Pertemuan Dewan Keamanan PBB yang digelar hari Senin untuk membahas perkembangan Ukraina atas permintaan Amerika Serikat memicu kritik dari Rusia dan China atas eskalasi kebijakan Washington di kawasan Eropa Timur.
Perwakilan Rusia dan China pada pertemuan tersebut menolak klaim baru-baru ini yang dilancarkan Washington tentang upaya Moskow untuk menyerang Ukraina.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya menggambarkan pertemuan Dewan Keamanan PBB tersebut sebagai contoh diplomasi kontroversial demi menyesatkan opini publik internasional tentang peristiwa nyata di wilayah tersebut. Dia mencatat bahwa Amerika Serikat sejauh ini tidak memberikan bukti untuk mendukung dugaan serangan Rusia terhadap Ukraina, dan tuduhan perang hanyalah tuduhan belaka.
Nebenzya menyebut klaim Amerika Serikat justru dilancarkan sebagai upaya untuk menyulut perang, dan mengatakan bahwa negara-negara Barat tampaknya ingin mengorbankan Ukraina, seperti negara-negara lain, demi kepentingan destruktif mereka sendiri.
Pandangan senada disampaikan Wakil Tetap China di PBB yang mengatakan, "China menentang diadakannya sidang Dewan Keamanan PBB atas permintaan Amerika Serikat,".
Alasan utusan AS untuk mengadakan pertemuan Dewan Keamanan PBB guna melabeli isu penempatan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.
Linda Thomas Greenfield, Wakil AS untuk PBB menggambarkan situasi di Ukraina sebagai masalah mendesak dan berbahaya yang akan menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional dan global.
Bertepatan dengan pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas masalah Ukraina, Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan pada hari Senin mengungkapkan, "Jika Rusia memutuskan untuk menjauhkan diri dari diplomasi dan menyerang Ukraina, maka mereka harus bertanggung jawab dan akan menghadapi konsekuensi yang mengerikan,".
Posisi kritis Rusia dan China atas klaim berulang dan tak berdasar dari pihak Barat, terutama Amerika Serikat, tentang isu Rusia akan menyerang Ukraina, mencerminkan posisi bersama dari dua kekuatan internasional AS yang bersaing. Faktanya, Washington sekarang terlibat dalam konfrontasi luas dengan Moskow dan Beijing di berbagai bidang dari politik, ekonomi, perdagangan, militer, dan keamanan.
Dari sudut pandang Rusia dan China, Washington berupaya melemahkan dan mengucilkan kedua negara dengan berbagai dalih. Meskipun AS mendapat dukungan dan kerja sama dari beberapa mitranya, seperti Inggris dan negara-negara Eropa Timur; tapi Washington belum mencapai konsensus umum blok Barat tentang masalah ini. Misalnya, Jerman menentang ketegangan di Eropa Timur, termasuk pengiriman senjata ke Ukraina.
Tentu saja, tujuan AS untuk menciptakan ketegangan dan perang politik serta propaganda melawan Rusia dengan dalih serangan terhadap Ukraina, untuk menciptakan landasan yang diperlukan bagi perluasan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Moskow dan pejabat seniornya demi mengisolasi Rusia di arena internasional.
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan, "Amerika Serikat siap memboikot mereka yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Banyak dari orang-orang ini memiliki ikatan yang dalam dengan sistem keuangan Barat. Ini hanyalah salah satu upaya kami untuk menyerang Rusia dari perspektif yang berbeda,".
Pernyataan provokatif semacam ini dengan jelas mengungkapkan itikad sebenarnya dari Amerika Serikat untuk menyerang Rusia di semua lini. Langkah Washington ini bertujuan untuk melemahkan Rusia, dan mengucilkannya secara militer, yang dilakukan dengan memperluas NATO ke arah blok timur dan mengirim pasukan ke dekat perbatasan Rusia, serta menyebarkan rudal nuklir di benua Eropa. Lalu, dalam kondisi terkepung demikian, apakah Rusia harus diam saja?