Majelis Duka, Ritual Melestarikan Asyura

Rate this item
(0 votes)
Majelis Duka, Ritual Melestarikan Asyura

Sejarah masa lalu setiap umat akan membawa dampak yang berbeda terhadap kelangsungan mereka dan bahkan suku bangsa lain. Jika peristiwa itu adalah sebuah kisah heroisme dan revolusioner, maka nilai-nilainya akan terus dikenang lewat berbagai cara seperti, merekonstruksi ulang kejadian dan menghidupkannya. Dari sisi lain, melupakan peristiwa-peristiwa penting akan mendatangkan kerugian besar bagi umat manusia, karena ada banyak pengorbanan material dan spiritual yang dipertaruhkan untuk mengguncang dunia seperti, kehilangan para tokoh, kepedihan, dan kesengsaraan sebuah bangsa.
 

 

Peristiwa-peristiwa besar memuat banyak pelajaran dan pengalaman berharga untuk manusia. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai investasi besar setiap bangsa dan bahkan seluruh umat manusia. Akal sehat juga menyatakan bahwa peristiwa seperti itu harus dilestarikan dan dikenang serta dipetik setiap pelajaran yang dikandungnya.

 

Jelas bahwa peristiwa Asyura memiliki beragam dimensi, sebuah kejadian yang sarat pengorbanan bagi umat manusia. Kepergian Imam Husein as ÔÇô cucu Rasulullah Saw ÔÇô dan para sahabatnya, telah menyisakan kepedihan dan luka yang mendalam bagi keluarga dan anak-anak beliau.

 

Di sisi lain, peristiwa itu tidak terjadi untuk mengejar kepentingan individu dan golongan dan bahkan bangsa, tapi revolusi Karbala dan kesyahidan Imam Husein as merupakan sebuah ideologi yang mengandung banyak pelajaran dan nilai seperti, tauhid, imamah, amar makfruf dan nahi munkar, tuntutan akan kebenaran, perang anti-penindasan, keagungan jiwa, dan kemuliaan untuk seluruh umat manusia. Jika ideologi itu dapat diwariskan dari generasi ke generasi, seluruh umat manusia dapat memanfaatkan setiap episode pengorbanan di Padang Karbala.

 

Para Imam Maksum dan Ahlul Bait as menekankan penyelenggaraan majelis duka Asyura. Mereka menjadikan ritual itu sebagai poros untuk persatuan umat dan penyebar nilai-nilai luhur Islam. Sekarang, jutaan manusia dengan perbedaan ras dan agama menggelar acara duka untuk Imam Husein as dan berkumpul di bawah panji manusia suci ini selama bulan Muharram. Pada dasarnya, Ahlul Bait Nabi as mendorong masyarakat untuk menyelenggarakan ritual duka dan membentuk persatuan berlandaskan nilai-nilai perjuangan Imam Husein as. Hal ini tentu saja akan melahirkan sebuah kekuatan besar di tengah umat.

 

Kekuatan besar itu sudah lama tampak dalam gerakan spontanitas jutaan rakyat Iran dalam kebangkitan Revolusi Islam pada bulan Muharram dan Safar, khususnya pada hari TasuÔÇÖa dan Asyura. Kebangkitan itu telah meruntuhkan pilar-pilar rezim despotik dan di sini semakin terlihat jelas mengapa Ahlul Bait as menaruh perhatian besar terhadap peringatan peristiwa Karbala.

 

Seorang orientalis Jerman, Marbin dalam bukunya menulis, ÔÇ£Akibat ketidaktahuan beberapa penulis sejarah kita, majelis duka Syiah dianggap sebagai sebuah kegilaan. Namun, mereka sudah bersikap berlebihan dan memojokkan Syiah. Kita di tengah beragam suku bangsa tidak melihat komunitas seperti Syiah yang penuh semangat dan hidup, sebab para pengikut Syiah melalui pelaksanaan ritual duka mengadopsi kebijakan yang rasional dan menciptakan kebangkitan agama yang efektif." Dia menambahkan, "Tidak ada hal yang bisa menciptakan kesadaran politik di tengah Muslim seperti majelis duka Imam Husein as."

