Matinya Idealisme Marx
Tesis Tentang Feuerbach: Kematian Idealisme dan Akhir Materialisme Bojak serta Humanisme Marx Antara Naskah-Naskah Paris 1854 dan Ideologi Jerman, suatu karya Marx yang sohor dan monumental serta menentukan perkembangan pemikirannya selanjutnya, yaitu Tesis Tentang Feuerbach, secara spektakular muncul. (Gidden 1986: 25). Dalam karya ini Marx, dengan ‘ketajaman ilmiah’ dan ‘sikap yang rigorus dan antusias’ mengritik L. Feuerbach mengafirmasikan sikap dan ketetapan hati untuk berpegang pada materialisme. Idealisme Hegel, yang didaulat berjalan dengan kaki terbalik, digantikan dengan kaki tegak menyerbu langit. Perpisahan idealisme dengan materialisme menjadi tuntas atau definitif.
Demikianlah perdebatan hangat dan serius dalam Klub Doktor, dimana Marx sebagai anggota, - sikap “antara” Feurbach, tokoh sohor Hegelian Muda dari faksi Hegelian Kiri, sebagai ‘materialisme bojak’ sarat dengan keraguan-raguan, - kendatipun berorientasi antropologik, empiris dan anti-religius - secara meyakinkan disudahi Marx. Buku ini sekaligus merupakan lonceng kematian bagi idealisme Hegel dan juga satu pukulan telak terhadap sikap semi mistik Feuerbach. Dengan buku ini Marx juga mendeklarsikan kemenangan mutlak bagi materialisme yang telah diangkat Feurbach sebelumnya dalam bentuk materialisme bojak ke singgasana manusia. Naskah Naskah Paris didalamnya Tesis Tentang Feurbbach termaktub kepedulian Marx terhadap manusia dan ketakziman terhadap nilai-nilai humanitas tereksplisitaskan.
Buku ini adalah suatu maklumat filosofis yang menentukan bagi perkembangan pemikiran Marx sampai masa tua, sekaligus menjadi wacana Marxisme. Dalam buku tersebut Marx menampilkan hasil pergulatannya yang intens tentang materialisme yang telah dimulai semenjak disertasi doktoralnya tentang materialisme dan Demokritos, dan sikap kritis terhadap Feurbach. Sikap kritis Marx ini selanjutnya diwariskan kepada generasi pertama teori kritis Marxisme, Karl Korsch dan George Luckack, kepada generasi kedua, Mazhab Frankfurt Adorno dan Hoikheimer, dan kepada generasi ketiga dengan teori komunikasi Jurgen Habermas pada abad XX. (Pembagian generasi teori kritis ini berasal dari saya sendiri, yang berbeda dari kategorisasi lazim, yaitu hanya dua generasi seperti yang lazim digunakan dalam literatur Marxist. Pen. ).
Adapun sikap tegas dan korektif Marx yang tertuang dalam Tesis Tentang Feuerbach, antara lain: Pertama-tama, pendekatan Feurbach didaulat bersifat a-historis. Marx menuduh Feuerbach masih terjebak dalam sifat mistik Hegelian, dan masih menempatkan manusia sebagai sesuatu yang abstrak yang mendahului masyarakat. Kekeliruan lainnya, terlihat dalam cara gegabah dan kontroversial Feuerbach, bahwa ia tidak hanya menurunkan manusia menjadi orang saleh, akan tetapi gagal melihat bahwa rasa saleh itu sendiri merupakan produk sosial, dan bahwa manusia abstrak yang menjadi pusat analisisnya masih tergolong dalam satu bentuk masyarakat tertentu. Materialsime Feurbach juga masih tetap berada pada tataran doktrinal filsafat, yang menganggap perangkat gagasan merupakan kontemplasi kenyataan materil, sebagai yang terkuduskan dan determinan terhadap kegiatan manusia.
