Amerika Serikat memikul tanggung jawab penuh untuk menerapkan sanksi-sanksi ilegal terhadap Republik Islam Iran. Negara-negara lain ditekan untuk setuju dan melakukan sesuatu yang merugikan kepentingan mereka sendiri.
Negara adidaya itu seenaknya melanggar prinsip-prinsip hukum dan aturan internasional untuk memaksakan kehendaknya kepada pihak lain. International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) 1977 memungkinkan presiden AS mengklaim ancaman asing yang tidak biasa dan / atau luar biasa, menyatakan keadaan darurat nasional, dan mengatur perdagangan sesuai keadaan.
AS telah meraup keuntungan penuh secara ilegal dan tidak dibenarkan dengan memanfaatkan aturan tersebut. Pada November 1979, Washington menyita sebesar 12 miliar dolar deposito bank pemerintah Iran, sekuritas, emas, dan properti lainnya.
Selama beberapa dekade, AS dengan arogan menargetkan Iran dan rakyatnya. Hal ini terus terjadi tanpa henti. Washington agresif menjatuhkan sanksi atas Tehran dengan menggunakan dalih palsu, termasuk mengklaim Republik Islam sedang mengembangkan senjata nuklir dan mendukung terorisme internasional.
AS bahkan memaksa pihak lain untuk mengadopsi kebijakan internal mereka seperti yang dijalankan oleh Uni Eropa. Pada Juli 2012, Uni Eropa resmi mengembargo impor minyak Iran. Keputusan ini mencakup minyak mentah, produk petrokimia, kegiatan yang berhubungan dengan minyak, peralatan dan teknologi, menjual produk olahan, investasi baru, dan transaksi dengan Bank Sentral Iran.
Pada tanggal 1 Agustus 2012, AS memberlakukan sanksi baru yang menargetkan lembaga keuangan, asuransi, dan jasa pengirim yang terlibat dalam membantu menjual minyak Iran. Semua celah hendak ditutup dan embargo ilegal diperketat.
Larangan itu juga diberlakukan terhadap perusahaan yang terlibat dalam pertambangan uranium dengan Iran, dan menjual, menyewakan atau menyediakan layanan kapal tanker minyak, atau menawarkan asuransi kepada Perusahaan Tanker Nasional Iran.
Secara keseluruhan, hukuman itu akan dijatuhkan kepada siapa pun yang terlibat dengan minyak Iran, petrokimia, atau industri gas alam.
Piagam Majelis Umum PBB 1974 tentang Hak-hak Ekonomi dan Kewajiban, menegaskan bahwa negara tidak dapat menggunakan atau mendorong penggunaan tindakan-tindakan ekonomi, politik atau lainnya untuk memaksa negara lain untuk mensubordinasikan hak berdaulat dengan cara apapun.
Resolusi Majelis Umum PBB 1989 juga melarang pemaksaan politik dan ekonomi terhadap negara berkembang. Ini secara khusus meliputi pembatasan perdagangan dan keuangan, blokade, embargo, dan sanksi ekonomi lain.
Seruan AS jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan Piagam PBB. AS mempengaruhi kemampuan negara lain untuk berfungsi secara politik, ekonomi dan sosial.
Profesor UU international di University of Illinois, Francis Boyle mendesak Iran untuk menuntut AS, Inggris dan Perancis di Mahkamah Internasional jika mereka menolak untuk bernegosiasi secara langsung dan terus membuat ancaman agresif.
Langkah AS yang menekan negara-negara lain agar turut menghukum Iran adalah sebuah kebijakan yang tak bijak dan melanggar hukum internasional. (IRIB Indonesia/RM/NA)