کمالوندی

کمالوندی

 

Imam Husein as adalah Cucu Tercinta Rasulullah SAW. Beliau gugur syahid di padang Karbala untuk menegakkan agama kakeknya, Nabi Muhammad SAW.

Perjuangan Imam Husein as telah menginspirasi perjuangan rakyat tertindas di berbagai belahan dunia untuk melawan para penguasa lalim dan pasukan asing yang menduduki wilayah mereka.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari tragedi di Karbala yang bisa dipetik umat Islam untuk melawan para penindas dan penguasa zalim. 

Rakyat Republik Islam Iran telah mengadakan acara duka setiap malam pada 10 hari pertama Muharam hingga tanggal 10 Muharam yang jatuh pada hari Minggu, 30 Agustus 2020.

Mereka memperingati hari-hari duka untuk mengenang kesyahidan Cucu Tercinta Rasulullah SAW di Karbala. Para peserta mengikuti acara dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku untuk mencegah penyebaran Virus Corona, COVID-19.

Imam Hussein as, keluarga dan para sahabatnya gugur syahid pada 10 Muharam 61 Hijriah di Karbala atau yang dikenal dengan Tragedi Asyura. Meski telah berlalu berabad-abad, namun peristiwa heorik itu tidak pernah berkurang urgensi dan kedudukannya, bahkan semakin berlalu, pesan Asyura justru semakin tersebar luas.

Tahun ini acara-acara duka mengenang kesyahidan Imam Hussein as di berbagai kota Iran sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena pandemi Virus Corona. Acara-acara duka ini lebih banyak digelar di ruang terbuka dengan tetap menjaga protokol kesehatan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Iran.

Kebangkitan Imam Hussein melawan pemerintahan tiran Yazid bertujuan untuk menjaga kelangsungan agama Islam yang terkena erosi kerusakan di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, motivasi perjuangan Imam Husein demi menjaga kesucian Islam dari berbagai penyimpangan yang dilakukan penguasa lalim di masanya. Imam Husein bangkit melawan Yazid bin Muawiyah bukan karena menghendaki kekuasaan, tapi karena ketulusannya membela ajaran agama Islam dan mengembalikan umat Islam dari berbagai penyimpangan.

Imam Hussein salah salah satu munajatnya berkata,"Ya ilahi, Engkau tahu tujuan kebangkitanku bukan bersaing untuk meraih kekuatan politik atau merebut kekayaan dan kemegahan dunia. Tetapi motif utama kebangkitanku demi menghidupkan kembali ajaran-Mu, mengibarkan tanda-tanda keagungan agama-Mu dan memperbaiki urusan di muka bumi. Kami akan membela hak-hak mereka yang dilanggar dan mengembalikannya kepada mereka. Kami akan mengikuti aturan yang telah Engkau wajibkan kepada para hamba-Mu untuk mengikutinya..."

Imam Husein dalam munajatnya ini dan berbagai perkataannya yang lain memiliki motif ketuhanan yang terlihat jelas di berbagai bidang, termasuk dalam gerakan perlawanannya menghadapi rezim lalim Yazin bin Muawiyah. Salah satu rahasia lain dari keabadian Asyura, karena setiap tindakan Imam Husein yang diikuti para pengikut setianya di Padang Karbala mengambil warna ilahiah, sehingga terbentuk totalitas dalam gerakannya demi memperjuangkan nilai-nilai Islami, sebagaimana  dalam surat Ar Rahman ayat 26 dan 27 yang menegaskan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".

Para wali Allah SWT dan ulama yang meneruskan jejak para Nabi berperan besar dalam menjaga obor petunjuk kebenaran petunjuk supaya tetap menyala untuk menerangi umat. Demikian juga yang dilakukan Imam Hussein dengan menyampaikan pidato penyadaran kepada para ulama dan tokoh masyarakat di zaman dengan mengatakan, "Jika Anda tidak membantu kami dan tidak bergabung dengan kami dalam memperjuangkan kebenaran, maka para penindas akan memiliki lebih banyak kekuatan untuk melawanmu dan akan menjadi lebih aktif dalam memadamkan sinar matahari yang bersinar dari Nabi kalian."

Melanjutkan pidatonya, Imam Husein bersandar pada prinsip ketauhidan dengan menjelaskan, "(jika Anda tidak membantu kami) Tuhan cukup bagi kami, dan kami bertawakal kepada-Nya, sebab takdir kita ada di tangan-Nya. Kita semua akan kembali pada-Nya". Selain menjelaskan prinsip ketauhidan, Imam Hussein setiap pidatonya, Imam Hussein mengajak orang lain dengan cara yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai ketauhidan.

Para pencari kebenaran sejati memandang seluruh kehidupan manusia dilakukan demi meraih ridha Allah swt. Sebab, dalam posisi tinggi ini, manusia menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dalam menghadapi semua peristiwa terjadi. demikian juga dengan Imam Hussein yang menyampaikan khutbah di Mekah, termasuk menyinggung peristiwa getikyang diprediksi akan terjadi padanya. Beliau dengan totalitas ketakwaan dan ketawakalannya berkata: "Apapun yang Allah tetapkan, aku ridha, dan aku akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan yang menghadang".

Menghadapi pihak-pihak yang menentang perjalanan Imam Hussein ke Karbala, beliau mengajak orang-orang yang tulus berjuang demi meraih ridha Alalh dengan sebagai prinsip utama perjuangannya dengan mengatakan, "Ketahuilah, siapa pun yang siap berjuang di jalan ilahi ini, maka bersiaplah untuk berangkat bertemu Allah (menjemput kesyahidan)..."