Pada kenyataannya, ada suatu hubungan resiprokal antara kesadaran dan praxis manusia. Feurbach seperti halnya dengan semua ahli filsafat materialis terdahulu memperlakukan kenyataan materil sebagai sesuatu yang menentukan kegiatan manusia, dan tidak menganalisa modifikasi dunia obyektif dengan subyeknya, yaitu dengan kegiatan manusia. Dengan kata lain, Marx juga membuat titik persoalan yang sangat krusial. Dikatakan bahwa doktrin materialistis Feurbach tidak memiliki kapabilitas untuk menangani fakta. Kegiatan revolusioner adalah hasil dari tindakan tindakan manusia yang dilakukan dengan sadar sesuai dengan yang dikehendakinya. Feuerbach sebaliknya menggambarkan dunia ini dalam kaitan pengaruh sejarah kenyataan materi dan gagasan gagasan. Akan tetapi ia lupa bahwa keadaan diubah oleh manusia. Dengan istilah keadaan yang diubah tersebut Marx menganologikannya dengan “sang pendidik harus dididik”. Di sini Marx maju selangkah dan meninggalkan Feurbach denga filsfat antropologinya. Namun demikian harus diakui, demikian Marx, Feurbach berhasil menggeserkan filsafat Hegel tidak lain adalah agama yang diseludupkan ke pikiran dan dikembangkan oleh pikiran dan sama saja harus dikutuk seperti halnya dengan suatu bentuk dan cara lain dari adanya keterasingan. Akan tetapi dengan bertindak demikian, Feuerbach mengemukakan suatu materialisme bojak, atau meminjam Gidden menyebutnya sebagai materiallisme tafakur atau materialisme pasif. Ia juga berkontemplasi cemerlang terutama dalam mengabaikan penekanan dialektika Hegel yang berkutat diseputar roh, manusia abstrak dan dari hal yang negatif sebagai prinsip penggerak dan pencipta. (Gidden, 1986 : 26).
Dalam Hakekat Agama Kristen, Feuerbach menempatkan materialisme kembali ke atas tahta. Alam adalah dasar yang diatasnya manusia adalah hasil dari alam. Tidak ada yang ada di luar alam dan manusia, dan mahluk halus yang tercipta oleh fantasi agama adalah pencerminan fantastik dari hakikat manusia. Marx terpengaruh oleh Feuerbach. Pemikiran materialisme yang telah dirintis oleh Feuerbach selanjutnya dituangkan dalam Keluarga Suci dan Ideologi Jerman. David Strauss dalam Kehidupan Jesus, terbit pada tahun 1835, mengatakan bahwa terjadinya mitos di dalam kitab kitab Injil kemudian diserang oleh Bruno Bauer dengan pembuktian bahwa seluruh seri cerita penyebaran agama nasrani adalah hasil rekaan penulisnya sendiri. Pertentangan antara keduanya berlangsung dengan berkedokkan filsafat, berupa perjuangan antara kesadaran dan perjuangan, antara kesadaran dan zat. Masalah apakah cerita-cerita mujizat di dalam kitab Injil terjadi lewat penciptaan mitos di bawah lapisan tak sadar di tengah-tengah masyarakat. Stirner, nabi anarkisme zaman itu. Bakunin telah mengambil banyak pemikiran mitosisasi Strauss selanjutnya dibakukan dalam upaya untuk menutupi mitosisasi dan historisasi dengan egonya yang berdaulat.
(Engels , 2000: 18-19).
