Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam pidatonya di Majelis Umum PBB mengatakan, sangat disayangkan sekali ribuan hujjaj dari Iran dan negara-negara lain di Arab Saudi telah menjadi korban ketidakmampuan dan manajemen buruk para pengelola haji Arab Saudi. Seraya menekankan penanganan hak-hak para korban jiwa dan luka di Mina, Rouhani menutut pertanggungjawaban para pejabat Arab Saudi untuk mengijinkan akses konsulat Iran untuk mengidentifikasi para hujjaj yang hilang dan pemulangan cepat jenazah mereka kepada keluarga mereka yang sedang berduka.
Rouhani mengatakan, kerugian dan luka perasaan jutaan Muslim akibat musibah Mina itu sedemikian besar sehingga tidak dapat diganti dengan peritungan materi. Menyusul tragedi tersebut, Presiden Republik Islam Iran, mengakhiri lawatannya ke New York lebih cepat dari yang dijadwalkan dan segera kembali ke Tehran untuk menangani masalah ini serta menghadiri pemakaman para korban.
Kamis 24 September 2015 dan hari pertama pelaksanaan manasik lempar jumrah, terjadi tragedi pahit dan getir di Mina. Peristiwa itu terjadi setelah jatuhnya derek bangunan di Masjidul Haram pada 11 September 2015 yang merenggut nyawa 120 hujjaj dan melukai 238 lainnya. Berdasarkan data terbaru, 228 hujjaj Iran meninggal dunia di Mina dan ratusan lainnya hilang. Nigeria, Iran, Maroko dan Mesir mencatat korban terbanyak.
Berdasarkan penyelidikan awal musibah Mina, penyebab musibah adalah desak-desakan dan kesulitan bernafas akibat kepadatan hujjaj. Itu terjadi karena penutupan jalur-jalur untuk manasik lempar jumrah pada hari itu.
Pasca musibah, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, segera merilis pesan khusus. Seraya menyampaikan simpati dan belasungkawa kepada anggota keluarga korban, beliau menekankan, pemerintah Arab Saudi harus menerima tanggung jawab beratnya dalam peristiwa pahit ini dan bertindak sesuai dengan persyaratan serta prosedur yang benar dan adil. Selain itu manajemen buruk dan langkah-langkah ceroboh yang menjadi penyebab peristiwa ini tidak boleh diabaikan. Beliau juga mengumumkan berkabung selama tiga hari di Iran.
Pada kesempatan lain, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menegaskan, pemerintah Arab Saudi lebih baik bertanggung jawab atas tragedi Mina dan melaksanakan kewajiban terkait, dengan meminta maaf kepada umat Islam dan keluarga korban, daripada lari dari masalah. “Dunia Islam menyimpan banyak pertanyaan terkait insiden berdarah Mina.” Menurut Rahbar, bencana pahit di Mina telah mengubah hari raya Idul Adha menjadi hari duka cita bagi Umat Islam.
Jumlah hujjaj untuk musim haji tahun ini lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya; namun pada saat yang sama kita menyaksikan peristiwa berdarah pada pelaksanaan manasik haji. Dengan demikian, manajemen buruk para pejabat Saudi sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Bahkan para pejabat negara-negara Islam juga telah menyebut peristiwa-peristiwa itu sebagai kecerobohan Saudi. Namun Arab Saudi, yang selama beberapa bulan terakhir sibuk berperang dan menumpahkan darah Muslim Yaman, berusaha melalui musibah Mina dengan tenang .
Jenderal Mansur al-Turki, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi pasca musibah Mina pada jumpa persnya menjelaskan aspek musibah Mina dan menyinggung peran nasib dan takdir dalam musibah itu. Dia menilai pembludakan jumlah hujjaj, gerakan di jalur yang berlawanan, panas yang menyengat dan juga qadha dan qadar, yang menurutnya termasuk dari bagian keyakinan agama, termasuk di antara faktor-faktor penyebab musibah itu.
