Salah satu dampak penting meletusnya Revolusi Islam di Iran adalah pengaruhnya terhadap sistem keamanan kawasan Asia Barat.
Berikut sejumlah pengaruh Revolusi Islam di Iran terhadap sistem keamanan di Asia Barat:
Penolakan dan Perlawanan atas Hegemoni dan Intervensi Barat di kawasan
Republik Islam Iran telah mempersulit hegemoni dan intervensi Barat di kawasan Asia Barat. Iran sebelum revolusi merupakan salah satu dua pilar Nixon, presiden AS saat itu di Asia Barat. Amerika Serikat setelah kemenangan Revolusi Islam telah kehilangan salah satu penjaga utama keamanannya di kawasan. Doktrin dua pilar Nixon tumbang dan keseimbangan sistem keamanan di kawasan Teluk Persia musnah.
Iran sebelum revolusi tercatat sebagai perisai pertahanan dan salah satu pendukung kepentingan AS di kawasan. Tapi setelah revolusi, Iran malah berubah menjadi salah satu ancaman terpenting bagi Amerika Serikat. Kebijakan luar negeri Republik Islam Iran dibentuk berdasarkan asas penolakan setiap hegemoni dan penolakan atas penerimaan hegemoni, menjaga independensi penuh dan integritas wilayah, membela hak seluruh Muslim dan non-blok dengan kekuatan yang mendominasi dan hubungan timbal balik yang damai dengan negara-negara non-kombatan.
Imam Khomeini
Imam Khomeini, bapak pendiri Republik Islam Iran di pesan peresmian periode pertama parlemen Republik Islam Iran mengatakan, "Pendekatan tidak Timur dan tidak Barat, harus kalian pertahankan di seluruh bidang dalam negeri dan di hubungan luar negeri."
Penentangan terhadap campur tangan AS dalam urusan internal Iran dan di kawasan Asia Barat membuat Washington mengadopsi strategi permusuhan terhadap Republik Islam Iran. Separatisme, sanksi, teror, dan perang adalah empat pendekatan bermusuhan yang telah digunakan Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran selama 43 tahun terakhir. Namun, setelah 43 tahun, pendekatan anti-Iran ini tidak hanya melemahkan Republik Islam, tetapi posisi AS di kawasan Asia Barat juga melemah, dan posisinya di Asia Barat menurun, dengan penarikan skandal dari Afghanistan dan tekanan dari kelompok Irak untuk penarikan penuh pasukan AS dari negara ini adalah contoh penurunan dan melemahnya posisi AS di Asia Barat.
Menghidupkan Perlawanan terhadap Rezim Penjajah Israel
Efek lain Revolusi Islam terhadap tatanan kawasan Asia Barat adalah intensifikasi perjuangan anti-Israel. Segera setelah kemenangan Revolusi Islam, secara resmi diumumkan bahwa kami tidak menerima rezim Zionis sebagai sistem yang sah dan memberikan hak kepada Muslim dan partai-partai Palestina untuk mengangkat senjata demi pembebasan negara mereka yang diduduki. Mengikuti kebijakan anti-Zionis, segera setelah revolusi, kedutaan Israel di Tehran ditutup dan kedutaan Palestina didirikan di tempatnya dan seorang duta besar ditunjuk untuk itu.
Menyusul kemenangan Revolusi Islam di Iran, dan orientasi tuntutan kebebasan serta anti-Israel yang berujung pada pemutusan hubungan strategis dan diplomatik dengan Tel Aviv, serta menyusul prakarsa Imam Khomeini menetapkan Jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina, perlawanan terhadap Israel mendapat nafas baru.
Iran setelah kemenangan Revolusi Islam menjadi pusat perlawanan terhadap rezim Zionis Israel, dan jantung muqawama Islam melawan Tel Aviv, serta pelopor perlawanan ketika para pemimpin negara-negara Arab menyerah dengan menandatangani perjanjian Camp David. Imam Khomeini dengan kebesaran dan keberanian penuh mengambil alih bendera perlawanan terhadap Israel dan memberi indentitas Islami terhadap resistensi bangsa Palestina. Sejatinya dengan kemenangan Revolusi Islam Iran, perlawanan terhadap Israel yang semakin lemah akibat kekalahan beruntun negara-negara Arab di perang melawan rezim ilegal ini, berhasil menghidupkan kembali muqawama dan ini merupakan pukulan telak terhadap eksistensi rezim penjajah Israel.
