Posisi Undang-Undang dalam Al-Quran dan Sunnah

Rate this item
(0 votes)
Posisi Undang-Undang dalam Al-Quran dan Sunnah

 

Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa undang-undang, baik itu dalam bentuk adat, tradisi atau undang-undang tertulis, senantiasa mengatur kehidupan manusia. Tanpa adanya aturan sosial, manusia tidak akan pernah bisa hidup. Terlebih lagi setelah hubungan sosial manusia menjadi semakin kompleks, kebutuhan adanya aturan dalam kehidupannya menjadi hal yang penting.

Undang-undang merupakan kumpulan perintah dan larangan yang menentukan cara berperilaku manusia dalam kehidupan sosial.Tanpa adanya aturan, kehidupan manusia akan bermasalah dan muncul kekacauan.

Ketika masyarakat menginginkan hidup sosial, bekerjasama dengan yang lain dan membagi kerjasama ini di antara mereka, maka muncul benturan antara kepentingan dan keinginan mereka. Siapa yang menginginkan saham yang lebih dari lain atau menentukan cara menyikapi orang lain sesuai dengan keinginannya yang tidak disukai orang lain, maka yang muncul adalah ketegangan di antara mereka. Untuk mencegah terjadinya perselisihan ini, harus ditentukan batasan-batasan dan menyusun undang-undang. Bila hal ini tidak dilakukan, maka kehidupan sosial manusia akan goyah dan fondasinya akan hancur. Pertanyaannya, sejak kapan dan di mana undang-undang ini disusun dan ditampilkan, sekalipun sederhana

Tampaknya undang-undang yang paling tua dan komprehensif untuk pertama kalinya di kerajaan Babel yang disusun oleh Hamurabi. Ia berkuasa sejak tahun 2123 hingga 2080 SM di Babel (sekarang Irak). Piagam dunia yang dibuatnya lebih banyak terkait dengan urusan seperti menuduh orang lain, bersumpah bohong, menyuap hakim, tidak adil dalam menghukumi, hubungan antara pemilik dan budak, hukum perdagangan dan hak-hak keluarga. Tapi latar belakang undang-undang ilahi sudah ada pada masa Nabi Nuh as yang lebih tua dari piagam Hamurabi.

Nabi Nuh as sendiri merupakan satu dari Nabi Ulul Azmi yang memiliki syariat dan hidup sebelum Nabi Musa  dan Isa as. Berkembang luasnya masyarakat dan munculnya perselisihan terkait kepentingan materietnis dan lain-lain menyebabkan para nabi membawa  undang-undang yang sesuai untuk masyarakatnya demi menyelesaikan perselisihan dan menunjukkan jalan kebahagiaan. Undang-undang ini dibawa mereka kepada manusia dalam bentuk agama yang secara bertahap semakin menyempurna, sehingga Nabi Muhammad Saw pamungkas para nabi membawa undang-undang Islam secara sempurna.

Undang-undang Islam dalam bentuk kitab langit yang disebut al-Quran dibawa oleh Rasulullah Saw untuk manusia. Dengan demikian, al-Quran itu sendiri menjadi buku undang-undang Islam. Dalam buku undang-undang ini termuat program untuk membimbing manusia, bagaimana hubungan sosial, perintah dan larangan baik yang bersifat hukum maupun moral dan lain-lain. Al-Quran menjadi penjelas undang-undang ilahi. Di sini, undang-undang ilahi memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan undang-undang lain yang disusun oleh manusia.

Undang-undang yang tepat dan komprehensif semestinya dapat menjawab kebutuhan materi dan spiritual manusia. Pelaksanaan undang-undang ini dengan sendirinya menjadi sarana bagi kesempurnaan dan pertumbuhan semua potensi manusia baik di bidang materi maupun spiritual, sekaligus menciptakan ketenangan bagi manusia. Mencermati ayat-ayat al-Quran dengan mudah menemukan hakikat ini bahwa pembuat undang-undang ini adalah Allah Swt yang Maha Kuasa dan Bijaksana. Undang-undang yang sesuai untuk manusia memiliki parameter dan bila penyusunnya tidak mengetahuinya, maka ia tidak akan dapat menyusun undang-undang seperti ini.

Satu dari parameter yang harus ada dalam sebuah undang-undang adalah kebenaran sebagai porosnya. Yakni, para penyusun undang-undang harus memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap individu dan kelompok-kelompok masyarakat. Undang-undang yang dihasilkan jangan sampai menekan sebagian orang atau kelompok masyarakat dan tidak juga memberikan kelebihan yang tidak rasional kepada sejumlah orang atau kelompok. Undang-undang harus menguntungkan semua orang dan kelompok. Dengan kata lain, menjamin maslahat setiap pribadi atau kelompok dan menyesuaikannya dengan maslahat orang atau kelompok lain. Undang-undang yang harus menyoroti maslahat dan mafsadah individu dan masyarakat, ada jaminan pelaksanaan dan mendukung kesempurnaan spiritual dan tujuan penciptaan manusia.

Apakah manusia yang menyusun undang-undang memiliki parameter yang diinginkan? Tak syak bahwa pengetahuan manusia terbatas. Manusia tidak dapat membangun Madinah Fadhilah atau utopia yang sempurna berdasarkan aturan dan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Kekurangan paling utama dari undang-undang buatan manusia bersumber dari kebodohannya. Pengetahuan biasa manusia yang didapat lewat panca indera dan akal berperan besar dalam menjamin kebutuhan hidupnya.Tapi untuk mengenal jalan kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki baik dari sisi individu dan sosial, materi dan spiritual serta duniawi dan ukhrawi, panca indera dan akal saja tidak cukup. Bila tidak ada jalan lain untuk menutupi kekurangan ini, maka tujuan Allah dalam menciptakan manusia tidak pernah terealisasi. Jalan itu adalah wahyu yang diberikan kepada para nabi.

