Arbain, Mukadimah Tegaknya Pemerintahan Imam Mahdi

Rate this item
(0 votes)
Arbain, Mukadimah Tegaknya Pemerintahan Imam Mahdi

 

Imam Mahdi af dalam pesannya untuk Sheikh Mufid berkata, “Seandainya para pengikut Kami yang diberi karunia oleh Allah Swt untuk taat kepada-Nya, dalam menunaikan janji yang dipegangnya saling bersimpati, maka keberkahan pertemuan Kami dengan mereka tidak akan tertunda, dan kebahagiaan bertemu dengan Kami akan mereka rasakan lebih cepat, pertemuan yang dilandasi pengenalan yang benar, dan loyalitas mereka kepada Kami.”

40 hari berlalu sejak peristiwa Asyura. Asyura adalah darah dan kebangkitan, Asyura adalah kepala-kepala terpenggal yang ditancapkan di ujung tombak, dan anak-anak yang ditampar. Sebuah Arbain tiba mengisahkan tenda-tenda terbakar, dan nyawa-nyawa belahan jiwa Ahlul Bait yang pergi karena besarnya sifat pengecut musuh. 40 hari putra-putra Rasulullah Saw yang berduka, dengan wajah pucat, dan luka-luka yang mereka terima tanpa belas kasihan, digiring di gurun-gurun, jalan-jalan dan reruntuhan, sehingga sebagaimana dibayangkan para Yazid, agar semua menyaksikan bagaimana keluarga Nabi Muhammad Saw terhina di mata semua orang. Akan tetapi…..
 
Apa yang disaksikan oleh dunia saat ini di Abad ke-21, adalah sesuatu yang lain. Jutaan orang di jalan-jalan menuju Karbala, layaknya sungai yang airnya mengalir deras bergerak menuju kota suci itu. Seakan-akan hari ini suara Sayidah Zainab di Istana Yazid, lebih kencang terdengar dari sebelumnya. Suara ini hanya bisa didengar dengan hati, ketika sebagai seorang tawanan dengan tangan dan kaki terbelenggu, kepada Si Penguasa zalim, Zainab berkata, “Hai Yazid, lakukanlah semua tipu muslihatmu, tunjukkan semua upayamu, gunakan seluruh tekadmu, aku bersumpah pada Tuhan yang memberikan kemuliaan kepada Kami, sampai kapan pun kamu tidak akan mampu menghapus nama Kami dari hati masyarakat.”
 
Imam Hussein as bangkit melawan Yazid, Khalifah saat itu untuk menegakkan budaya Islam murni Muhammad, dan mengikis penyimpangan serta bid’ah dari agama Islam, serta Sunnah Nabi Muhammad Saw. Pada tahun 61 Hijriah Qamariyah, Imam Hussein dalam suratnya untuk penduduk Kuffah menulis, “Tanpa keraguan, Anda mengetahui bahwa Rasulullah Saw semasa hidupnya bersabda, ‘Siapa pun yang melihat penguasa zalim, dikarenakan penindasannya, menghalalkan semua yang diharamkan Allah Swt, melanggar janji Ilahi, dan menentang Sunnah Rasul-Nya, serta berbuat dosa dan permusuhan di tengah hamba-hamba Allah Swt, lalu orang itu tidak melakukan apa pun di hadapan penguasa zalim semacam ini, maka Allah Swt akan memasukkannya ke dalam kedudukan penindas tadi, dan nasib keduanya sama.”
 
Imam Hussein dalam surat yang pembaca aslinya adalah seluruh umat manusia yang merdeka, mengumumkan tujuannya dan mengajak semua orang untuk bekerja sama dalam perjuangan melawan para penindas ini. Hari ini jutaan peziarah Arbain, dan orang-orang yang berduka di hari Arbain Imam Hussein as, merupakan simbol penerima pesan ini.
 
Jika kita sekilas memperhatikan lingkungan sekitar, kita akan merasakan bahwa dunia sedang bergerak ke arah bencana, sebuah bencana yang muncul akibat ditinggalkannya empati, karena meningkatnya jarak di antara si kaya dan si miskin di tengah masyarakat, semakin lebarnya jurang perpecahan, dan konflik negara-negara besar dan kecil, meningginya angka kejahatan, kerusakan moral, dan pemikiran serta dampak buruk tak terprediksi kehidupan industri dan semacamnya. Di tengah semua ancaman ini, terdapat harapan di hadapan kita, dan itu adalah seorang juru selamat yang akan memperbaiki dunia sehingga melahirkan masa depan yang cerah bagi umat manusia.
 
 
Keyakinan kepada juru selamat terdapat di semua agama baik agama Abrahamik, maupun non-Abrahamik. Di dalam agama Zoroaster, terdapat penantian terhadap seseorang bernama Sushian. Di kitab suci Zoroaster disebutkan bahwa dengan kemunculan juru selamat ini, dunia akan dipenuhi keadilan, dan akan terbentuk sistem baru, di sisi lain penindasan dan kezaliman akan sirna.
 
