Setahun telah berlalu sejak penarikan diam-diam pasukan Amerika dari Afghanistan. Meskipun Washington mengklaim telah mengakhiri pendudukan Afghanistan dan meninggalkan negara ini, tetapi perilaku dan kinerja Gedung Putih menunjukkan bahwa AS masih menyandera Afghanistan dengan menciptakan masalah baru bagi negara Asia selatan ini.
Langkah AS memblokir properti dan aset negara Afghanistan yang tertindas dalam situasi ketika mereka membutuhkan bantuan keuangan dan ekonomi melebihi sebelumnya, dianggap sebagai pencurian terbuka terhadap Afghanistan, yang menghadapi banyak masalah ekonomi. Dengan dalih menghukum Taliban, yang diklaim melanggar Perjanjian Doha, Amerika Serikat menyita sekitar 10 miliar dolar aset Afghanistan dan tidak mengizinkannya ditarik.
Sebenarnya, setahun setelah penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan, negara ini masih menjadi sandera Washington. Perubahan politik secara tiba-tiba di Afghanistan menimbulkan kekhawatiran di berbagai kalangan rakyat Afghanistan yang menyebabkan perpindahan jutaan orang Afghanistan mengungsi ke berbagai negara. Hal ini berarti bahwa klaim Amerika menciptakan negara yang aman di Afghanistan pada tahun 2001 hanya sekedar isapan jempol belaka. Sebab faktanya, pendudukan Afghanistan bukan hanya membuatnya tidak aman, tetapi juga membuat orang Afghanistan mengungsi dari rumah mereka sendiri ke negara lain.
Sementara itu, masalah yang kurang mendapat perhatian dari kalangan media mengenai perilaku penjajah yang tidak manusiawi terhadap rakyat Afganistan. Aksi penyiksaan sewenang-wenang dan penangkapan secara membabi buta oleh pasukan AS, yang disebut oleh mantan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai sebagai bandit, hanya sebagian kecil dari kejahatan pasukan Amerika di Afghanistan. Kondisi malang dan menyedihkan rakyat Afghanistan saat ini adalah hasil dari pendudukan Amerika selama bertahun-tahun di negara ini.
Amerika menghancurkan struktur negara itu sedemikian rupa, sehingga orang-orang Afghanistan tidak akan dapat membangun kembali negara mereka dan memecahkan masalah mereka selama beberapa dekade, terutama karena kerusakan sosial, psikologis dan medis yang menimpa rakyat Afghanistan menjadi masalah selama beberapa generasi. Selama pendudukan Amerika di Afghanistan, militer Amerika menggunakan amunisi dan bom, yang efeknya diperkirakan akan berlangsung selama beberapa dekade, termasuk cacat mental dan fisik. Sementara Amerika Serikat mengklaim telah menghabiskan ratusan miliar dolar untuk mendanai kehadiran militernya di Afghanistan selama dua dekade, dan tentara Amerika juga menderita kerugian yang signifikan dalam memecahkan masalah Afghanistan, termasuk membangun keamanan.
Pada saat yang sama, kinerja pasukan Amerika selama dua dekade pendudukan Afghanistan menunjukkan bahwa mereka menjadi penyebab ketidakamanan dengan membunuh orang-orang di negara ini. Bahkan mereka bersenang-senang dengan memutilasi jenazah orang Afghanistan.
Salah satu alat Amerika untuk memperkuat kehadiran dan pengaruhnya di Afganistan dan negara-negara lain adalah dengan membentuk dan memperkuat kelompok teroris yang menjadi landasan bagi kehadiran militer Amerika di Afganistan. AS memanfaatkan kehadiran sekitar 20 kelompok teroris seperti Al Qaeda dan Daesh yang aktif dan menjadi ancaman keamanan negara ini. Pada saat yang sama, AS ikut campur dalam terjadinya ledakan dahsyat dan pembunuhan rakyat Afghanistan selama dua dekade pendudukan di negara ini dengan tujuan untuk mencegah protes anti-Amerika.
Ali Wahedi, seorang ahli Afghanistan, mengatakan, "Amerika telah menghancurkan infrastruktur ekonomi dan industri negara ini dalam dua dekade pendudukan Afghanistan, sehingga bantuan masyarakat internasional diperlukan selama bertahun-tahun untuk memulihkannya."
Di sisi lain, beberapa negara regional seperti Turki dan Uni Emirat Arab (UEA) berusaha untuk memanfaatkan kondisi Afghanistan untuk kepentingan mereka sendiri. Bahkan, mereka membuka jalan bagi rezim Zionis ke Afghanistan dengan mengklaim membantu menyelesaikan masalah navigasi udara Afghanistan, termasuk penguasaan bandara. Oleh karena itu, risiko kehadiran pasukan dari luar kawasan di Afghanistan tidak kurang dari selama pendudukan oleh Amerika dan NATO.
Mengenai masalah ini, Pakar Afghanistan Seyed Hosseini menjelaskan, "Kekosongan yang disebabkan oleh penarikan pasukan Amerika yang tidak bertanggung jawab dari Afghanistan menyebabkan beberapa negara dengan rakus datang ke Afghanistan untuk mengambil keuntungan dari ketidakmampuan Taliban untuk memecahkan masalah."
Namun beberapa negara tetangga Afganistan, termasuk Republik Islam Iran yang selalu berdiri di sisi rakyat Afganistan, terus membantu menyelesaikan permasalahan rakyat Afganistan.
Abol Fazl Zahrawand, pakar masalah Afghanistan, mengungkapkan, “Republik Islam Iran telah bersama rakyat Afghanistan selama lebih dari empat dekade dan tidak pernah meninggalkan mereka sendirian. Setelah penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan dan munculnya banyak masalah, Republik Islam Iran tetap membantu orang-orang Afghanistan."
Bagaimanapun, meskipun AS secara fisik mengklaim telah meninggalkan Afghanistan, tapi plot AS untuk terus mencampuri urusan dalam negeri negara ini melalui metode proksi, dan kehadiran pasukan intelijen AS yang berkelanjutan di Afghanistan tidak boleh diabaikan.
Isu ini penting bagi Amerika, karena upaya Washington selama dua dekade pendudukan Afghanistan untuk mengubah budaya publik gagal. Padahal mereka telah menghabiskan jutaan dolar dan mendirikan puluhan lembaga budaya Barat, tapi tetap gagal membangun posisi yang solid di tengah masyarakat Afghanistan, dan keamanan untuk keberlanjutannya di negara ini. Oleh karena itu, bersama dengan langkah-langkah intelijennya, AS menempuh kebijakan belah bambu, dan hasutan antara kelompok etnis dan agama di Afghanistan.