Pemimpin Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bertemu dengan Menteri Perang rezim Zionis Israel Benny Gantz baru-baru ini.
Pertemuan di Ramallah baru-baru ini digelar hanya dua hari setelah Abbas bertemu dengan Ketua Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh di Aljazair.
Dalam pertemuan yang diadakan beberapa hari sebelum kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke kawasan, Abbas menekankan pentingnya untuk menciptakan cakrawala politik dan menghormati perjanjian-perjanjian yang ditandatangani, serta menghentikan tindakan yang mengarah pada ketegangan.
Ada beberapa poin tentang pertemuan ini. Pertama, ini adalah pertemuan kedua antara Kepala Otoritas Palestina dan Menteri Perang Israel dalam satu tahun terakhir. Pada Agustus tahun lalu, Abbas dan Gantz juga bertemu di Ramallah.
Setelah pertemuan ini, Kementerian Peperangan rezim Zionis mengeluarkan sebuah pernyataan yang isinya Gantz menekankan kepada Kepala Otoritas Palestina bahwa Israel berusaha mengambil langkah-langkah untuk memperkuat ekonomi Otoritas Palestina.
Jelas bahwa dalam pertemuan Abbas dan Gantz, kepentingan nasional Palestina tidak diperhatikan, dan Menteri Perang Zionis tampak mempertimbangkan kepentingan Otoritas Palestina hanya agar negosiasi dan kompromi antara Tel Aviv dan Ramallah terus berlanjut.
Ketua Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh (kiri) dan Pemimpin Otoritas Palestina Mahmoud Abbas
Sementara itu, kelompok-kelompok Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina memprotes keras koordinasi keamanan antara Ramallah dan Tel Aviv.
Poin kedua adalah pertemuan antara Abbas dan Gantz tahun lalu terjadi beberapa jam setelah Perdana Menteri rezim Zionis pada masa itu Naftali Bennett, baru kembali dari AS dan bertemu dengan Biden. Pertemuan Abbas dengan Gantz baru-baru ini juga berlangsung menjelang kunjungan Biden ke kawasan, terutama ke Palestina pendudukan (Israel).
Disebutkan pula bahwa Biden juga akan bertemu dengan Abbas dalam lawatan tersebut. Pertemuan Abbas dengan Gantz menjelang kunjungan Biden berada dalam situasi di mana media mengumumkan bahwa salah satu agenda terpenting yang dikejar Biden selama perjalanannya, terutama selama kunjungannya ke wilayah-wilayah pendudukan dan Arab Saudi, adalah inisiatifnya dalam memajukan versi yang diinginkannya dari Perjanjian Abraham.
Perjanjian Abraham adalah sebuah pernyataan bersama antara Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Amerika Serikat, yang dicapai pada 13 Agustus 2020. Istilah tersebut dipakai untuk secara kolektif merujuk kepada perjanjian antara Israel dan UEA (perjanjian normalisasi Israel-UEA) dan Bahrain
Perjanjian tersebut menandai normalisasi hubungan publik pertama antara sebuah negara Arab dan Israel semenjak Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994. Perjanjian Abraham ditandatangani pada masa pemerintahan Donald Trump. Kesepakatan ini sejalan dengan kepentingan rezim Zionis dan bertentangan dengan kepentingan Palestina. Setelah kesepakatan ini, kekerasan rezim Zionis terhadap Palestina meningkat secara signifikan.
Poin ketiga adalah bahwa pertemuan antara Abbas dan Gantz terjadi hanya dua hari setelah pertemuan bersejarah antara Haniyeh dan Abbas. Abbas dan Haniyeh, bertemu pada Selasa (5/7/2022) setelah 15 tahun, dengan mediasi presiden Aljazair.
Hamas menggambarkan pertemuan ini sebagai persaudaraan. Diharapkan setelah pertemuan ini, hubungan antara Otoritas Palestina dan kelompok-kelompok Palestina di Jalur Gaza, termasuk Hamas, akan membaik, tetapi pertemuan Gantz dengan Biden menunjukkan bahwa rezim Zionis sangat menentang peningkatan hubungan antara kelompok-kelompok Palestina. Di sisi lain, Abbas juga lebih memilih negosiasi dan kompromi dengan rezim Zionis daripada konvergensi dengan kelompok-kelompok Palestina dan mengamankan kepentingan nasional Palestina.