Manifestasi lain dari ketauhidan sebagai poros perjuangan Hussein ibn Ali dapat dilihat dengan jelas dalam tanggapan Imam terhadap surat perlindungan yang diberikan 'Umar ibn Sa'id, penguasa  Mekah  yang disampaikan Abd al-Ja'far, suami Sayidah Zainab, dengan yang mengatakan, "Orang yang beramal salih dan berserah diri kepada-Nya, niscaya tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya ..... Namun mengenai surat perlindungan yang telah kalian bawa, ketahuilah bahwa jaminan keselamatan terbaik hanya dari Allah swt.  Keamanan dari Allah berada dalam agama. Jika tidak takut kepada Allah, maka tidak akan aman di akhirat. Dalam pandangan ilahi, takut kepada Allah di dunia ini, akan menyelamatkan kita di akhirat nanti".

Imam Hussein berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, jika aku terbunuh sejengkal lebih jauh dari Mekah, maka  lebih aku sukai dari pada  darahku tumpah di tempat suci ini, dan jika aku terbunuh dua kali lebih jauh dari Mekah, maka lebih baik bagiku.". Pernyataan ini disampaikan Imam Husein sebagai reaksi atas kelaliman Yazid dan kerusakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan sebagai khalifa Muslim. Imam Husein bersedia sayahid demi menjaga kesucian Kabah yang berusaha dinodai oleh  penguasa lalim semacam Yazid.

Tidak seperti dinasti Umayah yang duduk di atas takhta kekuasaan dengan menghancurkan nilai-nilai Islam yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya, Hussein bin Ali yang dibesarkan di tengah keluarga Nubuwah dan Imamah sangat prihatin menyaksikan penodaan terhadap ajaran Islam dan berupaya mengembalikan umat menuju jalan kebenaran.

Oleh karena itu, Imam Hussein menyampaikan seruannya,"Sadarilah bahwa mereka adalah orang-orang mengikuti setan dan telah meninggalkan ketaatan kepada Tuhan, menyebarkan kerusakan dan kehancuran, serta melanggar syariat Allah, juga menjarah properti umum dan memonopolinya, dan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah swt maupun sebaliknya. Sementara aku akan datang untuk mencegah berlanjutnya situasi ini dan mengubahnya.".

Dukungan terbesar dari para pejuang yang mengorbankan dirinya demi mengharapkan ridha Allah swt merupakan hasil dari ketauhidan sebagai prinsip paling utama dalam hubungan antara Imam Husein dengan Allah swt, yang menginspirasi para pengikutnya untuk berjuang demi mempertahankan nilia-nilai agung dan luhur.

Pada malam Asyura, ketika pasukan musuh mengepung tenda-tenda Imam Husein dan pengikutnya, Imam Hussein sedang tenggelam dalam munajat dan doa. Di hadapan pengikutnya, beliau berkata  "... Aku ingin menunaikan shalat dan marilah kita memohon ampunan ilahi. Allah tahu bahwa aku menyukai doa, membaca al-Quran, shalat dan manajat serta banyak beristigfar,".

Dengan ketauhidan yang begitu kuat terhunjam, Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia tenggelam doa dan ibadah yang sangat khusuk. Mereka hidup seolah-olah tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun tentang peristiwa Asyura dan kesyahidan yang akan menimpanya, meskipun musuh sedang mengepung mereka di luar.

Sebelum peristiwa Asyura terjadi, salah seorang sahabat bernama Abu tsamamah bin Saidi mengingatkan waktu shalat segera tiba kepada Imam Hussein. Ketika itu Imam Hussein kepada pengikutnya berkata, "Kamu sudah mengingatkan kami akan waktu sholat. Allah menjadikanmu sebagai salah seorang yang mengingat Allah."

Ketika dzuhur tiba, Imam Husein meminta sedikit waktu untuk bermunajat kepada Allah untuk terakhir kalinya. Musuh menolak permintaan itu, tetapi Imam tetap mendirikan shalat tanpa peduli dengan tekanan dan hujanan panah musuh, dua sahabatnya gugur syahid dalam peristiwa itu.

Kekhusyukan dan ketenangan Imam Husein dalam shalat membuat para sahabatnya menitikkan air mata. Fenomena ini mengingatkan mereka pada sosok ayahnya, Imam Ali yang tidak pernah melewatkan shalat dalam perang dan berkata, "Kita berperang untuk menegakkan shalat."

 

Arbain adalah peringatan hari keempat puluh kesyahidan Imam Hussein dan para sahabatnya yang setia di padang Karbala.

Peristiwa 40 hari setelah kesyahidan Imam Husein di Karbala merupakan momentum yang sulit, perih dan menyedihkan, terutama bagi rombongan tawanan Karbala yang dibawa ke Syam. Tapi kemudian, momentum bersejarah ini telah mengubah duka menjadi sebuah gerakan aktif dan berpengaruh dalam memperjuangkan kebenaran menghadapi kebatilan.

Jabir bin Abdullah Ansari bersama muridnya Atiyah bin Sa'd, dan sekelompok orang dari Bani Hasyim memutuskan untuk melakukan perjalanan jauh dari Hijaz ke Irak, meskipun menghadapi bahaya di jalan dan represi politik dari penguasa ketika itu yang melarang mengunjungi makam Imam Hussein di Karbala.