Di lain pihak, Khaled Abdulaziz al-Faleh, Menteri Kesehatan Arab Saudi, berusaha menjustifikasi musibah Mina dan menilainya sebagai akibat dari ketidaktertiban para hujjaj. Dia mengklaim bahwa penumpukan hujjaj terjadi setelah sebagian hujjaj bergerak tidak sesuai program yang telah diumumkan lembaga-lembaga keamanan dan kementerian urusan haji. Dia juga berusaha segera lepas tangan dari tanggung jawab dan tugas-tugas sebagai pelayan Haramain Syarifain seraya mengaitkan peristiwa itu dengan qadha dan qadar Allah Swt.
Media massa Arab Saudi dan yang berafiliasi dengan Riyadh menjustifikasi musibah Mina dengan menyebutkan beberapa faktor seperti cuaca panas, gerakan berlawanan sebagian hujjaj dari jalur yang telah diumumkan dan ketidakpatuhan kelompok-kelompok hujjaj untuk melintasi jalut yang telah ditetapkan.
Akan tetapi koran Lebanon al-Diyar, memaparkan kisah berbeda dari musibah tersebut dan menulis, para pejabat Saudi menolak memberitakan melintasnya konvoi kendaraan salah satu pejabat tinggi negara itu di Masy’ar Mina yang mengakibatkan tewasnya ratusan hujjaj. Padahal kenyataannya, kendaraan Muhammad bin Salman, Pengeran Mahkota dan Menteri Perang Arab Saudi, bersama 200 pengawal dan 150 polisi, menerobos barisan hujjaj menuju pusat Mina.
Iring-iringan kendaraan pangeran Saudi itu mengubah jalur hujjaj dan bahwa kendaraan pengangkut Muhammad bin Salman melintas dengan cepat dari arah berlawan dengan gerakan hujjaj. Hal itu menimbulkan kepanikan di antara para hujjaj dan dimulailah musibah tragis itu. Setelah musibah terjadi, konvoi Muhammad bin Salmen meninggalkan lokasi dan membatalkan kunjungannya.
Hingga kini Muhammad bin Salman tidak muncul di depan publik dan Muhammad bin Nayef yang mengeluarkan instruksi pembentukan komisi pencari fakta musibah Mina. Emir Mekkah juga segera menarik diri dari masalah ini. Di akhir laporannya, al-Diyar menulis, “Apakah Arab Saudi berani mengumumkan penyebab utama musibah Mina di mana faktornya adalah Muhammad bin Salman?”
Jatuhnya derek bangunan di Masjidul Haram dan juga musibah Mina menuai gelombang kritikan di tingkat internasional terhadap rezim al-Saud. Kritikan tersebut mengindikasikan adanya masalah serius dalam manajemen haji oleh Arab Saudi, dan perlu pelaksanaan pertemuan internasional guna membahas pelaksanaan haji yang aman dan nyaman.
Para tokoh dan pemimpin dari negara-negara Muslim termasuk Presiden Republik Indonesia menuntut peninjauan kembali dan perbaikan manajemen haji oleh Arab Saudi.
Sementara itu Komisi VIII DPR RI, menyatakan, pemerintah Arab Saudi harus mencapai kesepahaman dengan negara-negara Islam demi peningkatan keamanan para hujjaj.
Dewan Internasional Mendukung Pengadilan Adil dan HAM yang bermarkas di Jenewa juga merilis pesan belasungkawa kepada para keluarga korban musibah Mina dan menuntut masyarakat internasional membentuk komisi penyelidikan multi-nasional guna mengungkap berbagai aspek dan faktor musibah memilukan itu.
Di bagian lain pesan itu disebutkan pula bahwa agar masyarakat dunia mengambil sikap-sikap resmi dan segera untuk melindungi nyawa ribuan orang dan mencegah terulangnya kembali musibah seperti itu.
Tidak ketinggalan pula Sekjen PBB, Ban Ki-moon dalam pesan belasungkawanya, meminta para pejabat Arab Saudi untuk segera melaksanakan tugasnya di hadapan para korban jiwa dan luka.
Benarkah apa yang terjadi di Mina dapat disebabkan oleh nasib, takdir, qadha dan qadar?
Mostafa Pour-mohammadi, Menteri Kehakiman Iran dalam hal ini menyatakan, “Kami memiliki tugas dan adalah masalah kolektif umat Islam, agar kita semua menindaklanjuti hak-hak individu korban, serta berbagai masalah politik terkait, secara serius.”(