Mengapa Peristiwa Al-Ghadir Disebut ‘Id?

Rate this item
(0 votes)
Mengapa Peristiwa Al-Ghadir Disebut ‘Id?

 

الحمد لله الذى جعلنا من المتمسكين بولاية اميرالمؤمنين علي ابن ابى طالب عليه السلام

Tanggal 18 Dzulhijjah tahun 10 H. tercatat dalam sejarah sebagai hari dimana Rasulullah saw diperintahkan Allah swt melalui Jibril as untuk menyampaikan kabar bahwa agama islam telah disempurnakan oleh-Nya dan Imam Ali bin Abi Thalib as telah ditunjuk sebagai pengganti Nabi saw.

Perintah Allah ini sangatlah penting. Sampai-sampai jika Rasulullah saw tak menyampaikan hal ini (pengangkatan Imam Ali as sebagai pengganti Rasulullah saw), maka seakan-akan Rasulullah saw tidak menyampaikan apa-apa selama 23 tahun berdakwah. Sebagaimana yang termaktub dalam al-qur’an:

يَأَيهَا الرَّسولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْك مِن رَّبِّك وَ إِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْت رِسالَتَهُ وَ اللَّهُ يَعْصِمُك مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يهْدِى الْقَوْمَ الْكَفِرِينَ

 

“Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan, berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu dari (bahaya) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Maidah:67)

Peristiwa ini masyhur dengan sebutan Idul Ghadir. Pertanyaannya, mengapa peristiwa ini disebut hari raya (‘id)?

Pertama-tama kita harus tahu apa makna dari kata ‘id. Kata ‘id (عید), dalam bahasa Arab, menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata al-‘aud (العود)   yang berarti kembali dan berulang.

Dinamakan ‘id karena pada hari tersebut Allah memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hamba-Nya. Kebaikan ini berupa boleh makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya. Terkadang juga berupa zakat fitri, penyempurnaan haji dengan thawaf, penyembelihan daging kurban, dan sebagainya.

Begitu pula, terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul Iedain, Syekh Ali bin Hasan)

Yang membuat peristiwa al-Ghadir menjadi hari raya, bukan hanya karena banyak orang yang bahagia, bersuka cita, dan gembira pada itu, namun juga karena momen yang telah disiapkan oleh Allah swt setelah peristiwa itu sangatlah istimewa.

Sebagaimana yang kita ketahui, Idul Fitri terjadi setelah umat muslim melaksanakan dan menyempurnakan puasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Idul Adha terjadi setelah umat muslim yang berhaji melakukan dan menyempurnakan rukun yang paling penting dalam haji, yaitu wukuf di Arafah. Karena pentingnya wukuf, sebagian perawi meriwayatkan, “Haji adalah wukuf di Arafah.” (HR. An-Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889, Ibnu Majah no. 3015. Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Tapi beda halnya dengan Idul Ghadir. Peristiwa ini terjadi bukan karena umat muslim telah melakukan haji atau ibadah yang lain. Bukan juga karena umat Muhammad saw telah tersebar di berbagai negeri. Namun ini terjadi karena Allah swt telah menyempurnakan agama islam dan Rasulullah saw menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai washi-nya. Sebagaimana yang difirmankan Allah swt dalam al-qur’an

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah:3)

Oleh karena itu, cukuplah bagi kita, dengan dasar ini, menjadikan peristiwa Ghadir Khum sebagai hari raya (‘id). (Darut-Taqrib/Adrikna!)

Read 962 times