Fathi Shaqaqi
Fathi Shaqaqi, mantan sekjen Jihad Islam Palestina terkait pengaruh Revolusi Islam Iran terhadap perlawanan rakyat Palestina mengatakan, "Revolusi ini membuat kami mengerti bahwa kemenangan kami tergantung pada mengikuti jalan Imam Khomeini. Oleh karena itu, pintu dan dinding Masjid Al-Aqsha dan masjid lainnya tiba-tiba dihiasi dengan gambar Imam Khomeini; Intifadah merupakan salah satu buah dari kebangkitan Islam yang dibawa Imam Khomeini ke kawasan, khususnya di Palestina."
Setelah 43 tahun, Revolusi Islam masih tetap menolak mengakui secara resmi keberadaan rezim ilegal Israel. Republik Islam Iran tidak melakukan intervensi di urusan internal negara lain, tapi menilai normalisasi hubungan sejumlah negara Arab dengan Israel sebagai indikasi nyata pengkhianatan terhadap cita-cita Palestina.
Menghidupkan Kebangkitan Islam di kawasan dan Pembentukan Faksi Muqawama
Efek penting lain dari Revolusi Islam terhadap ketertiban keamanan di Asia Barat adalah menghidupkan Kebangkitan Islam, yang dalam praktiknya menyebabkan pembentukan kelompok-kelompok perlawanan di kawasn. Mendukung kaum tertindas dan membela tanah suci Islam adalah salah satu tujuan yang menciptakan landasan bagi pengaruh Revolusi Islam di dunia Islam. Kemunculan Revolusi Islam memberikan ekspresi lebih pada prinsip-prinsip umum umat Islam dan meningkatkan dampak cita-cita dan tujuan mereka pada negara-negara dan gerakan Islam seperti Palestina. Akibatnya, gelombang harapan muncul di hati gerakan perlawanan Palestina, yang menyebabkan pertumbuhan dan penguatan mereka.
Dengan bangkitnya Kebangkitan Islam, telah terbentuk kelompok-kelompok perlawanan di berbagai negara di kawasan yang telah mempertimbangkan karakteristik negatif, termasuk penolakan dominasi, penolakan arogansi dan anti-otoritarianisme, dan karakteristik positif seperti keadilan, Islamisme, kemerdekaan, libertarianisme dan spiritualisme. Perlawanan lahir dari Revolusi Islam Iran, dan inti poros perlawanan terbentuk dengan kemenangan Revolusi Islam Iran. Perlawanan lahir ketika negara-negara Arab percaya bahwa mereka tidak dapat mengalahkan rezim Zionis, proses rekonsiliasi antara negara-negara Arab dan rezim Zionis dengan Kesepakatan Camp David dimulai, dan juga tren penurunan posisi Palestina dalam politik luar negeri negara-negara Arab.
Pejuang Palestina
Dalam keadaan seperti itu, kelompok perlawanan dibentuk di Lebanon dan Palestina. Pertama Jihad Islam Palestina pada tahun 1981, kemudian Hizbullah Lebanon pada tahun 1982, dan kemudian Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) pada tahun 1987. Dengan kata lain, sebelum runtuhnya Uni Soviet, liberalisme Barat "lainnya" telah terbentuk dalam bentuk poros perlawanan di kawasan Asia Barat dan mencontoh Revolusi Islam Iran. Pada tahap ini, para aktor perlawanan menghidupkan kembali perjuangan melawan rezim Zionis tanpa dukungan negara-negara Arab dan, seperti Revolusi Islam Iran, melewati tahap stabilisasi.
Fase kedua kesempurnaan poros muqawama di kawasan Asia Barat dimulai sejak tahun 2000, karena di tahun tersebut muqawama Hizbullah dan rakyat Lebanon selatan membuahkan hasil, serta tentara Israel setelah dua dekade terpaksa mundur dari wilayah selatan Lebanon. Peristiwa tersebut menandai awal dari serangkaian kekalahan rezim Israel dari kelompok perlawanan di kawasan Asia Barat, yang pada tahun 2006 dan dalam perang 33 hari telah menjadi kepercayaan umum.