Filsafat oleh Marx digeserkan ke tataran praxis, yaitu suatu aktivitas sadar manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai bagian dari alam manusia merealisasikan diri melalui kerja. Filsatat materialisme yang lahir dari kandungan pemikiran Hegel dan yang menampatkan manusia sebagai yang abstrak, dan filsafat materialisme Feuerbach yang masih berkutat pada tataran agamawi, oleh Marx digeserkan mejadi dasar pemahaman realitas dan manusia. Diawali dengan rasa geram terhadap materialisme bojak Feurbach, Marx mendeklrasikan suatu maklumat kematian filsafat sebagai wacana kontemplasi dan selanjutya tertasbihkan sebagai wacana praxis. Demikianlah idealisme digantikan oleh materialisme merupakan titik tolak pemahaman tentang manusia dalam fitrahnya sebagai mahluk kesadaran di tengah-tengah alam. Pendirian materialisme Marx secara lugas tertuang dalam Tesis Tentang Feuerbach. Sebagai derivat idealisme, materialisme Feuerbach yang masih diselimuti oleh dupa mistik secara radikal oleh Marx ditransplantasikan ke daratan materialisme. Dengan materialisme filsafat bukan lagi dipahami sebagai medan ekspresi, sebagai wacana pertarungan ide dan epistemologi ilmu pengetahuan, akan tetapi secara radikan dan mendasar berubah menjadi saran emansipasi manusia.
Emansipatoris Marx secara telak mengakhiri filsafat idealisme Hegel dengan suatu proklamasi afirmatif visisoner filsafat materialisme pada frasa XI Tesis Tentang Feuerbach mengatakan bahwa: “para filsuf selama ini sibuk dalam penafsiran dunia dengan berbagai cara pada hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah dunia”, adalah proklamasi paling akbar dan dahsyat dalam sejarah pemikiran dan filsafat.
Untuk lebih memahami akar materialisme dan praxis Marx, yang menyemangati semangat manusia Promotheusan, yaitu yang mendudukkan manusia sebagai penentu
sekaligus arsitek dunia dan dirinya secara otonom terlepas dari dominasi dan hegemoni Tuhan, yang telah menjadi obsesi Marx semenjak awal. Suatu paparan
tentang Tesis Tentang Feurbach barangkali berguna untuk memahami konsep materialisme dan humanisme Marx. .
Thesis Tentang Feuerbach *)
I
Kekurangan utama dari semua materialisme yang ada sampai sekarang (termasuk materialisme Feuerbach) adalah bahwa obyek, kenyataan, apa yang kita tangkap melalui panca indra, hanya dapat dipahami dalam bentuk obyek atau kontemplasi ; tetapi bukan sebagai aktivitas pancaindra manusia, sebagai praktis, bukan sebagai yang subjektif, bertentangan dengan materialisme, dikembangkan oleh idealisme, tetapi hanya secara abstrak, karena bertentangan dengan materialisme, sisi aktif dikembangkan secara abstrak oleh idealisme, tentu saja tidak mengetahui akan aktivitas pancaindra yang nyata sedemikian itu. Feuerbach membutuhkan benda-benda kepanca-indraan, yang benar-benar dibedakan dari benda-benda pikiran, tetapi ia tidak mengartikan aktvitas manusia itu sendiri sebagai aktivitas obyektif. Oleh karena itu, dalam Hakikat Agama Kristen, dia memandang sikap teoritik sebagai satu-satunya sikap manusia yang sejati, sedangkan praktek digambarkan sebagai, dan ditetapkan hanya dalam bentuk penampakannya yang bersifat kejahudian dan kotor. Karena itu dia tidak menangkap arti penting aktivitas ‘revolusioner’, aktivitas
‘kritis-praktis’.
II
Pertanyaan apakah pikiran manusia dapat menangkap kebenaran obyektif bisa ditangkap bukanlah soal pertanyaan teoritis melainkan suatu pertanyaan praktikal. Manusia harus membuktikan kebenaran itu, yaitu realitas dan kekuatan, kesegian pemikirannya dalam praktis. Perdebatan mengenai kenyataan atau non-realitas pemikiran yang terasing dari praktik adalah pertanyaan skolastiksemata-mata.
III
Doktrin materialis mengenai perubahan (lingkungan) manusia dan pendidikan melupakan bahwa lingkungan diubah oleh manusia dan bahwa pendidik harus dididik. Doktrin ini membagi masyarakat kedalam dua bagian, dimana salah satu lebih tinggi dalam masyarakat. Seiring dengan perubahan lingkungan dapat dikomprehended dan aktivitas manusia atau perubahan diri dapat dimengerti dan secara rasional dipahami hanya diketahui sebagai praktis revolusioner.