Setelah kemunculan juru selamat ini, seluruh orang akan menjadi beragama, dan mengedepankan persahabatan serta kasih sayang di antara sesama. Dalam agama Yahudi, juga terdapat penantian juru selamat yang disebut sebagian orang Yahudi sebagai Mashiach. Dalam keyakinan agama Kristen, penantian kedatangan kembali Isa Al Masih menempati posisi khusus. Di dalam Islam, juru selamat ini adalah Imam Mahdi af, yang dengan kemunculan dan kebangkitannya, pemerintahan semesta yang berlandaskan perdamaian, keadilan, dan spiritualitas akan terbentuk.
 
Dalam pandangan mazhab Syiah, Imam Mahdi adalah salah satu keturunan Imam Hussein as, dan penerus jalan beliau. Jalan yang ditempuh oleh para peziarah Arbain, dan dengan kehadiran jutaan dari mereka, dunia akan diperkenalkan kepada jalan serta metode beliau.
 
Saat kemunculannya dari masa keghaiban, Imam Mahdi tidak mengaitkan diri dengan Rasulullah Saw, tapi dengan Imam Hussein dan berkata, “Wahai penduduk dunia, aku adalah Imam yang bangkit. Wahai penduduk dunia aku adalah pedang penuntut balas yang tajam. Wahai penduduk dunia waspadalah Kakekku Hussein as dibunuh saat ia kehausan. Wahai penduduk dunia, ketahuilah Kakekku Hussein as dibiarkan tergeletak di atas tanah dalam keadaan telanjang. Wahai penduduk dunia sadarlah tubuh Kakekku Hussein as setelah terbunuh diinjak-injak kaki kuda."
 
Banyak riwayat yang menyebutkan kata-kata yang diteriakkan Imam Mahdi pada saat kemunculannya adalah “Ya Latharatil Hussein”. Di masa itu, penduduk dunia yang mengenal Imam Hussein dari pawai-pawai Arbain, dengan cepat akan mengenal Imam Mahdi.
 
Kemunculan juru selamat umat manusia adalah perkara yang pasti, dan tanpa keraguan sedikit pun. Hal yang menjadi perbedaan adalah waktu kemunculannya, dan apakah kemunculan tersebut bisa dipercepat atau tidak. Menurut riwayat, supaya dunia dapat menerima pemerintahan seperti ini, maka diperlukan beberapa persiapan, di antaranya yang terpenting kesiapan pemikiran dan budaya masyarakat serta keberterimaan mereka, jika masyarakat tidak menghendaki, dan prasyarat pemikiran serta psikologis tidak tersedia, maka kebangkitan tidak akan tercipta.
 
Sebagaimana juga kebangkitan Imam Hussein yang tanpa dukungan masyarakat sehingga secara lahir bisa dikatakan kalah, dan menyebabkan Imam Hussein gugur syahid. Kebangkitan Imam Mahdi juga memerlukan prasyarat ini. Dengan kata lain masyarakat harus mencapai pertumbuhan dan kesadaran sedemikian rupa sehingga dapat menerima gerakan perbaikan dan kebangkitan besar juru selamat umat manusia. Kesiapan semacam ini merupakan salah satu syarat yang sangat penting untuk kemunculan Imam Zaman. 
 
Banyak ahli agama meyakini bahwa Arbain yang merupakan penjaga keberlanjutan kebangkitan Karbala, addalah miniatur masyarakat Mahdawi di masa kepemimpinan Imam Zaman. Di banyak kitab disebutkan, kondisi pada akhir zaman, di masa kemunculan Imam Mahdi, seluruh masyarakat saling berkasih sayang layaknya saudara, perilaku mereka berasaskan persaudaraan dan persahabatan.
 
Masing-masing orang merogoh kantongnya dan mengambil uang secukupnya, lalu membantu orang lain sekuat tenaga. Semua kondisi ini dapat disaksikan dalam peristiwa Arbain. Dalam pawai Arbain seluruh peziarah terlepas dari mazhab dan sukunya, dalam perdamaian dan ketenangan penuh, berjalan berdampingan, semua menjadi sahabat dan saudara bagi yang lainnya.
 
Peziarah Karbala bisa mendapatkan makanan apa saja yang dinginkannya, bisa tidur di mana saja. Orang tidak harus mengeluarkan uang untuk sesuatu yang dibutuhkannya. Semua berputar pada poros cinta Imam Hussein.
 
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei terkait pawai Arbain mengatakan, “Fenomena luar biasa, dan tidak ada duanya, dan dalam beberapa tahun terakhir juga terjadi, yaitu pawai jalan kaki dari kota Najaf ke Karbala, atau bahkan beberapa orang berjalan kaki dari kota-kota yang lebih jauh, ke Karbala. Sebagian orang dari Basrah, sebagian dari perbatasan, sebagian dari kota lain, berjalan kaki, dan bergerak. Gerakan ini adalah gerakan cinta, dan iman. Kami pun turut menyaksikan gerakan ini dari kejauhan, dan kami merasa cemburu kepada orang-orang yang mendapatkan kesempatan ini, dan melakukan gerakan ini, Meski jauh kami tetap berbicara dengan mengingatmu, Tidak ada dimensi tempat tinggal dalam safar ruhani." 

Read 684 times