Bagaimana Perilaku Rasulullah Saw Terhadap Penganut Agama Lain?

Rate this item
(18 votes)

Akhlak dan perilaku Nabi Muhammad Saw masih belum banyak diketahui oleh para pengikutnya. Jujur saja, dengan kadar ketidaktahuan kita tentang akhlak beliau, sejauh mana perilaku kita sehingga layak disebut sebagai seorang muslim sejati?

Menurut laporan Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA), Pusat Studi dan Konsultasi Agama memberikan teks tanya jawab tentang pribadi Rasulullah Saw kepada situs ini sebagai berikut:

Pertanyaan: Bagaimana sikap dan perilaku Rasulullah Saw terhadap para penganut agama Kristen, Yahudi dan lain-lainnya?

Jawab: Rasulullah Saw penuh dengan rasa kasih sayang dan kelembutan. Sehingga beliau dijuluki oleh Allah dengan "Rahmatan Lil Alamin". Kasih sayang beliau ini tidak khusus hanya untuk kaum Muslimin saja. Sebagaimana beliau benar-benar berusaha membimbing dan mengarahkan penduduk Mekah dan penyembah berhala, beliau juga melakukannya untuk para Ahli Kitab. Di dalam al-Quran disebutkan, "beliau sangat menginginkan untuk mengarahkan dan membimbing masyarakat" dan hal ini merupakan satu di antara kasih sayang beliau yang sangat menonjol bagi penduduk dunia.

Sikap manusiawi dan kasih sayangnya kepada orang lain telah mendahului yang lainnya. Perilaku baik dan santun Rasulullah Saw kepada orang-orang Kafir ini bahkan diakui juga oleh para musuh-musuhnya. Namun sebagian ahli sejarah Eropa dan ahli sejarah Timur pendengki mengklaim bahwa sikap manusiawi Rasulullah terkait pada masa ketika Islam masih lemah dan tidak punya cara lain selain berdamai dan bersikap lembut.

Sebagai contoh, akan kami sebutkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa ketika Islam mampu mengalahkan kekuatan musuh dan dengan kekuatan penuh Rasulullah Saw mampu menguasai keadaan.

 

1. Menyikapi orang kafir dan musyrik

a. Imam Shadiq as berkata, "Dalam perang ‘Dzat ar-Riqa' Rasulullah Saw berada di tepi lembah berhenti di bawah sebuah pohon. Seketika itu datang banjir dan memisahkan beliau dari para sahabatnya.

Seorang musyrik tahu bahwa para sahabat Rasulullah Saw berada jauh dari beliau dan menunggu sampai banjir reda. Musyrik ini kepada teman-temannya berkata, "Aku akan membunuh Muhammad. Ia mendatangi Rasulullah dan mengangkat pedangnya seraya berkata:

"Hai Muhammad! Siapakah yang akan menyelamatkan kamu dari cengkeramanku?"

Rasulullah Saw menjawab:

"Allah, Tuhanku dan Tuhanmu!"

Pada saat itu malaikat Jibril melemparkan sang musyrik ini dari atas kudanya dan ia jatuh terlentang ke tanah. Rasulullah berdiri mengambil pedang itu dan duduk di atas dadanya dan berkata:

"Siapakah yang akan menyelamatkan kamu dari tanganku?"

Ia menjawab:

"Ampunan dan kemuliaanmu, wahai Muhammad!"

Rasulullah Saw melepaskannya. Laki-laki musyrik ini bangun berdiri seraya berkata:

"Demi Allah! Engkau lebih baik dan lebih mulia dari aku." (Hamid Reza Sheikhi, Payambare Islam Az Negahe Quran Wa Ahli Bait, Qom Darul Hadits, cetakan ke-3, 1386 Hs, hal 171)

b. Pembebasan Kota Mekah (Fathu Makkah) terjadi pada tahun 8 Hq. Ketika perintah Allah untuk mengokohkan agama Islam dan pendidikan kaum Muslimin terwujud dan Allah telah menguji ketakwaan hati mereka dan di sisi lain kezaliman dan kejahatan kaum Quraisy telah mencapai puncaknya dan tidak segan-segan melakukan segala cara untuk mengingkari kebenaran Islam, dengan kehendak-Nya Allah memberikan kegembiraan kepada nabi-Nya Muhammad Saw dan para sahabatnya berupa pembebasan kota Mekah dan membersihkan Ka'bah dari berhala dan kemusyrikan serta mengembalikan Mekah pada kondisi aslinya.

