Arbain, 40 hari memperingati kesyahidan Imam Husein bin Ali as dan para sahabatnya yang setia. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa pada peringatan Arbain, Jabir bin Abdullah Ansari, salah satu sahabat Rasulullah Saw, berziarah ke makam para syuhada Karbala dan bahwa pada hari yang sama rombongan tawanan dari kubu Imam Husein as tiba di Karbala dalam perjalanan pulang ke Madinah. Dalam riwayat disebutkan bahwa hari itu bertepatan dengan tanggal 20 Safar tahun 61 Hijriah, atau 40 hari setelah kesyahidan Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala.
Selama 40 hari, hati penuh duka dan mata berlinang air mata para wanita dan anak-anak, menceritakan besarnya nestapa mereka. Dan sekarang, rombongan yang berduka itu kini telah tiba di Karbala. Ketika kaki mereka menginjak tanah Karbala, seluruh adegan dan peristiwa memilukan di bumi nestapa itu seakan tertayangkan kembali di depan mata mereka. Teriak tangis dan sedu sedan anggota rombongan tersebut seketika meledak-ledak. Imam Sajjad as menatap makam para syuhada dan mengingat kembali hari penuh lara ketika beliau menyaksikan tubuh para syuhada roboh dan mencucapkan selamat tinggal. Kesedihan tiada tara meliputi batin Imam Sajjad as, dan hanya ucapan bibinya Sayyidah Zainab sa yang sedikit meringankan kepedihan di hati beliau.
Pada sore hari Asyura, Sayyidah Zainab sa berkata kepada Imam Sajjad as: “Jangan kau gelisah dengan apa yang kau saksikan. Allah Swt telah mengikat perjanjian dengan sekelompok dari umat ini untuk mengumpulkan anggota tubuh yang terpisah-pisah ini dan tubuh yang bergelimangan darah ini dan menguburkannya. Di bumi ini, mereka akan meletakkan sebuah tanda untuk makam ayahmu di mana berlalunya masa tidak akan menghilangkan dan merusaknya. Para pemimpin kekufuran dan pengikut kebatilan akan berusaha menghancurkannya. Akan tetapi upaya mereka akan semakin melantangkan kebesaran namanya (Husein bin Ali as).”
Sekarang, pada hari ke-40 pasca tragedi Karbala, Sayyidah Zainab sa bersama rombongan menginjakkan kaki di bumi penuh duri Karbala untuk menumpahkan kerinduannya di makam saudaranya. Sayyidah Zainab sa duduk di samping makam Imam Husein as dan dengan suara penuh kepiluan berbincang dengan Imam Husein as. Disebutkan dalam berbagai riwayat bahwa rombongan keluarga Imam Husein as dan sahabatnya itu tiga hari berada di Karbala dan setelah menggelar acara duka bergerak menuju Madinah.
Arbain merupakan peluang lain bagi kita untuk merenungkan kembali seluruh aspek dalam Asyura. Meski peristiwa itu terjadi pada waktu dan di tempat tertentu, akan tetapi pelajaran dan pesannya akan berlanjut hingga akhir perjalanan sejarah dunia. Karena kebangkitan Imam Husein as telah terikat dengan nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan terindah. Oleh sebab itu, pelajaran dan pesannya tidak akan pernah usang. Nilai-nilai yang membentu kebangkitan Imam Husein as adalah nilai-nilai yang juga diperjuangkan oleh para anbiya dan waliyullah.
Sepanjang sejarah, perlawanan terhadap kekejaman dan ketidakadilan, perjuangan menghadapi kaum mufsid dan pelanggar hak-hak masyarakat, selalu menjadi pedoman hidup manusia-manusia terbebaskan di dunia. Imam Husein as, yang juga termasuk di antara manusia-manusia yang dimuliakan Allah Swt, ketika menyadari ancaman yang dihadapi umat Islam, beliau tidak bungkam dan bangkit melakukan islah secara fundamental. Sesuai dengan ketentuan alam semesta, dunia adalah wadah untuk berbagai keutamaan, nilai-nilai indah kemanusiaan serta panggung perluasan perdamaian dan keadilan. Jika ada sekelompok yang bertindak bertentangan dengan sunnah ini, maka berat bagi manusia-manusia pencari Allah Swt dan kebenaran untuk hanya diam menonton. Ketika itu, mereka akan bangkit melawan sebagaimana yang telah dilakukan Imam Husein as di Karbala.
Imam Husein as sangat menekankan pada upaya penyadaran masyarakat, karena kebodohan dan penyimpangan sekelompok masyarakat, selalu menjadi pintu bagi para kaum durjana untuk menguasai dan semena-mena terhadap masyarakat. Sebagaimana yang dilakukan para penguasai Bani Umayah, yang memanfaatkan kebodohan dan ketidaksadaran masyarakat. Rezim Bani Umayah berusaha mendistorsi dan memutarbalikkan nilai-nilai yang diwariskan Rasulullah Saw, agar dapat berkuasa dalam masyarakat. Mereka mendistorsi ajaran dan konsep-konsep dalam agama demi kepentingan mereka.