Atiyah meriwayatkan, "Kami melakukan perjalanan dengan Jabir bin Abdullah Ansari untuk mengunjungi makam Imam Hussein. Ketika kami tiba di Karbala, Jabir pertama melakukan ziarah di sepanjang Sungai Efrat, mengenakan baju bersih (seperti muhrim yang memakai dua pakaian putih) dan mengeluarkan parfumnya dari tas (dia memintaku memberikan parfum), lalu mengenakan pakaian menggunakan parfum ke beberapa bagian tubuhnya hinga harum, dan berjalan tanpa alas kaki menuju makam, sementara mulutnya sibuk berzikir Tuhan."

"Salam atasmu wahai Hussein, aku bersaksi bahwa engkau adalah putra Nabi terbaik. Engkau adalah pemimpin orang saleh dan putera wanita agung surga. Kehidupanmu bersih dan kematianmu mulia. Tapi hati orang beriman terbakar dengan perpisahanmu. Damai bagimu danjiwa-jiwa mulai yang mati di jalanmu," ucap Jabir diriwayatkan Atiyah.

Jabir bin Abdullah Ansari menginjakkan kakinya untuk mengunjungi makam para syuhada Karbala. Sejarah mencatat bahwa Imam Sajjad dan Sayidah Zainab bersama kerabat Imam Hussein lainnya pada saat itu bergabung dengan Jabir yang terjadi sekitar 40 hari setelah peristiwa Asyura.

Jabir memeluk Imam Sajjad dan banyak menangis. Ia berada di makam Imam Hussein bersama keluarganya selama tiga hari dan mengadakan upacara duka.

Matahari telah melewati tengah hari, tapi tanah Karbala masih diwarnai oleh darah suci para syuhada. Sayidah Zainab tercengang dengan bencana besar yang menimpa keluarga Nabi. Dia menatap tanah Karbala, mengingatkan ulah sekelompok orang yang membantai anak-anak Rasulullah dan orang-orang terbaik yang menjadi pembantu keluarga Nabi.

Sayidah mengingat perjuangan Imam Hussein dalam membela haknya, rasa haus anak-anak Rasulullah SAW dan kekejaman  pasukan Yazid. Namun dalam duka yang besar ini, Zainab tetap gigih menyuarakan kebenaran, sebagaimana diusung Imam Husein sebelumnya.

Bani Umayyah percaya bahwa setelah peristiwa Karbala dan kesyahidan Imam Hussein dan para sahabatnya, Islam dihancurkan dan tidak ada jejaknya yang tersisa. Dengan gembira, Yazid menabuh kendangnya sambil bernyanyi: "Agama dan pemerintah mainan Bani Hashim dan sekarang hanya tersisa legenda. Tidak ada wahyu yang turun dan tidak ada berita yang datang." Kata-kata ini diucapkan Yazid ketika sebagian besar kawasan Asia Tengah dan sebagian Eropa berada di bawah kekuasaan pemerintahan Muslim dan dia berperan sebagai khalifah Muslim dan semua wajib membayar pajak kepada pemerintahnya.

Dua negara adidaya Iran dan Roma dihancurkan dan diperintah oleh Muslim, dan kekuasaan Yazid adalah satu-satunya kekuatan absolut yang menguasai dunia. Tapi kemudian, Sayidah Zainab berkata kepada dinasti Bani Umayyah, "Demi Tuhan! Apapun tipuan yang digunakan, kalian tidak akan pernah bisa menghapus nama dan ingatan umat mengenai kami (Ahlul Bait Rasulullah)."

Imam Sajjad dan Sayidah Zainab di Kufah dan Syam mengklarifikasi fakta bahwa Imam Hussein bangkit untuk menghidupkan kembali agama dan membebaskan masyarakat dari kekuasaan individu yang korup dan menindas, bahkan membunuh dengan cara-cara yang sangat keji.

Tujuan perjuangan Imam Husein demi menunaikan kewajibannya sebagai pengayom masyarakat dan penyelamat umat Islam yang telah diselewengkan dari nilai ajaran agung Nabi Muhamamd Saw oleh Bani umayah.

Di hadapan yazid, Sayidah Zainab berkata, "Wahai Yazid, mata meneteskan air mata dan dada terbakar api kesedihan, tangan-tangan kalian berlumuran darah kami. Demi Tuhan, kalian tidak akan pernah bisa menghapus nama kami, dan mematikan tekad baja kami! Wahai Yazid,  kekuatan dan tekadmu akan hancuran dan binasa, dan kekuasaanmu singkat." Apa yang disampaikan Sayidah Zainab menjadi kenyataan. 

Perkataan Sayidah Zainab dan Imam Sajjad  baik di Syahi, Kufah, maupun di jalan menyebabkan masyarakat menyadari kesalahannya selama ini. Sementara itu, salah satu putri Imam Hussein memeluk makam ayahnya dan berkata, "Wahai Karbala, kami telah meninggalkan untukmu orang yang memiliki jiwa Ahmad dan penerusnya. Wahai Karbala, kami mempercayakan kepadamu  tubuh yang bersih dan murni yang dikuburkan tanpa dimandikan maupun dikafani"

Di Madinah, ketika berita kedatangan keluarga Imam Hussein (AS) terdengar; orang-orang keluar dari rumah mereka dan berduka. Bashir. salah seorang penujnuk jalan dalam rombongan keluarga Rasulullah yang kembali dari Sham dan Kufah serta Karbala menuturkan, "Di seluruh penjuru Madinah, orang-orang membicarakan kemuliaan Imam Hussein sebagai cucu Nabi Muhammad Saw. Saya tidak pernah melupakan hari ketika orang semua menangis dalam satu hati, dan saya tidak melihat hari yang lebih pahit bagi umat Islam selain ketika itu,".

