Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri (PM) rezim Zionis Israel Yair Lapid membahas hubungan bilateral dan isu-isu regional melalui telepon.
PM rezim Zionis mengumumkan normalisasi hubungan dengan Turki dan penempatan duta besar kedua belah pihak di ibu kota masing-masing.
Lapid mengatakan, Israel dan Turki telah mengumumkan normalisasi penuh hubungan dan kembalinya duta besar mereka ke Tel Aviv dan Ankara.
Dalam percakapan telepon pada Rabu (17/8/2022) malam, Lapid dan Erdogan saling mengucapkan terima kasih atas pemulihan hubungan diplomatik tersebut. Lapid menilai, hal itu akan menghasilkan banyak prestasi, terutama di bidang perdagangan dan pariwisata.
Pejabat Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa, terutama Erdogan, selalu mengklaim mendukung bangsa Palestina yang tertindas melawan pendudukan dan kejahatan rezim Zionis selama dua dekade terakhir. Namun pada saat yang sama, pemerintah Ankara menjalin hubungan mesra dengan Tel Aviv.
Tampaknya semua tindakan pemerintah Ankara terhadap rezim rasis Zionis seperti kecaman terhadap kejahatan Israel, hanya rekayasa yang telah direncanakan. Klaim dukungan kepada rakyat Palestina juga hanya sebagai cara untuk menutupi hubungannya dengan rezim Zionis serta meredakan kemungkinan protes yang akan muncul.
Dukungan pemerintah Ankara kepada bangsa Palestina selama dua dekade terakhir tampaknya hanya sebatas ucapan. Menurut pengungkapan media Turki, pemerintah Ankara dan rezim Zionis selalu memiliki banyak negosiasi rahasia di semua bidang, terutama urusan keamanan, militer, dan politik.
Kemungkinan ini juga tidak boleh diabaikan bahwa pejabat Ankara, selama beberapa tahun terakhir, telah menerima informasi dari perwakilan politik rakyat Palestina di Turki, dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh rezim Zionis.
Pemerintah Erdogan menyatakan keinginannya untuk melanjutkan hubungan dengan rezim Zionis di puncak kelemahan rezim penjajah ini. Setelah itu, pemerintah Ankara mengundang Pemimpin rezim Zionis Isaac Herzog untuk berkunjung ke Turki. Langkah tersebut, selain menunjukkan sifat asli Turki, juga memicu protes yang meluas oleh umat Islam Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Pemimpin rezim Zionis Isaac Herzog.
Para pakar mengatakan bahwa penerimaan Erdogan atas kunjungan Isaac Herzog di Turki, yang bersamaan dengan protes dan deklarasi ketidakpuasan warga negara ini terhadap kebijakan Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa ini, bisa menjadi manifestasi dari peran palsu dan dramatis Erdogan yang mengklaim mendukung perjuangan Palestina.
Kebijakan itu juga mengungkap lebih jelas pernyataan dan posisi palsu dan menipu para pejabat Ankara yang mengklaim mendukung rakyat Palestina. Kemesraan Presiden Turki dan Presiden rezim Zionis juga telah mengungkap niat dan tujuan tersembunyi Erdogan dan menungkap "sandiwara" dukungan kepada Palestina.
Pengumuman dimulainya kembali hubungan antara Turki dan Israel telah dimasukkan dalam agenda pemerintah Ankara, namun di sisi lain Turki yang memiliki masalah dengan beberapa negara Muslim di kawasan tidak berusaha untuk menormalkanya, bahkan belum melakukan dialog dengan negara-negara terkait.
Perilaku Turki ini dapat dikaitkan dengan dua faktor. Ada kemungkinian normalisasi hubungan antara Turki dan Israel terkait dengan faktor eksternal, atau sudah ada kolusi dan persekongkolan antara kedua belah pihak di belakang layar.
Jika diamati, normalisasi hubungan Turki dengan negara-negara Muslim di kawasan itu lebih penting, sebab bisa mengarah pada penguatan posisi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Normalisasi hubungan Turki dengan Israel tidak hanya ditolak dan tidak dapat diterima dari sudut pandang mayoritas rakyat Muslim di negara ini, tetapi tindakan ini juga dapat menyeret pemerintahan Erdogan ke arah keruntuhan.
Di kalangan politik Turki, muncul spekulasi bahwa Erdogan menormalkan hubungan dengan rezim rasis Zionis untuk mendapatkan dukungan rezim ini agar memenangkan pemilu pada 2023.
Menurut pakar dan kalangan politik independen di tingkat regional, upaya timbal balik Turki dan Israel untuk melanjutkan hubungan bilateral tidak hanya melemahkan posisi rakyat Palestina, tetapi juga melemahkan posisi OKI. Selain itu, langkah Turki itu akan memperkuat posisi rezim Zionis, yang semakin berani meningkatkan kejahatannya terhadap warga Palestina.
Maulana Fazal-ur-Rehman, Pemimpin Jamiat Ulema-e-Islam (F) Pakistan mengecam kejahatan baru Israel di Palestina pendudukan.
"Waktunya telah tiba bagi para penguasa Muslim yang berkompromi untuk bangun dari tidur dan kelalaian, dan mengambil sikap tegas terhadap kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina yang tertindas," tegas Fazal-ur-Rehman kepada beberapa penguasa Arab yang berkompromi dengan rezim Zionis dan juga kepada OKI.
Meski cendekiawan dan ulama menegaskan untuk menciptakan jarak dari rezim rasis Israel, namun para pejabat pemerintah Erdogan terus mengungkapkan keinginan mereka untuk memperluas hubungan dengan rezim rasis dan ilegal tersebut.
Tampaknya banyak masalah ekonomi dan politik di Turki saat ini bersumber dari aktivitas mata-mata Israel di negara Muslim ini. Namun yang pasti bahwa tindakan pemerintah Erdogan baru-baru ini pada akhirnya akan merugikan pemerintah dan umat Islam Turki dan akan menempatkan negara ini pada posisi yang tidak terlalu menguntungkan.