Menguasai segala dimensi kehidupan manusia dan menentukan arah bagi manusia bukan saja sulit bagi satu ada beberapa orang, tapi ribuan pakar di pelbagai disiplin ilmu humaniora juga tidak dapat mengungkap formula yang kompleks ini dan membuat undang-undang yang detil dan lengkap. Undang-undang yang menjamin semua maslahat individu dan sosial serta materi dan spiritual manusia. Proses perubahan undang-undang yang terjadi berkali-kali sepanjang sejarah manusia menunjukkan bahwa sekalipun telah ada upaya serius dari para pakar, tapi tetap saja mereka masih belum mampu membuat sebuah sistem hukum yang benar dan sempurna. Tentu saja untuk menyusun undang-undang ini telah ada upaya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin sistem hukum ilahi dan syariat ilahi.

Undang-undang ilahi memiliki banyak pembagian dan telah disinggung dalam al-Quran. Satu bagiannya disebut "undang-undang takwini". Yakni sistem yang mengatur alam ini dan ciri khasnya telah ditanamkan pada semua makhluk. Dalam surat Thaha ayat 50 telah dijelaskan mengenai undang-undang takwini ini yang dikenal dengan hidayah umum. Allah Swt berfirman, "Musa berkata, 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." Setiap jenis makhluk memiliki jalur khusus untuk mencapai kesempurnaannya dan tidak ada kesalahan dalam menjalani jalur ciptaan yang telah ditentukan bagi masing-masing jenis makhluk.

Bentuk lain dari undang-undang ilahi adalah "undang-undang tasyri'i" yang hanya khusus bagi manusia. Undang-undang ini mengatur hubungan antara makhluk dan khalik dan begitu juga hubungan antara individu masyarakat secara adil. Allah Swt menyampaikan undang-undang ini lewat orang-orang pilihan yang diutus kepada manusia. Hidayah ini juga biasa disebut hidayah tasyri'i. Dalam surat al-Baqarah pada ayat 213 disebutkan, "..., Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan ..."

Ayat 213 surat al-Baqarah ini mengisyaratkan satu kenyataan bahwa satu dari alasan pengutusan para nabi adalah menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan undang-undang ilahi. Dengan demikian, Allah Swt tidak membiarkan begitu saja kebutuhan manusia akan hidayah dan undang-undang. Dalam banyak ayat al-Quran, Allah Swt telah menyinggung hakikat ini bahwa Kami telah menunjukkan jalan hidayah kepada manusia. Al-Quran sendiri merupakan kitab undang-undang langit terakhir dan wahyu ilahi yang menjadi metode terbaik dalam mendapatkan hidayah. Allah Swt dalam al-Quran surat al-Isra ayat 9 berfirman, "Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar."

Undang-undang ilahi dari sisi substansi dan bingkai amal memiliki perbedaan mendasar dengan undang-undang buatan manusia. Tujuan dari seluruh undang-undang manusia adalah membimbing individu untuk memanfaatkan kelebihan materi dan duniawi yang ada dengan lebih baik dan banyak. Sementara kebahagiaan dan kesempurnaan manusia tidak terbatas hanya pada hal-hal yang bersifat materi. Kesempurnaan ruh dan dimensi batin manusia lebih dalam dan penting, sementara pada saat yang sama undang-undang manusia tidak mampu menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa kebahagiaan manusia ada pada pemahaman dan pelaksanaan undang-undang ilahi yang tidak ada kekurangan di dalamnya.

Kelebihan undang-undang ilahi adalah hubungannya yang erat dengan moral. Apa yang membuat undang-undang berpengaruh di tingkat individu dan sosial kembali pada adanya kekuatan moral dan komitmen individu dan masyarakat untuk mengamalkan undang-undang. Karakter moral agama menyebabkan ajaran-ajaran agama dapat menyebar ke seluruh dunia dan orang-orang mukmin dengan tenang dapat mengamalkan undang-undangnya. Dalam keyakinan mereka, ajaran ilahi terbentuk berdasarkan maslahat hakiki dan nilai-nilai moral manusia. Dengan dasar ini, seorang muslim komitmen dengan kewajibannya. Kewajiban ibadah pada dasarnya merupakan bentuk ujian penghambaan dan dengan mengamalkannya, seorang mukmin akan semakindekat dengan Allah Swt.

Sesuai dengan ajaran agama, nilai hakiki manusia sesuai dengan seberapa dekatnya dengan Allah. Dari sini, kita melihat banyak hukum dan undang-undang dalam al-Quran yang dijelaskan disertai dengan peringatan yang pada gilirannya merupakan peringatan moral. Sebagai contoh, berpuasa dengan takwa, jihad dengan mengingat Allah, perceraian dengan menjauhi bersikap zalim, menaati Allah dan Nabi disertai dengan sikap hormat dan mengeluarkan hukum disertai keadilan. Hubungan erat ini menyebabkan manusia dengan mudah dan senang melaksanakan undang-undang ilahi. Karena beramal disertai takwa dan menuruti nasihat akhlak membuat manusia semakin dekat kepada Allah Swt.

Read 919 times