang meminta izin dari Imam Husein as untuk maju ke medan perang. Imam pun memberi izin kepadanya dan ia langsung meluncur ke medan perang dan Imam Husein as pun mendoakan untuknya.
Di hadapan pasukan musuh, Ali Akbar memperkenalkan dirinya dengan ucapan, "Aku adalah Ali putra al-Husein, putera Ali. Demi Allah, aku bersumpah bahwa kami lebih dekat dengan Rasulullah Saw dari siapa pun. Aku akan membunuh kalian dengan pedang dan aku akan membela ayahku dengan pedang yang berasal dari generasi Hasyim.”
Ali Akbar melancarkan serangan pertamanya terhadap musuh secara bergantian dari sisi kanan, kiri bahkan maju ke tengah-tengah pasukan musuh. Tidak ada dari pihak musuh yang mampu melumpuhkan dan menahan serangannya. Disebutkan dari serangannya tersebut, Ali Akbar berhasil menjatuhkan 120 penunggang kuda dan tewas di tangannya. Dahaga yang luar biasa telah menguras tenaganya, dan membuatnya tidak lagi berdaya sehingga ia pun menjemput syahadah.
Ali Akbar adalah sebuah cabang dari pohon yang baik dan akar yang suci serta pewaris semua kebaikan keluarga Nabi Saw. Sifat dan perilakunya merupakan sebuah kebanggaan dan teladan untuk pemuda zaman sekarang, setiap orang yang merdeka akan terpanggil untuk meneladani Ali Akbar as. Para pembenci sekali pun mengakui kemuliaan pemuda ini.
Muawiyah bahkan mengakui keagungan Ali Akbar, pemuda ksatria yang paling mirip dengan Rasulullah Saw. Dalam sebuah perjamuan di istana bersama orang-orang dekatnya, Muawiyah bertanya, "Siapa orang yang paling layak sebagai pemimpin masyarakat?" "Anda wahai tuan," jawab mereka. Tapi Muawiyah berkata, "Bukan, orang yang paling layak untuk memimpin pemerintah adalah Ali bin Husein bin Ali, kakeknya adalah Rasulullah. Terhimpun dalam dirinya keberanian Bani Hasyim, kedermawanan Bani Umayyah, dan ketampanan Kabilah Tsaqifa."