 


 

Selama bertahun-tahun berbagai peristiwa datang dan pergi, tapi semua orang menyaksikan bahwa api yang dinyalakan oleh Imam Hussein memberikan cahaya terang bagi sejarah selamanya dan memberikan kekuatan dan arah bagi orang-orang bebas dan mencari kebenaran. Sebab, perjuangan Imam Hussein tidak dilatarbelakangi oleh harta dan jabatan.

Beliau bangkit untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan pelestarian martabat manusia. Oleh karena itu, dalam perlawanannya, Imam Husein menampikan martabat moral yang sangat indah dan menghidupkan kembali semangat kesatria dan ketulusan hati.

Bahkan hingga kini, setelah bertahun-tahun lamanya, orang-orang dari seluruh dunia pergi ke Karbala untuk berpartisipasi dalam pawai duka Arbain untuk mengingat penindasan terhadap Imam Hussein dan para sahabat setianya.

Tahun ini pun, meski kehadiran peziarah berkurang akibat penyebaran virus Corona, namun hati para pencinta imam Husein tetap terpusat ke Karbala. Tahun ini, para pencinta Imam Husein membacakan ziarah dari jauh. Assalamulaika ya Aba Abdillah, Salam atasmu wahai Abu Abdillah. Salam untukmu Imam Husein dan syuhada Karbala.

Senin, 05 Oktober 2020 23:43

Syahadah; Sirah Para Nabi dan Maksumin

 

Sepanjang sejarah, syahadah merupakan sirah para nabi Ilahi dan mereka yang senantiasa menerapkan hukum dan ajaran agama di muka bumi, menjalankan keadilan dan menghancurkan kejahatan musuh agama.

Para Imam Maksum yang juga mengikuti sirah para nabi, untuk meraih tujuan ini mengerahkan segenap upayanya dan bahkan rela mengorbankan jiwa serta orang-orang yang mereka cintai demi meraih keridhaan Allah dan Imam Husein as melalui kebangkitannya di hari Asyura merupakan cermin dari gerakan ini.

Sirah Husein dan kebangkitannya memiliki akar di sirah Imam Ali bin Abi Thalib as dan sirah Imam Ali mengikuti sirah Rasulullah Saw. Imam Husein as mengumumkan bahwa tujuan dari kebangkitannya menentang pemerintahan Bani Umayyah adalah memperbaiki umat kakeknya, Muhammad Saw dan ayahnya Ali bin Abi Thalib as.


Allah Swt di awal surah Ibrahim mengisyaratkan risalah para nabi, sunah dan sirah mereka dalam membimbing dan memberi petunjuk manusia. Allah Swt di ayat pertama Surah Ibrahim menyebutkan salah satu misi para nabi adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan dan membimbing mereka ke cahaya yang terang dan kepada nabinya, Allah berfirman yang artinya, “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”

Allah Swt di ayat kelima Surah Ibrahim memerintahkan Musa memimpin kaumnya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan serta membimbingnya ke cahaya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah". Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”

Sementara itu, Allah Swt di ayat ke-25 Surah al-Hadid menyatakan bahwa tujuan dari pengutusan para nabi dan penurunan kitab samawi adalah menerapkan keadilan di bumi. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

Dengan memperhatikan pengertian dari dua ayat di atas, dapat dipahami bahwa tujuan final dari risalah para nabi adalah membuat umat bersinar dan keluar dari kegelapan serta pastinya masyarakat yang bersinar dan keluar dari kegelapan kinerjanya akan bertumpu pada keadilan.

Agar umatnya ditinggikan dan dicerahkan, dan untuk pelaksanaan keadilan dan keadilan dalam masyarakat, perlu dibentuk pemerintahan Islam yang di bawah naungannya hukum-hukum Ilahi akan dilaksanakan dan program yang disiapkan oleh sang Pencipta akan diikuti. Untuk mencapai pemerintahan Islami seperti ini dibutuhkan seorang pemimpin Ilahi yang telah tercerahkan dan ditunjuk oleh sang Pencipta untuk membimbing makhluk-makhluk dan membawa mereka menuju kesempurnaan manusia, dan akhirnya membawa mereka kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.

Al-Quran menyebutkan sirah Rasulullah Saw adalah mencerahkan masyarakat dan di ayat 157 Surah al-A’raf dinyatakan, “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”


Tidak diragukan lagi, para pemimpin pemerintahan Islam, yang merupakan model praktis dari nilai-nilainya, memiliki jalan yang curam untuk mencapai tujuan mereka dan harus selalu meminta pertolongan Tuhan.  Selain itu, untuk mencapai tujuan yang transenden, mereka tidak perlu takut pada musuh dan ancaman mereka, karena mereka memiliki keyakinan yang tulus pada kebenaran apa yang mereka lakukan dan mereka menyerahkan diri kepada Tuhan.

