Taubat
1. Imam Baqir as berkata, "Orang yang bertaubat dari dosa-dosanya sama seperti orang yang tidak punya dosa."[1]
2. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya Allah Swt gembira dengan taubat hamba-Nya yang mukmin, bila ia benar-benar bertaubat. Sebagaimana seorang dari kalian gembira akan kesesatannya, ketika kalian menemukannya dalam kondisi itu."[2]
3. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya Allah Swt mencintai hamba yang terjatuh dalam fitnah atau dosa lalu ia banyak bertaubat. Tapi bila ia tidak berbuat dosa, maka itu akan lebih baik dari ia berbuat dosa lalu bertaubat."[3]
4. Abu as-Shabah al-Kanani mengatakan, "Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, ‘Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya)..." Beliau menjawab, ‘Yakni, seorang hamba bertaubat dari dosa yang dilakukannya dan tidak mengulanginya lagi."[4]
5. Imam Baqir as atau Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, "Orang-orang yang telah sampai kepadanya mau'izhah dari Tuhannya, lalu terus berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah...' mengatakan, ‘Al-Mau'izhah dalam ayat ini bermakna taubat."[5]
6. Imam Baqir as berkata, "Ketika nyawa telah sampai di sini, beliau menunjuk lehernya, maka tidak ada taubat bagi orang alim, sementara masih ada waktu taubat bagi orang jahil."[6]
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.