IV
Feuerbach bertolak dari kenyataan pengasingan diri relgius, dari duplikasi dunia kepada dalam suatu dunia rteligius dan dunia sekuler. Pekerjaannya berupa melebur dunia religius kedalam basis sekulernya. Tetapi kenyataannya bahwa basis sekuler mengangkat dirinya sendiri di atas dirinya sendiri dan menetapkan bagi dirinya suatu ranah independen dalam kekaburan dapat dijelaskan hanya melalui perpecahan dan kontradiskisi diri dari basis sekuler. Karena itu yang tersebut belakangan itu sendiri dulu harus dipahami dalam kontradiksinya dan kemudian, dengan ditiadakannya kontradiksi itu, direvolusionerkan dalam praktek. Dengan begitu, misalnya, sekali keluarga duniawi itu ditemukan sebagai rahasia dari keluarga suci, maka yang disebutkan lebih dahulu tersebut harus dikritik dalam teori serta direvolusionerkan dalam praktek.
V
Feuerbach tidak puas dengan pemikiran abstrak, berpaling kepada kontemplasi kepanca-indraan, tetapi dia tidak menganggap kepanca-indraan sebagai aktivitas praktis, aktivitas pancaindra manusia.
VI
Feuerbach melebur hakikat keagamaan kedalam hakikat manusia. Tetapi hakikat manusia bukanlah abstraksi yang terdapat pada masing masing individu terpisah . Dalam kenyataannya ia adalah keseluruhan dari relasi-relasi sosial. Oleh karena itu, Feuerbach yang tidak ingin memasuki kritik lebih dalam terhadap hakikat yang nyata itu terpaksa:
1). Mengabstraksikan dari proses sejarah dan menetapkan sentimen keagamaan sebagai sesuatu yang dengan sendirinya dan mengandaikan perorangan manusia abstrak, yang terisolir.
2). Karena itu, baginya hakikat kemanusiaan bisa dimengerti hanya sebagai jenis sebagai suatu keumuman intern bisu yang hanya dengan wajar mempersatukan perorangan yang banyak itu.
VII
Oleh karenanya, Feuerbach tidak melihat bahwa ‘sentimen sentimen’ religius itu sendiri adalah suatu produk sosial, dan bahwa individu abstrak yang dianalisinya adalah milik dari bentuk khusus masyarakat.
VIII
Segenap kehidupan sosial pada hakikatnya adalah praktis. Segala misteri yang mengarahkan teori ke dalam mistikisme menemukan solusi rasional mereka dalam praktik manusia dan secara menyesatkan membawa teori kepada mistik menemukan pemecahannya yang rasional dalam praktek manusia dan dalam pemahaman praktek itu.
IX
Titik tertinggi yang dicapai oleh materialisme kontemplatif, yaitu materialisme yang tidak memahami kepanca-indraan sebagai aktivitas praktis, adalah kontemplasi individu dan masyarakat sipil.
X
Pandangan materialisme lama adalah masyarakat sipil, sementara pandangan materialisme baru adalah masyarakat manusia, atau umat manusia yang bermasyarakat.
XI
Para ahli filsafat hanya menafsirkan dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi yang terpenting adalah mengubahnya. Catatan*) Saya terjemahkan dari buku Kamenka Eugene, The Portable Karl Marx. Penguin Books
Sumber
Gidden,
Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial. Suatu analisis kaya tulis Marx, Durkheim
dan Max Weber. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press) Salemba,
1986.
Kamenka, Eugene. The Portable Marx. Penguin Books. 1983
Engels,
Frederich. Feuerbach dan Akhir Filsafat Jerman. Penerbit : Teplok Press,
2203.
Sumber: http://meontology.blogdrive.com