Sirah Nabi Ibrahim as sebagai model tauhid pertama dalam Islam tidak takut mati dan justru "mencari syahadah". Ketakutan akan kematian tidak ada di pemikiran Ibrahim (AS) dan meskipun dia diancam dengan kematian terburuk - yaitu melemparkannya ke dalam api - tidak sedikit pun ketakutan yang menguasainya. Dia percaya bahwa Tuhan mengetahui proses ini dan melihat dia dan membantu Ibrahim dengan cara apa pun yang dia anggap sesuai. Dalam pandangan Ibrahim as, kematian dan kemartiran bukanlah cacat, sehingga dia memohon kepada Tuhan untuk tidak membakarnya, jika itu bijaksana baginya untuk tidak dibakar, dia mengenal Tuhan sendiri. Ini adalah sirah Ibrahim dan sikapnya terhadap kemartiran.

Sementara itu, Imam  Husein as yang meneladani kakek tercintanya, juga memiliki spirit syahadah di dirinya dan rela dengan keputusan terbaik Tuhan. Oleh karena itu, di pidatonya di Mekah ketika akan bergerak ke Kufah, Imam Husein mendorong masyarakat untuk meraih kesyahidan dan berkata, “Kematian bukan belenggu atau pemaksaan, tapi sebuah kalung dan keindahan.” Pesan Imam Husien di Mekah ini merupakan indikasi dari cinta kesyahidan dan kemartiran Ibrahim as.

Oleh karena itu, Imam  Husein as mengikuti jejak Ibrahim as, baik itu kematian melalui api atau pedang. Sementara anak-anak Imam Husein as juga mengikuti jajak Ibrahim as. Anak Imam Husein setelah musibah di peristiwa Asyura, mereka tidak menyerah dan tidak pernah lalai memprotes kebijakan busuk Bani Umayyah. Imam Sajjad as menyampaikan khutbah di istana Yazid yang tidak pernah dilupakan sejarah mengenia kebangkitan Imam Husein dan kemazlumannya serta keluarga dan sahabat Imam Husein as.

Kebangkitan Imam Husein as adalah Islam dan Islam adalah agama yang komprehensif dan mencakup semua. Karenanya, kebangkitan Imam itu untuk reformasi umat secara menyeluruh. Seperti halnya dengan sirah kakek dan ayahnya, itu adalah reformasi umat Islam yang komprehensif. Agama Ilahi selain tindakan ibadah, perdagangan, dan hukum individu, memiliki batasan dan aturan syariah, hukuman, dan hubungan internasional.

Kebangkitan Imam Husein as - yang merupakan penerus Nabi (SAW) dan pemimpin agama Ilahi- adalah kebangkitan komprehensif untuk menghidupkan kembali keefektifan agama Ilahi, dan mereformasi urusan umat tidak mungkin dilakukan tanpa perjuangan yang komprehensif. Seperti yang beliau nyatakan dalam keinginannya bahwa Imam Husain telah bangkit untuk mereformasi umat nenek moyang mereka.

Jadi, ternyata Imam Husein as datang untuk mengimplementasikan agama yang tidak terpisah dari politik, dan menjelaskan politik agama dengan baik, dan jelas bahwa pekerjaan ini membutuhkan pedang dan pengorbanan. Kebangkitan Imam Husein as meneladani kebangkitan para nabi di masa lalu, menjelaskan kepada orang-orang di dunia apa itu sistem benar dan salah. Untuk memahami hal ini, Imam Husein tidak punya pilihan selain mengorbankan darah, mengorbankan anak-anaknya, nyawa dan harta benda, karena begitu banyak sedimen jahiliyah Bani Umayyah sehingga tidak mungkin untuk mengumpulkannya melalui ceramah dan surat.


Al-Quran memiliki ayat-ayat yang menunjukkan pembunuhan para nabi. Ayat-ayat ini merujuk pada fakta sejarah bahwa para taghut dan pemberontak di semua periode berusaha untuk menghancurkan kebenaran dan para pencari kebenaran, sehingga para nabi ilahi berperang melawan mereka dan kehilangan nyawa mereka dengan cara ini.

Misalnya di ayat ke 61 Surah al-Baqarah mengisyaratkan pengkhianatan Bani Israel dan pembunuhan para nabi, “....Dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” Para nabi harus memerangi para taghut dan di jalan ini mereka tidak pernah lalai, tetapi terkadang tidak mudah untuk mengenali orang-orang ini, karena orang-orang munafik dan bidah selalu menyergap untuk menyerang agama Ilahi.

Oleh karena itu, Allah Swt di ayat 11 Surah al-Baqarah berfirman yang artinya, “Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan". Berdasarkan ayat ini, sebagian orang yang mengaku sebagai reformasi di muka bumi, justru menjadi orang paling rusak dan merusak serta orang munafik di muka bumi. Dan jika ada yang memerintahkan mereka untuk bertakwa, mereka justru melawan dan menganggap dirinya sebagai reformis sejati.


Allah Swt berjanji akan menghapus dosa orang-orang bekerja meninggikan syiar Ilahi, rela menderita di jalan ini dan bahkan mengorbankan nyawanya. Dan Allah menjanjikan mereka dengan surga. Di ayat 195 Surah Al Imran, Allah berfirman, “....Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik".

Para nabi dan Imam Maksum di kondisi apapun senantisa menyeru kebenaran dan keadilan sehingga umat manusia mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Sepanjang sejarah kesiapan untuk syahid merupakan sirah para Nabi Ilahi  dan mereka senantiasa berusaha menerapkan ajaran agama di muka bumi, menerapkan keadilan dan menyebarkan keadilan di tengah umat serta menghancurkan kejahatan musuh. Imam Husein pun tidak terkecuali dalam hal ini.