Faktanya, dalam perang tahun 2006, muncul kepercayaan yang luas bahwa mitos tentara Zionis yang tak terkalahkan adalah narasi yang dipromosikan oleh Zionis untuk memaksa orang-orang Arab berkompromi dan menghindari perang dengan rezim. Ciri dari fase ini adalah terbukti bahwa kelompok-kelompok perlawanan telah menjadikan prinsip realis "membantu diri sendiri" sebagai prioritas dalam strategi pertahanan mereka dan memperkuat daya penangkal mereka, dan bahwa perang "batu" melawan "rudal" telah menjadi tak berarti.
Pada tahun 2011, dunia Arab menyaksikan kebangkitan Islam melawan penguasa dan otoriter selama beberapa dekade. Prediksi awal dari kebangkitan rakyat adalah penekanan pada peran rakyat dan kemungkinan terbentuknya pemerintah sipil yang menentang ketergantungan asing. Situasi ini, sementara melemahkan fondasi kekuatan penguasa kawasan yang berkompromi, juga mengarah pada penguatan poros perlawanan terhadap poros konservatif Arab dan rezim Zionis.
Oleh karena itu, strategi "intervensi" dalam urusan internal negara-negara anggota muqawama, khususnya Suriah, dengan tujuan menghasut rakyat dan membentuk pemberontakan rakyat dan kekerasan terhadap rezim, dimasukkan ke dalam agenda, dan untuk meraih tujuan ini, kelompok teroris menjadi alat yang sangat diperhatikan. Meskipun situasi ini pada awalnya merupakan ancaman bagi poros perlawanan, namun kemudian menjadi peluang untuk memperkuat perlawanan dan meningkatkan posisi regionalnya, karena poros muqawama yang dipimpin oleh Republik Islam Iran memilih opsi "aksi aktif" dan "perlawanan strategis" dalam melawan teroris dan pendukungnya. Hal ini mendorong semakin maraknya kelompok muqawama setelah satu dekade dan berubahnya poros menjadi geopolitik muqawama.
Iran, Kekuatan Unggul Kawasan Asia Barat
Salah satu efek penting Revolusi Islam adalah Iran setelah empat dekade berubah menjadi kekuatan unggul di kawasan. Masalah ini dijelaskan secara transparan oleh Rahbar. Rahbar saat menjelaskan langkah kedua Revolusi Islam menjelaskan sejumlah alasan dan faktor konfrontasi dengan Republik Islam Iran dan muqawama di kawasan. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Iran yang kuat, hari ini seperti awal Revolusi menghadapi berbagai tantangan kubu arogan, tapi memiliki arti yang sepenuhnya berbeda. Jika saat itu tantangan dengan AS terkait mematahkan tangan anasir asing atau menutup kedubes Israel di Tehran ataupun membongkar sarang spionase, hari ini tantangan terkait dengan kehadiran Iran yang kuat di perbatasan rezim Zionis Israel dan mencabut domain pengaruh ilegal Amerika dari kawasan Asia Barat serta dukungan Republik Islam Iran terhadap perjuangan pejuang Palestina di jantung bumi pendudukan, membela Hizbullah dan muqawama di seluruh kawasan....."
Rahbar Ayatullah Khamenei
Lebih lanjut Rahbar mengatakan, "....Jika saat itu, tantangan Barat menghalangi pembelian senjata bagi Iran, tapi saat ini tantangannya adalah mencegah relokasi senjata maju Iran kepada kubu muqawama. Jika saat itu anggapan Amerika adalah dirinya mampu menang atas Republik Islam dan bangsa Iran dengan sejumlah anasir bayaran Iran atau sejumlah pesawat dan helikopter, tapi saat ini, Washington membutuhkan sebuah koalisi besar dari puluhan pemerintah yang menentang atau terintimidasi untuk melawan Iran secara politik dan keamanan, tapi begitu Amerika akan tetap kalah di konfrontasi ini."
Fakta ini mengindikasikan bahwa Republik Islam Iran setelah empat dekade bukan saja tidak tumbang, bahkan menjadi kekuatan unggul di kawasan Asia Barat, sebuah kekuatan yang tidak akan mengubah transformasi di kawasan tanpa mempertimbangkan peran Republik Islam Iran.