Salah satu hak yang ditekankan dalam kitab Risalatul Huquq adalah hak pembimbing keilmuan atau hak guru atas muridnya. Tentunya hak guru hanya bisa dimengerti oleh mereka yang mengerti dengan baik kedudukan ilmu dan orang yang berilmu. Islam memandang ilmu tak ubahnya bagai air kehidupan yang memberikan kesegaran pada kehidupan manusia. Ilmu adalah pelita terang yang cahayanya menyinari jalan kehidupan manusia sehingga jalan kebahagiaan akan mudah dikenali dan dilewati. Allah Swt bersumpah dengan nama pena saat menurunkan ayat-ayat sucinya di kalbu Nabi Muhammad Saw di awal-awal masa kenabian beliau. Turunnya ayat tadi menunjukkan bahwa salah satu misi yang dibawa oleh agama Islam adalah untuk meningkatkan taraf budaya dan keilmuan umat. Tak heran jika Nabi Muhammad Saw dalam salah satu hadisnya memerintahkan umatnya untuk mengajarkan baca tulis kepada anak, dan pengajaran itu beliau sebut sebagai hak anak atas orang tuanya.
Dalam al-Quranal-Karim disebutkan pula bahwa salah satu cara terpenting untuk meyakini keesaan Allah adalah ilmu dan pengetahuan. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Islam memandang ilmu dengan pandangan penuh hormat. SuratAli Imran ayat 18 menyatakan, "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Ayat ini menjelaskan kedudukan ilmu dan makrifat dalam membantu manusia mengenal Allah dan menyembahnya sebagai Tuhan Yang Esa."
Imam Jakfar Shadiq as pernah mengibaratkan masyarakat seperti sungai dengan airnya yang mengalir deras. Orang yang menimba ilmu ibarat ombak sungai itu yang bergelombang dan menciptakan arus dari dirinya. Arus itulah yang membawa kemakmuran. Tapi ada pula yang bukan masuk golongan orang berilmu dan tidak pula mencari ilmu. Mereka tak lebih dari buih dan ranting-ranting yang tidak punya gerakan dari diri sendiri dan hanya bergerak mengikuti arus yang membawa mereka. Ranting-ranting itu terkadang berkumpul menjadi satu dan menghalangi gerak arus air sungai. Kepada kelompok ini Imam as mengimbau untuk mencari ilmu dan mengingatkan mereka untuk tidak bergerak tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Penghormatan kepada ilmu tentunya meniscayakan penghormatan kepada para ilmuan, kaum cendekia dan ulama. Hanya saja dalam kacamata Islam, hanya orang yang mengamalkan ilmunya yang berhak mencapai kedudukan makrifat yang tinggi. Mereka inilah yang layak menjadi panutan dan teladan bagi umat masyarakat umum. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw bersabda, "Barang siapa melangkahkan kaki untuk mencari ilmu maka Allah Swt akan membukakan jalan baginya menuju surga dan para malaikat menghamparkan sayap untuk pijakan kakinya dengan penuh suka cita. Barang siapa melangkahkan kaki untuk mencari ilmu maka seluruh penduduk langit dan bumi akan memintakan ampunan dan maghfirah baginya."
Dalam sebuah hadis yang lain, Nabi Saw bersabda, "Kelebihan orang yang berilmu dibanding orang yang taat beribadah seperti kelebihan sinar bulan purnama dibanding bintang-bintang di langit." Hadis ini mengandung arti bahwa orang yang beribadah hanya menyelamatkan diri sendiri dengan ibadahnya, akan tetapi peran orang yang berilmu sama seperti pelita yang menerangi masyarakat sekitarnya. Orang yang alim dengan nasehat dan ilmunya dapat menyingkirkan kesesatan dan kebodohan serta mencegah masyarakat dari keterjerumusan ke dalam jurang kehancuran.
Imam Sajjad menjelaskan bahwa orang yang mengetahui kedudukan ilmu pasti akan menghormati orang alim. Karena itu, mahasiswa dan maupun pelajar yang sedang menuntut ilmu harus menghargai guru yang membimbingnya di jalan keilmuan. Artinya, guru dan orang alim punya hak atas para pelajar dan murid-muridnya yang berupa penghormatan mereka kepada guru. Selain itu, kata-kata guru ketika sedang mengajar dan memberikan penjelasan harus didengar dengan baik supaya materi ilmiah yang disampaikannya bisa dipahami dan dimengerti.
Orang yang mendengar kata-kata kebenaran atau penjelasan ilmiah hendaknya menyampaikan materi yang diterima secara sempurna tanpa kekurangan sedikitpun. Dengan demikian, orang lain bisa memanfaatkan ilmu dan kebenaran itu. Ketika berada di sisi guru, seorang murid dituntut untuk bersikap sopan dan menghindari perkataan kosong yang tidak berguna.
Nabi Saw dan para Imam Ahlul Bait serta para ulama menekankan untuk menjaga tata krama dalam berhubungan dengan guru. Imam Ali bin Abi Thalib as sangat menekankan soal kerendahan hati dan tawadhu di depan guru. Dalam sebuah riwayat beliau berkata, "Barang siapa mengajarkan kepadaku barang satu kata, berarti dia telah menjadikanku budaknya."
Dalam Risalatul Huquq, Imam Sajjad as memerintahkan para pelajar dan pencari ilmu untuk menghormati guru. Imam as menekankan untuk menjaga amanat dalam apa yang ia pelajari. Sebab, terkadang kebenaran dan kesalahan sebuah masalah akan menjadi jelas lantaran nisbatnya kepada Nabi atau para imam. Karena itu amanat harus dijaga sehingga kebenaran akan terjaga pula.(IRIB Indonesia)