 

Majelis duka merupakan bentuk ikatan emosional yang kuat dengan seorang revolusioner dan penentang kezaliman. Menurut ungkapan Ayatullah Murtadha Muthahhari, "Menangisi orang syahid sama seperti ikut serta dalam perjuangannya." Perubahan spiritual yang dirasakan oleh individu yang menggelar majelis duka, akan membuka peluang untuk transformasi sosial. Pada dasarnya, kegiatan ini akan mempermudah pelestarian cita-cita Imam Husein as. Pelaksanaan majelis duka untuk para syuhada, khususnya Imam Husein as selain untuk mengabadikan nama dan perjuangan mereka, juga memiliki pengaruh emosional dan ikatan batin antara masyarakat dan para pembela kebenaran. Ritual ini akan menghidupkan spirit memerangi kezaliman di tengah umat. Imam Khomeini ra berkata, "Dengan menangis, membaca narasi duka, dan melantunkan syair, kita ingin melestarikan ideologi itu seperti yang sudah dilakukan sampai sekarang."

 

Menjaga agama Islam dan warisan Rasulullah Saw dilakukan dengan cara menghidupkan tradisi Ahlul Bait as. Mengingat para pemimpin zalim selalu berupaya untuk menghapus tradisi tersebut, majelis duka Imam Husein as akhirnya menemukan dimensi politik dan perjuangan. Dimensi politik dalam tangisan dan ratapan merupakan bentuk menghidupkan semangat anti-kezaliman itu sendiri.

 

Ajaran agama dalam madrasah Asyura merupakan pedoman untuk ibadah. Kemuliaan kaum Muslim terletak pada keimanan dan spiritualitas mereka. Pesan kebangkitan Imam Husein as di Karbala adalah untuk mewaspadai lunturnya keimanan dan spiritualitas serta bergesernya nilai-nilai. Hal ini merupakan bahaya terbesar bagi umat Islam. Dalam tradisi Syiah, melaksanakan majelis duka untuk para pemimpin agama khususnya Imam Husein as adalah ibadah, sebab kegiatan ini akan mendorong pengembangan nilai-nilai spiritual dan membantu manusia untuk mencapai kedudukan yang tinggi.

 

Menangisi dan berduka atas Imam Husein as akan menciptakan perubahan batin dan menjadi faktor pertumbuhan dimensi spiritual manusia. Tradisi ini juga akan membuka peluang untuk meniti jalan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Masyarakat juga mengikat janji setia dengan para pembela kebenaran agar mereka tidak sampai berkompromi dengan kubu zalim dan selalu siap memerangi segala bentuk tirani. Kesetiaan ini akan menjamin bangsa-bangsa dunia untuk melawan imperialisme dan menguburkan mimpi mereka untuk selamanya.

 

Sejarah menyimpan banyak pelajaran dan manusia perlu belajar darinya agar tidak mengulangi sejarah pahit masa lalu di masa mendatang. Al-Quran setelah menjelaskan tentang keadaan Nabi Yusuf as dan para saudaranya, berfirman, "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." Berkenaan dengan pentingnya belajar dari sejarah, Imam Ali as berkata, "Ambillah pelajaran dari masa lalu dunia untuk masa depan." Untuk itu, di antara sejumlah peristiwa sejarah yang sarat pelajaran adalah revolusi Asyura.

 

Menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, ratapan duka dan tangisan atas musibah Ahlul Bait as merupakan sebuah anugerah Tuhan, yang patut disyukuri di hadapan-Nya. Beliau berkata, "Dampak dari revolusi Asyura adalah meluasnya kebangkitan-kebangkitan Islam. Kita baru memahami kadar nikmat ini ketika kita mengetahui bahwa tugas pertama para hamba atas semua nikmat Tuhan adalah bersyukur dan berterimakasih serta berusaha untuk menjaganya."

 

Ayatullah Khamenei lebih lanjut menerangkan, "Kadang seseorang tidak memiliki nikmat tertentu, orang lain juga tidak akan bertanya tentang itu kepadanya. Namun, ia akan ditanyakan ketika menikmati anugerah tertentu. Salah satu anugerah terbesar adalah nikmat mengingat dan menyebut yaitu, nikmat majelis duka, nikmat Muharram, dan nikmat Asyura untuk masyarakat Syiah kita nikmat agung ini akan mempertemukan hati dengan sumber pancaran iman. Sepanjang sejarah, nikmat ini telah berbuat sesuatu di mana para penguasa zalim takut terhadap Asyura dan Imam Husein as."

 

Singkat kata, kebangkitan Karbala merupakan pelajaran untuk semua sejarah dan umat manusia. Peringatan peristiwa besar ini akan menjamin kebahagiaan kaum Muslim dan bahkan non-Muslim yang merdeka dan berkomitmen di sepanjang masa.

Read 1938 times