Seiring dengan berlanjutnya kejahatan rezim penjajah al-Quds terhadap warga Jalur Gaza, muncul pertanyaan, apa yang mendorong Hamas menyerang Israel ?
Pejuang al-Qassam, sayap militer Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023 dan berhasil memberi kekalahan telak dan bersejarah kepada rezim ilegal ini. kelalahan ini yang bahkan menurut pengakuan pejabat Israel sebagai pelecehan bersejarah terhadap rezim ini telah mendorong Tel Aviv selama 18 hari melancarkan serangan total terhadap Jalur Gaza. Serangan brutal ini sampai kini telah menggugurkan sekitar 5800 warga Palestina dan di antara jumlah tersebut terdapat 2360 anak-anak dan 1292 perempuan.
Juru bicara Departemen Kesehatan Palestina menyatakan, saat ini sekitar 12 rumah sakit dan 32 balai pengobatan tidak lagi mampu memberi layanan, dan kami sangat khawatir lebih banyak rumah sakit dan balai pengobatan yang tidak akan mampu memberi layanan karena berlanjutnya serangan Israel dan habisnya bahan bakar.
Mengingat kejahatan rezim penjajah ini, muncul pertanyaan pada dasarnya apa alasan dan faktor yang mendorong Hamas menyerang Israel, dan sebab dilancarkannya operasi Badai al-Aqsa ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, sejumlah faktor ini dapat disebut sebagai alasan utama operasi tersebut:
Pertama; Kinerja Israel terhadap Rakyat Gaza.
Rezim Zionis memblokade total Jalur Gaza sejak tahun 2007 hingga kini, sehingga daerah ini dikenal sebagai penjara terbuka terbesar dunia, dan Gaza selama 16 tahun ini mengalami krisis kemanusiaan terbesar. Selain itu, rezim Zionis telah memenjarakan lebih dari 6.000 warga Palestina, termasuk ratusan perempuan dan anak-anak, beberapa di antaranya berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Terlepas dari rencana perdamaian yang ada sehubungan dengan konflik dengan Palestina, rezim Zionis terus membangun permukiman dan berulang kali menduduki geografi Palestina, rezim Zionis telah mengusir penduduk negara ini dari rumah mereka. Selain itu, sejak tahun 2008, lebih dari 150.000 warga Palestina syahid atau terluka oleh rezim Zionis.
Kondisi ini semakin parah dalam satu tahun terakhir, karena kabinet ekstrim dan rasis berkuasa di bumi Palestina pendudukan, yang meyakini pengusiran rakyat Palestina dari bukan saja dari wilayah pendudukan, tapi juga dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta ingin menghapus identitas Islami Masjid Al Aqsa. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres dalam hal ini mengatakan, penting bagi kita untuk memahami bahwa serangan Hamas dilancarkan bukannya tanpa alasan. Serangan Hamas bukan terjadi di ruang hampa, dan bangsa Palestina dijajah selama 56 tahun.
Kedua; Pengkhianatan PBB dan Kekuatan besar Dunia terhadap Palestina
Alasan lainnya adalah negara-negara besar dan PBB telah melakukan pengkhianatan terhadap Palestina. Padahal, salah satu alasan serangan Hamas terhadap rezim Zionis terkait dengan mekanisme struktur sistem internasional. PBB dan negara-negara besar dalam struktur ini berkomitmen untuk menciptakan perdamaian dan keamanan bagi Palestina, namun dalam praktiknya mereka berpihak pada salah satu pihak yang berkonflik, yaitu rezim Zionis.
Rencana kesepakatan abad dan normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan rezim Zionis merupakan salah satu tanda dukungan sepihak negara-negara besar terhadap rezim Zionis. Pemerintah Amerika memimpin dukungan ini dan kini, ketika melancarkan perang melawan Gaza, secara resmi menyatakan bahwa waktu untuk gencatan senjata di Gaza belum tiba, sementara 5.800 warga Palestina telah syahid sejauh ini. Pola perilaku seperti ini menyebabkan masyarakat Palestina kecewa terhadap peran negara-negara besar dan PBB dalam menciptakan perdamaian dan menandai operasi penyerbuan Al-Aqsa.
Ketiga; Normalisasi Hubungan Negara-negara Arab dengan Israel
Faktor lainnya terkait proses normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan rezim pendudukan Al-Quds. Dalam beberapa tahun terakhir, dengan mediasi Amerika Serikat, beberapa negara Arab telah beralih ke normalisasi hubungan dengan rezim yang menduduki Yerusalem. UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan termasuk di antara negara-negara tersebut, dan dalam sebulan terakhir, isu normalisasi hubungan Arab Saudi dengan rezim Zionis telah diangkat dengan lebih serius, dan bahkan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman mengatakan bahwa kita sudah hampir mencapai normalisasi hubungan dengan Tel Aviv.
Normalisasi hubungan berarti ditinggalkannya isu penting Palestina di dunia Arab, padahal dahulu kala pembelaan terhadap Palestina merupakan salah satu sumber legitimasi para penguasa dunia Arab. Degradasi posisi Palestina di dunia Arab menyebabkan semakin banyaknya kekerasan yang dilakukan Zionis terhadap warga Palestina dan menjadi faktor penting untuk dilakukannya operasi penyerangan Al-Aqsa.
Keempat: Putus Asa atas Perdamaian
Faktor keempat adalah masyarakat Palestina putus asa terhadap perdamaian yang paling minim sekalipun. Kelompok-kelompok Palestina menjadi percaya bahwa tidak hanya tidak ada kemungkinan perdamaian, tapi ini adalah kondisi yang menguntungkan bagi rezim Zionis, karena rezim ini sampai pada kesimpulan bahwa baik negara-negara Arab, negara-negara besar dunia, maupun PBB secara praktis tidak mengambil tindakan apa pun terhadap kekerasan yang meluas dan terus berlanjut yang dilakukan olehnya.
“Hamas menyerang Israel karena tidak ada ‘harapan di masa depan’,” kata Shibley Telhami, seorang profesor di Universitas Maryland. Dia berkata,"Saya percaya bahwa kemungkinan negara Palestina merdeka sekarang jauh lebih rendah dibandingkan satu dekade lalu. Ada banyak sekali keputusasaan dan kelompok militan mengeksploitasi situasi ini karena tidak ada jalan damai."
Mengingat kondisi ini, pejuang al-Qassam sampai pada kesimpulan bahwa dengan melancarkan operasi Badai al-Aqsa dan memberi kekalahan paling berat baik militer maupun intelijen dalam sejarah Zionis, maka mereka akan mampu memberi peringatan kepada Israel akan dampak kekerasan luas terhadap rakyat Palestina, serta membuat rezim ini semakin berhati-hati saat melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina.
Faktanya, pejuang al-Qassam telah membuktikan bahwa keseimbangan kekuatan seperti sebelumnya berbeda besar dan tidak menguntungkan Israel, serta faksi Palestina mampu memberi pukulan berat kepada rezim ini dan membela diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan Hamas melawan Israel adalah bukti dari pembelaan diri yang legal dan sah.