Padangan yang dangkal dan perspektif menyimpang serta pengutamaan penampilan lahiriyah religius, termasuk di antara masalah yang diderita masyarakat Islam kala itu. Sementara itu, Imam Husein as yang mendeteksi penyimpangan tersebut, telah memperingatkan masyarakat akan berkuasanya para penipu lalim dengan berpenampilan patuh pada agama. Dalam hal ini beliau berkata: “Agama hanya permainan lidah mereka. Mereka menginginkan agama hanya jika melimpahkan dan menjamin penghasilan duniawi mereka dan ketika dihadapkan pada ujian dan bencana; betapa sedikit mereka yang (benar-benar) beragama.”
Bani Umayah membuat agama sebagai alat demi tujuan-tujuan politiknya serta berusaha keras untuk menggerogoti ajaran dan konsep agama. Rasullah Saw pada masa hidupnya, telah memperingatkan masyarakat akan munculnya gerakan seperti ini dan bersabda: “Di antara kalian akan muncul sekelompok orang, di mana kalian akan menganggap kecil, shalat dan puasa kalian di hadapan shalat dan puasa mereka serta amal kalian di hadapan amal mereka. Mereka membaca al-Quran, akan tetapi bacaan tersebut tidak lebih dalam dari tenggorokan mereka, dan kelompok ini akan seperti anak panah yang melesat dari busur dan keluar dari agama.”
Dalam persepektif manusia luhur seperti Imam Husein as, kehidupan hanya akan bermakna di bahwa kekuasaan Allah Swt dan kepemimpinan manusia saleh. Jika seseorang dan masyarakat, berserah diri di hadapan kekuasaan selain Allah Swt, maka dia akan terjerumus dalam kehancuran. Oleh karena itu, Imam Husein as menilai kekuasaan rezim pemuja dunia dan sewenang-wenang sebagai ancaman paling berbahaya bagi masyarakat Islam. Dengan demikian, Imam Husein as mengumumkan dan mengingatkan soal ketidaklayakan Yazid bin Muawiyah untuk menjadi khalifah Muslimin.
Secara gamblang dan tegas, Imam Husein as menjelaskan bahwa kebahagiaan umat Islam berada di bawah kekuasaan Allah Swt dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur ilahi. Melalui amr makruf dan nahyu munkar beliau mengacu pada islah urusan umat Rasulullah Saw. Dalam merealisasikannya, Imam Husein as berjuang hingga mengorbankan nyawanya. Dengan kesyahidan Imam Husein as, terjadi goncangan hebat dalam tubuh umat islam dan nurani yang terlelap dalam kejahilan atau terpuruk karena ketakutan, akhirnya tergugah dan bangkit. Oleh karena itu kita saksikan bahwa banyak orang yang tidak bersama Imam Husein as pada kebangkitan di Karbala, akan tetapi setelah Asyura, mereka banyak yang tersadarkan serta bangkit melawan penguasa zalim.
Ibn Khaldun dalam menjelaskan berbagai dampak pasca kesyahidan Imam Husein as di Karbala menulis, “Muncul gelombang kebencian terhadap pemerintah (Bani Umayah) dan para pengelolanya. Sekelompok masyarakat merasa menyesal karena tidak membantu putra Rasulullah Saw dan secara bertahap, gelombang kebangkitan meliputi masyarakat Islam serta menjadi awal dari gerakan Tawwabin, kebangkitan Umat Mukhtar dan berbagai kebangkitan lain.”
Perjuangan Imam Husein as bukan sebuah gerakan tanpa perhitungan, melainkan berdasarkan pada prinsip dan mekanisme yang sedemikian rupa sehingga tidak akan pudar ditelan masa. Tujuan, semangat, pesan kebenaran, mekanisme perlawanan dan perjuangan beliau, sedemikian rupa sehingga akan menjadi inspirasi bagi manusia-manusia bebas dan pencari kebenaran di sepanjang masa. Bagaimana tidak? Inspirasi itu juga terlahir ketika di puncak pertempuran, Imam Husein as tetap memberikan hidayah dan bimbingan dengan untaian kata irfani kepada sekelompok manusia yang akan membunuhnya.
Meski telah kehilangan putra dan sahabat-sahabatnya yang setia, Imam Husein as tetap berbicara kepada pasukan musuh dan menyeru mereka untuk menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan. Karena beliau adalah imam yang mengasihi umatnya dan yang menderita menyaksikan kejahilan dan penyimpangan masyarakat. Bertentangan dengan sejumlah klaim, jika kebangkitan Imam Husein as di Karbala adalah demi kepentingan-kepentingan duniawi seperti kekuasaan dan harta, maka gerakan beliau akan terpendam pada era tersebut dan tidak akan berlanjut sampai berabad-abad hingga sekarang.
Sekarang, setiap aspek dari kebangkitan Imam Husein as dapat menjadi inspirasi bagi kaum tertindas dan teraniaya. Saat ini, nama dan kenangan Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia, bergelora sedemikian rupa dalam hati jutaan manusia pecinta dari berbagai penjuru dunia, sehingga mereka menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki hingga makam Imam Husein as di Karbala menjelang peringatan hari Arbain. Fenomena ini mengingatkan kita akan hadis Rasulullah Saw yang bersabda: “Setelah kesyahidan Husein (as) akan menyala api di hati setiap mukmin yang tidak akan pernah redup dan padam.”(