 

Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan, misi utama Turki dan Amerika Serikat adalah memperlemah pemerintah Damaskus dan memecah wilayah Suriah.

Hal itu disampaikan Assad dalam wawancara dengan televisi Zvezda Rusia pada hari Ahad (4/10/2020).

"Damaskus tidak akan membahas masalah stabilitas Suriah pada pertemuan Komite Konstitusi di Jenewa, karena ada kelompok lain non-Suriah yang terdiri dari orang-orang yang dipilih oleh Turki di sana," ungkap Presiden Assad.

Dia menjelaskan bahwa Turki dan negara-negara yang berada di belakangnya, termasuk AS dan sekutunya, tidak tertarik dengan kerja produktif Komite Konstitusi Suriah.

"Tuntutan yang mereka ajukan mengarah pada pelemahan pemerintah Suriah dan pemecahan wilayah," tambahnya.

Assad mengatakan bahwa inilah yang terjadi di banyak kawasan dan negara lain di mana AS memaksakan konstitusi yang menimbulkan kekacauan dan fitnah ketimbang mengarah pada stabilitas.

"Kami menolak pendekatan seperti itu. Kami tidak akan membahas masalah stabilitas Suriah (dengan mereka)," tegasnya.

Putaran ketiga pertemuan Komite Konstitusi Suriah digelar dua bulan lalu di Jenewa, Swiss dengan tujuan menemukan sebuah solusi politik dan menyusun konstitusi baru Suriah. Pertemuan itu diadakan di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Komite Konstitusi Suriah memiliki 45 anggota yang mencakup 15 kelompok oposisi dan masyarakat sipil Suriah, dan juga perwakilan dari pemerintah Bashar Assad. 

 

Mantan Menteri Peperangan rezim Zionis, Avigdor Lieberman memperingatkan pecahnya perang saudara di Israel, dan menuduh Netanyahu mengorbankan rezim ini demi kepentingan pribadi.

Lieberman dalam wawancara dengan surat kabar Yedioth Ahronoth, Ahad (4/10/2020) kembali mengkritik keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ketua Partai Yisrael Beiteinu ini mengatakan, Netanyahu bekerja untuk kepentingan dan kelangsungan karir politiknya dan hal lain tidak penting baginya.

Dia menyebut Netanyahu sebagai sosok yang menuduh lawan-lawannya memusuhi warga di wilayah pendudukan dan melakukan segalanya untuk tetap berkuasa.

Lieberman juga tidak menutup kemungkinan terjadinya perang saudara di rezim Zionis akibat ulah Netanyahu yang lari dari proses hukum.

Ini bukan pertama kalinya Lieberman mengkritik Netanyahu. Sebelum ini, dia mengatakan Netanyahu sangat ingin melanggar perjanjian kabinet koalisi dengan Partai Blue and White dan ia pada akhirnya akan mengadakan pemilu ulang dengan dalih apapun. 

 

Dua roket Katyusha dilaporkan menghantam area di dekat Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Seperti dilaporkan laman Sabereen News pada Senin (5/10/2020), dua roket Katyusha ditembakkan ke Kompleks Pangkalan Victory di dekat Bandara Internasional Baghdad.

Secara bersamaan pangkalan ketiga, al-Tauhid di dekat Kedutaan AS di Zona Hijau Baghdad juga menjadi sasaran serangan roket.

Sistem pertahanan udara C-RAM yang disiagakan di kompleks Kedutaan AS dilaporkan menunjukkan reaksi dan suara ledakan keras terdengar dari wilayah itu.

Pada 29 September lalu, juru bicara Komando Gabungan Angkatan Bersenjata Irak, Brigadir Jenderal Yahya Rasool mengatakan sebuah komando khusus akan dibentuk untuk melindungi kedutaan asing dan para diplomat di Zona Hijau Baghdad.

Zona Hijau dan sektor militer Bandara Baghdad berulang kali menjadi sasaran serangan roket dalam beberapa pekan terakhir. Banyak kelompok dan para politisi Irak mengecam serangan tersebut dan mendesak agar pelakunya dideteksi.

 

Mantan komandan unit lapis baja militer Israel mengatakan, Israel gagal meraih tujuannya di intifada al-Aqsa dan intifada ini membuat Tel Aviv kehilangan kepercayaan diri.

Menurut laporan Koran Israel Hayom, Itzik Ronen, mantan komandan unit lapis baja militer Israel menambahkan, "Lebih dari 1.200 tentara Zionis terbunuh di intifada al-Aqsa dan militer rezim ini serta pemimpin politiknya gagal meraih ambisinya di berbagi level."

Ia mengatakan, tujuan intifada Palestina adalah menghancurkan demografi sosial Israel dan faksi Palestina menyerang untuk melemahkan Zionis serta mereka berhasil meraih tujuannya.

Jenderal Israel ini menekankan, respon Israel lemah di awal infitada al-Aqsa dan Zionis telah kehilangan kepercayaan terhadap elit politik dan komandan militer serta saat itu, seluruh pusat hiburan kosong dan Zionis tidak berani keluar dari rumah mereka.

28 September 2000, Ariel Sharon, ketua Partai Likud saat itu bersama sejumlah petinggi sipil dan militer Israel melanggar kesucian Masjid al-Aqsa dan membangkitkan kemarahan bangsa Palestina. Pelanggaran kesucian al-Aqsa ini memicu kebangkitan bangsa Palestina "Intifada al-Aqsa". 