Hari pembebasan kota Mekah merupakan sebaik-baiknya kesempatan bagi Rasulullah untuk membalas dendam. Karena pada suatu masa Rasulullah Saw bersama para sahabatnya menahan pelbagai macam kedengkian musuh-musuhnya. Kaum Quraisy mencaci maki beliau, mengancam dan meletakkan duri-duri di tengah jalan tempat beliau lewat, mereka menjuluki beliau dengan sebutan-sebutan yang buruk bahkan menyebutnya sebagai tukang sihir, kadang menyebutnya sebagai orang gila kadang sebagai penyair. Namun ketika hari pembebasan kota Mekah Rasulullah Saw menghadap mereka seraya berkata:

"Wahai orang-orang Quraisy! Bagaimana pendapat kalian? Apa yang harus aku lakukan untuk kalian?"

Dalam kondisi takjub dan ketakutan, orang-orang Quraisy menjawab:

"Kami mengharap kebaikan dari Anda. Karena Anda adalah saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia!"

Rasulullah Saw berkata:

"Sesungguhnya aku akan berkata kepada kalian sebagaimana Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya, hari ini tidak ada cacian dan celaan buat kalian, pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan!" (Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, Beirut Dar as- Shadir, tanpa tahun, jilid 2, hal 60. Ibnu Atsir, Al-Kamil Fi at-Tarikh, Beirut, Daru shadir-Daru Beirut, 1965, jilid 2, hal 243)

 

2. Menyikapi Orang Yahudi dan Nasrani

a. Sikap manusiawi dan perilaku santun Rasulullah Saw tidak berbeda baik kepada Kafir maupun Muslim, teman maupun musuh, diri sendiri maupun orang lain. Kasih sayang beliau bak awan yang menghujani sahara dan padang rumput secara sama. Namun Yahudi benar-benar membenci beliau. Setiap peristiwa sampai ketika terjadinya perang Khaibar satu persatu sebagai saksi akan perkara ini.

Contohnya, di sebuah pasar seorang Yahudi berkata:

"Demi Zat yang telah memberikan kelebihan kepada Musa atas semua nabi!"

Salah satu sahabat Rasulullah Saw mendengarnya dan tidak bisa menahan perasaannya. Akhirnya kepada sang Yahudi itu ia bertanya:

"Apakah ia juga lebih tinggi kedudukannya dari Muhammad?"

Yahudi menjawab, "Iya."

Karena saking marahnya, sahabat itu menampar sang Yahudi.

Mengingat musuh juga mempercayai keadilan dan kemuliaan akhlak Rasulullah, Yahudi ini langsung pergi menemui Rasulullah Saw mengadukan sahabat tersebut. Rasulullah saw memarahi dan menyalahkan sahabat tersebut. (Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan pertama, 1418 Hq, jilid 4, hal 164)

b. Putra salah seorang Yahudi menderita sakit. Rasulullah Saw menjenguknya dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Ia memandang ayahnya sepertinya meminta izin dari ayahnya. ayahnya berkata:

"Terimalah apa yang dikatakan oleh beliau kepadamu!"

Akhirnya ia masuk Islam.

Banyak riwayat tentang masalah ini bahkan Rasulullah menganjurkan untuk menyambangi orang Yahudi dan beliau sendiri juga senantiasa melakukannya. (Mohammad Taqi Falsafi, (al-hadis, riwayat pendidikan), Tehran, Daftar-e Nashr-e farhang-e Islami, 1368 Hs, jilid 2, hal 338. Syeikh Hasan Thabarsi, Makarim al-Akhlak, Qom, Nashir Sharif Razi, cetakan ke-4, 1370 Hs, hal 359)

 

3. Sikap damai Rasulullah terhadap Munafikin

Keberadaan orang-orang Munafik di Madinah pada hakikatnya lebih memberatkan kaum Muslimin daripada keberadaan orang-orang Musyrik dan Yahudi di Mekah. Namun sikap mulia Rasulullah kepada Munafikin sama seperti sikap beliau kepada yang lainnya. Sebagai contoh, sikap Rasulullah di hadapan pelbagai pengkhianatan dan penghinaan yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubai bin Sallul, gembong Munafikin. Salah satu penghinaan yang dilakukannya terhadap Rasulullah adalah di perang Bani Mushthaliq.

