Catherine Ashton, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Jum'at lalu melawat Cape Town, ibu kota Afrika Selatan guna mempersiapkan agenda sidang tahunan bersama Uni Eropa dan Uni Afrika yang akan digelar 18 September mendatang di Brussel. Di perundingannya dengan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Maite Nkoana-Mashabane, Ashton berusaha mengajak Afsel untuk memboikot pembelian minyak Republik Islam Iran.
Namun Menlu Afsel memberikan reaksi negatif atas permintaan Ashton tersebut. Mashabane seraya mengkritik sanksi minyak Iran mengatakan," Tidak mungkin hal ini terjadi, di mana suatu hari ketika kita bangun tidur kemudian kita mengatakan tidak akan membeli minyak Iran." Di pertemuan tersebut, Mashabane menambahkan, terkait sanksi terhadap Iran kami akan mengirim delegasi ke Brussel untuk merundingkan dampak buruk dari sanksi minyak Iran terhadap Afsel dan negara lain di Afrika dengan Uni Eropa. Afsel memenuhi kebutuhan ¼ minyaknya dari Republik Islam Iran.
Afrika Selatan terhitung negara besar dan berpengaruh di benua Afrika. Afsel juga termasuk mitra dagang besar Uni Eropa serta konsumen besar minyak Iran di benua ini. Penolakan Afrika Selatan terhadap penerapan sanksi sepihak Amerika Serikat dan Uni Eropa atas Iran menunjukkan bahwa mitra dagang mereka pun tidak bersedia bergabung dalam front anti Tehran.
Amerika Serikat dan Uni Eropa tengah berusaha menekan Iran untuk menangguhkan program nuklir sipilnya dengan menerapkan sanksi sepihak. AS dan Uni Eropa juga tak henti-hentinya menebar agitasi negatif terkait program nuklir Iran. Mereka berusaha mencitrakan program nuklir Iran sabagai ancaman bagi keamanan dunia, oleh karena itu, Amerika dan Uni Eropa membujuk para pelanggan minyak Tehran untuk ikut bergabung dengan mereka memboikot minyak Iran.
Sementara itu, kerjasama luas Republik Islam Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan upayanya mempelopori pelucutan senjata nuklir di dunia telah berhasil menjinakkan propaganda busuk Barat anti Iran.
Sikap Afrika Selatan dan negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti Cina, India dan Rusia yang menolak sanksi sepihak AS dan Uni Eropa terhadap Iran mengindikasikan bahwa era kejayaan Washington dan Uni Eropa telah berakhir. Berlanjutnya krisis ekonomi dan finansial di Barat serta makin ketalnya peran kekuatan ekonomi baru seperti Afrika Selatan di konstelasi ekonomi dan politik dunia menunjukkan berakhirnya kekuasaan Barat di dunia selama ratusan tahun ini.
Oleh karena itu, Amerika dan negara-negara imperialis dunia kini mengalami kesulitan untuk menggandeng mitra terdekat mereka guna mengamini kebijakan arogan yang mereka terapkan. Satu poin lagi, era sanksi untuk menekan dan memaksakan kehendak kubu arogan kepada negara lain telah berakhir.
Negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti Afrika Selatan memahami dengan benar masalah ini. Oleh karena itu, negara ini tidak bersedia mengorbankan kepentingan jangka menengah dan panjangnya di sektor perdagangan dengan Iran dikarenakan kebijakan arogan Barat. Di sisi lain, mitra dagang Uni Eropa dan Iran berusaha mencari solusi untuk menjahui sanksi organisasi ini dan Amerika atas pembelian minyak Tehran.
Saat ini, sanksi sepihak terhadap Republik Islam Iran telah menimbulkan dampak negatif bagi negara-negara Eropa. Di antaranya adalah melambungnya harga produk minyak khususnya bensin di negara Eropa. Di sejumlah negara Eropa seperti Spanyol dan Italia yang termasuk konsumen tetap minyak Iran, harga bensin mencapai rekor tertinggi selama beberapa dekade lalu. (IRIB Indonesia/MF/RA)