 

Kata'ib Sayyid al-Shuhada (KSS) yang berafiliasi dengan Hashd al-Shaabi Irak menekankan, Kedutaan Besar Amerika di Baghdad pelaku serangan roket di Irak.

Kazem al-Fartusi, juru bicara KSS Senin (5/10/2020) saat diwawancarai laman Shafaq News mengatakan, "Ada bukti yang menunjukkan bahwa Kedubes AS di Irak melalui orang-orang bayarannya berada dibalik serangan roket.

"AS ingin merusak kondisi Irak dan mempengaruhi opini publik negara ini," tekan al-Fartusi.

Jubir Kata'ib Sayyid al-Shuhada (KSS) ini menjelaskan, AS melalui operasi seperti ini ingin menciptakan alasan bagi dirinya dan seperti sebelumnya berencana menarget pos-pos Hashd al-Shaabi dan faksi muqawama.

"Serangan terbaru roket yang dilakukan orang bayaran Amerika adalah serangan ke perumahan di wilayah al-Ridwaniyah di Baghdad yang menewaskan dan menciderai tujuh warga sipil termasuk sejumlah anak-anak dan perempuan.

 

Perjuangan Imam Hussein di Karbala adalah cermin utuh dari manusia sempurna dan Islam murni, yang menunjukkan kebenaran dan keadilan secara komprehensif dan menggambarkan kebersamaan akal dan cinta.

Gerakan Imam Hussein di Karbala bisa ditinjau dari berbagai aspek, sejarah, teologi, hukum, politik dan lainnya. Bahkan kaum revolusioner dan pencari keadilan telah melihatnya dengan berbagai pendekatan dan menafsirkannya. 

Kebangkitan Imam Hussein meski telah berlalu lebih dari seribu tahun silam, tapi hingga kini tetap menjadi sumber pelajaran penting. Peristiwa Karbala secara umum dan detailnya, mengandung aspek rasionalitas sekaligus cinta, serta tidak ada kontradiksi di natar keduanya dalam gerakan penting ini. Pemikir kontemporer Iran, Syahid Muthada Muthahhari juga menyebut akal dan cinta saling melengkapi selama Asyura dan menganggap tidak ada gunanya membicarakan kelebihan satu di atas lainnya yang harus ditonjolkan.

Syahid Muthahhari mengatakan, "Ketika kita ingin melihat kelengkapan Islam, kita juga harus melihat gerakan Husseini. Kita melihat bahwa Imam Hussein telah menerapkan nilai-nilai universal Islam di Karbala. Ketika seseorang berpikir tentang peristiwa Karbala, ia melihat hal-hal yang membuatnya takjub dan berkata bahwa ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, dan bahwa para Imam  telah menekankan bahwa semua ini harus tetap hidup dan tidak pernah terlupakan. Peristiwa ini adalah cermin dari [perjuangan menjaga] Islam."

Imam Husein adalah salah satu contoh nyata dari manusia sempurna dan gerakan perjuangannya juga memiliki berbagai dimensi yang berbeda; aspek cinta dan emosi, serta aspek rasional dan logis. Faktanya, dua wajah berbeda ditunjukkan dalam perjuangan beliau. Pertama, sosok yang sama sekali tidak mau menyerah, tunduk dan setuju kepada penindas. Kedua, sosok yang penuh kelembutan ketika bermunajat dan berdoa kepada Allah swt.

Aspek pertama, yaitu aspek cinta, yang menurut Syahid Muthahhari, adalah aspek kesucian di jalan Tuhan dan sisi transendental dari perjuangan Imam Husein. Aspek ini bisa dilihat dari dalam khutbah pertamanya yang beliau sampaikan, "Keridhaan Tuhan adalah keridhaan Ahlul al-Bait, oleh karena itu kami bersabar menghadapi musibah ini". Ekspresi puncaknya disampaikan Imam Husein menjelang kesyahidannya, ketika berbicara kepada Tuhan, "Aku ridha kepada takdir-Mu, aku aku berserah diri kepada-Mu dan mematuhi perintah-Mu.Tidak ada Tuhan selain Engkau, wahai Yang Maha Mendengar munajat!"

Aspek kedua adalah aspek epik perlawanan melawan penindasan yang dilakukan rezim lalim yang berkuasa. Dengan memahami kondisi budaya, politik dan sosial pada masanya, Imam sangat menyadari bahwa masyarakat Islam sedang menuju kematian bertahap dari agama dan nilai-nilai Islam, dan gerakan perlawanan harus muncul untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Islam yang ditelah diselewengkan, dan mereformasi masyarakatnya.

Sejarah menunjukkan bahwa dalam perjuangan Imam Hussein dari awal hingga akhir, ada orang-orang yang berangsur-angsur berpisah dari kafilah Husseini, sebaliknnya dan ada yang kemudian bergabung dengan beliau. Misalnya, Hurr bin Yazid Riahi yang menemukan jalan cinta hingga kesyahidannya di jalan Husseini. Tapi ada juga, Umar bin Saad yang memilih jalan kegelapan dengan memerangi Imam Husein.

Imam Hussein juga mendengarkan nasihat welas asih dari Abdullah bin Ja'far, suami Sayidah Zainab, dan saudaranya Muhammad bin Hanafiyah dan lainnya - yang didasarkan pada alasan yang kemaslahatan akal. Tetapi Imam Husein tetap melanjutkan perjuangan dengan menggunakan pertimbangan dengan cinta dan jihad di jalan Tuhan. Beliau berkata, "Siapapun yang ingin mewakafkan hidupnya di jalan ini dan telah mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan Tuhan, maka bergeraklah bersama kami."