Kisahnya begini, pada bulan Rajab tahun 6 Hq dikabarkan kepada Rasulullah Saw bahwa orang-orang Bani Mushthaliq dari suku Khaza'ah sedang bersiap-siap akan memerangi kaum Muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah bersama pasukannya memasuki sebuah daerah bernama Muraisi'. Setelah bertempur dengan Bani Mushthaliq dan 10 orang dari mereka terbunuh, akhirnya mereka menyerah. Dalam perang ini, ikut serta Abdullah bin Ubai dan Munafikin lainnya. Orang-orang Munafikin ini ingin melakukan adudomba dan perpecahan di tengah-tengah pasukan Rasulullah Saw.

Dua orang sahabat Rasulullah, yang satu Muhajir bernama Jahjah bin Said budak Umar bin Khattab dan satunya lagi dari Anshar bernama Sanan Jahni sedang bercakap-cakap ketika menimba air dari sumur. Tiba-tiba seorang muhajir ini kehilangan kontrol dirinya dan menampar seorang anshar dengan keras. Sesuai adat istiadat Jahiliah, masing-masing memanggil sanak kerabatnya. Tiba-tiba pertengkaran mereka berubah menjadi pertengkaran dua kelompok antara Muhajir dan Anshar. Masing-masing kelompok dengan pedang ditangan siap melakukan pertumpahan darah dan perang saudara. Pada saat itu Rasulullah melerai dan menyelesaikan pertengkaran itu.

Gembong Munafikin Abdullah bin Ubai menggunakan kesempatan itu. Ia berbicara di depan kaum Anshar dengan semangat anti kaum Muhajirin dan Rasulullah Saw seraya berkata:

"Orang-orang Muhajir telah menguasai kita. Kita menjadi sahabatnya Muhammad supaya mendapat tamparan? Sepertinya balasan kebaikan adalah kejelekan. Bila kita sudah kembali ke Madinah, akan kita hinakan orang yang mulia..."

Pada saat itu seorang pemuda bernama Zaid bin Arqam marah karena mendengar penghinaan ini. Akhirnya ia bertengkar dengan Abdullah dan berkata, "Kaulah yang terhina, bukan Muhammad Saw. Beliaulah yang mulia..."

Abdullah membentak Zaid dan Zaid pun pergi menemui Rasulullah Saw dan menceritakan fitnah yang dikobarkan oleh Abdullah bin Ubai.

Karena demi kemaslahatan, Rasulullah Saw tidak mengiyakan kata-kata Zaid. Umar bin Khattab mengajukan usul kepada Rasulullah Saw untuk memberangus Abdullah dengan perantara tangan seorang Anshar. Namun Rasulullah tidak menerima dan berkata:

"Pada saat seperti ini, para penyebar isu-isu akan mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabatnya sendiri."

Rasulullah Saw mengklarifikasi kejadian itu kepada Abdullah dan ia tidak mengaku serta mendustakan laporan Zaid.

Rasulullah Saw memerintahkan untuk bergerak. Usaid bin Hadhir pemuka kaum Khazraj menemui beliau dan berkata:

"Anda tidak seperti biasanya mengeluarkan perintah dalam kondisi cuaca sangat panas."

Rasulullah Saw bersabda:

"Apakah kamu tidak mendengar ucapan Abdullah? Apa yang dikatakannya?"

Saat itu pasukan muslim belum sampai di Madinah atau menurut sebuah riwayat, baru saja tiba di Madinah, turunlah wahyu Allah membenarkan ucapan Zaid bin Arqam dan mempermalukan Abdullah. Turunlah surat "Munafiqun" dan benar-benar menyerang gerakan orang-orang Munafik dan membongkar kedok Abdullah. (Thabarsi, Majma' al-Bayan Fi Tafsir al-Quran, Tehran, Nasir Khosrou, cetakan ke-3, 1372 Hs, jilid 10, hal 442. Diyar Bakri, Tarikh al-Khamis Fi Ahwali Anfusinnafis, Beirut, Daru Shadir, tanpa disebutkan tahunnya, jilid 1, hal 470)

 

Ayat-ayat Munafikin yang turun terkait masalah ini antaralain:

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.

Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Munafiqun: 1-2)

"Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.

Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui." (QS. Munafiqun: 7-8)

Dengan turunnya ayat-ayat ini maka terbongkarlah kedok Munafikin khususnya gembong mereka yatitu Abdullah bin Ubai. Sejumlah orang kepadanya berkata, "Pergilah menemui Rasulullah dan mintalah maaf supaya beliau mendoakan dan memaafkanmu!"

Dengan marah ia menjawab, "Kalian katakan, jadilah seorang muslim! Aku sudah menjadi seorang muslim. Kalian katakan, bayarlah zakat! Aku sudah telah membayar zakat. Sekarang kalian mengatakan hendaknya saya bersujud di hadapannya! Aku tidak akan melakukannya!"

Al-Quran terkait masalah ini berkata, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri." (QS. Munafiqun: 5)

 

4. Mengasihi para budak

Akhlak dan perilaku Rasulullah Saw terhadap para budak sama seperti akhlak dan perilaku beliau kepada orang-orang merdeka. Berkali-kali terjadi para budak yang mengabdi kepada beliau dan berperang bersama beliau telah dibebaskan oleh Rasulullah. Namun mereka sendiri tidak mau menjauh dari jamuan rahmat dan kasih sayang Rasulullah. Oleh karena itu mereka meninggalkan ayah, ibu dan keluarganya dan selama seumur hidupnya mereka mengabdi kepada Rasulullah Saw.

Sebagai contoh, Zaid bin Haritsah seorang budak yang telah dibebaskan oleh Rasulullah Saw. Ayahnya datang untuk membawanya pulang. Namun Zaid lebih memilih naungan kasih sayang penyelamat umat manusia daripada naungan kasih sayang ayahnya sendiri.

Rasulullah Saw senantiasa mengajurkan untuk berbuat baik kepada para budak dan berkata:

"Berilah makan mereka sebagaimana yang kalian makan dan berilah mereka pakaian sebagaimana yang kalian pakai dan jangan menyiksa hamba Allah." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, Beirut, Muassasah al-Wafa' 1404 Hq, jilij 71, hal 140)

 

5. Kasih sayang Rasulullah Saw kepada hewan

Meskipun Rasulullah terkenal sebagai pemberani yang tidak ada tandingannya, namun beliau sangat lembut dan menyayangi hewan-hewan. Beliau mudah menangis. Beliau telah menghapus kekerasan dan kezaliman terhadap hewan-hewan yang telah lama menjadi kebiasaan bangsa Arab. Beliau menghapus adat buruk bangsa Arab yang selama ini memasang kalung di leher onta menghapus kebiasaan jahiliah makan daging hewan yang masih hidup tanpa disembelih. (Muslim, Shahih Muslim, Beirut Darulfikr, tanpa disebutkan tahunnya, bab Zinat, jilid 6, hal 135)

Syadad bin Aus berkata, "Rasulullah Saw bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat baik pada segala sesuatu. Oleh karena itu, bila kalian menyembelih hewan, maka sembelihlah dengan cara Islam bahkan tajamkan pisaunya supaya tidak menyiksa hewan korban." (Muslim, Shahih Muslim, Beirut Dar al-Fikr, tanpa tahuna, bab al-Amr Ihsan ad-Dzibh, jilid 6, hal 77)

Ini adalah sebagian kecil dari sisi kesabaran dan ampunan Rasulullah Saw. Beliau adalah sumber kasih sayang yang sama bagi teman maupun musuh, Kafir maupun Muslim, laki-laki maupun perempuan , merdeka maupun budak, manusia maupun hewan.

Suatu hari seseorang menemui Rasulullah Saw dan minta agar beliau berdoa buruk. Karena permintaan ini tidak sesuai dengan akhlak dan karakter Rasulullah, maka beliau berkata:

"Aku tidak datang ke dunia untuk mengutuk tapi aku ditetapkan dan diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam."

Rasulullah mengumumkan pesan kepada semua penghuni alam:

"Janganlah membenci dan mendeki dengan sesama. Janganlah hasud dengan sesama. Janganlah mengkhianati sesama. Kalian semua adalah hamba Allah dan bersikaplah sebagai saudara satu sama yang lainnya." (Bukhari, lama, bab al-Hijrah, jilid 4, hal 252)

Read 20196 times