Dalam perjalanan dari Mekah ke Kufah dan Karbala, Imam Hussein juga berseru "Ina lillahi waina ilahi rajiun (Kami dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya)" sebagai bentuk kesadaran beliau menyadari kondisi yang sedang terjadi. Beliau bertindak demi menghadapi penyimpangan pemikiran dan kemerosotan moral masyarakat yang berada di bawah rezim lalim.

 Kebangkitan Imam Husein untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Islam yang telah diselewengkan penguasa Bani Umayah ketika itu. Hal ini disampaikan Imam Husein dalam surat wasiat yang disampaikan kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiyah, "Saya tidak meninggalkan kota ini karena keegoisan dan mencari kesenangan, atau melakukan dan penindasan. Tetapi tujuan  perjalanan ini untuk memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan, amr maruf dan nahi munkar. Gerakan ini sebagai perbaikan, dan menghidupkan kembali ketentuan sesuai Sunnah Rasulullah Saw, dan  ayahku, Ali bin Abi Thalib."

Selain itu, sampai saat-saat terakhir hidupnya, Imam Husein secara eksplisit menyatakan posisinya melawan Yazid dengan mengatakan, "Jika tidak ada tempat yang aman bagiku di bumi, aku tetap tidak akan berbaiat kepada Yazid." Semua ini menunjukkan rasionalitas yang bernas dari  peristiwa Asyura.

Salah satu ciri rasional dari kebangkitan Imam Hussein adalah keberanian beliau mengungkap kerusakan dan kebobrokan dinasti Umayyah dan menanamkan semangat komitmen terhadap kebenaran. Penekanan khusus Imam terhadap Alquran dan sunah Nabi Muhammad Saw  dalam perjuangannya melawan penindasan demi menegakkan keadilan dan kebenaran.

Tentunya, Imam Husein adalah manifestasi sempurna dari akal ilahi, sekaligus juga cinta ilahi. Jika tidak memiliki kecerdasan ilahi, beliau tidak akan memiliki cinta ilahi, dan keduanya tidak akan bisa dipisahkan satu sama lain. Cinta terhadap ibadah dan munajat kepada Allah swt menjadi dasar dari pengorbanan demi menegakkan nilai-nilai Islam.

Kebangkitan Imam Hussein merupakan manifestasi dari surat Al-Ahzab ayat 23 yang berbunyi:

مِّنَ الْمُؤْمِنِینَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّـهَ عَلَیْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن یَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِیلً

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)".

 

 


 

Fisuf dan penulis Iran, Mohammad Reza Hakimi berkata, "Ketika seseorang memandang peristiwa Karbala, dia melihatnya sebagai sebuah manifestasi cinta yang indah dan pengorbanan diri maka akan terpesona. Sebab, menghadapi tangan kejam penindas yang penuh kebencian, ia melihat jiwa ksatria Imam Hussein yang rela berkorban dengan penuh cinta.

Di satu sisi gerakan Imam Hussein sangat logis dan diperhitungkan, dengan metode tertentu dan hasil tertentu. Jalan sejarah Islam, yang dimulai dengan perang menegakkan kebenaran melawan kebatilan diwujudkan dalam kebangkitan Imam Hussein. Dengan pertemuan akal dan cinta, gerakan Husseini menghapus tabir kemunafikan dan menghidupkan kembali Islam sejati.

Rahasia keabadian perjuangan Karbala tergambar dalam slogan "Setiap hari adalah Asyura, setiap tanah adalah Karbala" yang menyatukan akal dan cinta dalam perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran.

Imam Hussein lebih menyukai kematian dengan kehormatan daripada hidup dengan penghinaan, sehingga kebebasan dan keadilan akan tetap hidup selamanya. Semoga kita juga bisa mereguk manfaat dari setetes kecil lautan ilmu Imam Hussein dan menyerap keagungan jiwanya yang berjuang tanpa pamrih hingga mempersembahkan kesyahidannya.(

 

Gerakan al-Nujaba Irak menyatakan bahwa Kedutaan Amerika Serikat di Baghdad merupakan sebuah pangkalan militer, bukan misi diplomatik.

Wakil Sekjen Gerakan al-Nujaba, Nasr al-Shammari pada hari Rabu (30/9/2020) mengatakan tidak seorang pun berhak memberikan legitimasi kepada penjajah, dan orang-orang yang mengklaim bahwa AS datang atas permintaan pemerintah Irak, mereka terang-terangan telah berbohong.

“Kubu perlawanan tidak takut kepada AS. Para agresor dan boneka Amerika di kawasan tidak akan mampu merusak tekad kelompok perlawanan,” tegasnya.

Wilayah pemukiman al-Ridwaniyah menjadi sasaran serangan roket pada Senin lalu yang menyebabkan lima orang tewas dan dua lainnya terluka. Media dan jejaring sosial yang berafiliasi dengan AS dan Arab Saudi, menuding kelompok perlawanan terlibat dalam serangan tersebut.

Sektor militer di Bandara Internasional Baghdad juga berulang kali menjadi sasaran serangan roket dalam beberapa pekan terakhir.

Mayoritas rakyat Irak dan faksi-faksi politik menuntut pengusiran pasukan AS dari negara mereka. Parlemen Irak telah meloloskan sebuah resolusi terkait pengusiran pasukan AS.