Berdasarkan hadis dan riwayat dari Aimmah, dapat ditegaskan bahwa dosa termasuk salah satu faktor yang dapat menyebabkan terputusnya hubungan antara kita dengan Allah Swt, dan melenyapkan restu (taufiq) Allah, serta menghilangkan berbagai nikmat dan karunia-Nya yang hendak diberikan kepada kita.
Kenyataan seperti ini diungkapkan oleh pelbagai hadis dengan gaya ungkapnya yang bermacam-macam. Antara lain dari Imam Jafar Shadiq a.s.: “Jika seseorang melakukan kesalahan, maka akan muncul satu titik hitam di hatinya, dan jika dia taubat, maka akan hilang satu titik hitam itu. Tetapi jika kesalahannya bertambah, maka titik itu pun akan bertambah, sampai titik-titik itu mengalahkan hatinya. Dan setelah itu dia tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan.” (Ushul AI-Kafi, 3/373)
Dalam hadis yang lain beliau juga mengatakan: “Sesungguhnya Allah SWT mewahyukan kepada Daud, ‘Ada satu hal dari tujuh puluh macam sanksi yang akan Kuperbuat kepada seorang hamba yang tidak mengamalkan ilmunya, yaitu akan Kucabut dari hatinya kenikmatan untuk berzikir kepada-Ku.” (Dar Al-Salam, 3/200)
Ada seseorang yang datang kepada Amirul Mukminin Ali a.s. sambil mengatakan: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah mengharamkan salat malam kepada diriku.” Lalu beliau menjawabnya: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang telah terkekang oleh dosa-dosamu.” (Ilal AI-Syara’i, 2/51)
Imam Jafar Shadiq a.s. dalam hal ini mengatakan: “Sesungguhnya seseorang yang melakukan suatu dosa akan dihalangi untuk melakukan salat malam. Dan sesungguhnya perbuatan buruknya akan lebih cepat menggeroroti dirinya daripada pisau yang menyayat daging.” (Ushul Al-Kafi, 3/374)
Seseorang yang melakukan salat di tengah malam dan jauh dari jangkauan penglihatan manusia, sehingga akan jauh dari perbuatan riya. Di samping itu, untuk melakukan salat ini, seseorang harus melawan cuaca yang dingin, rasa kantuk yang menyerang, serta mengabaikan keperluan untuk beristirahat. Tidak ada dorongan yang lain baginya untuk melaksanakan salat ini kecuali untuk bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Syaikh Shaduq meriwayatkan dari Imam Jafar a.s. yang mengatakan: “Ketika turun ayat ‘Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal (QS. Ali Imran: 135-136).’
lblis mendaki gunung yang disebut Tsur di Makkah, kemudian berteriak dengan suara yang sangat keras memanggil bala tentaranya, lalu mereka berkumpul semuanya di situ. Kemudian mereka mengatakan: ‘Wahai tuan kami, mengapa engkau mengundang kami ke sini?’
Iblis menjawab: ‘Turun ayat ini, lalu siapa yang bisa mendampingi ayat tersebut?’ Maka berdirilah salah satu setan sambil mengatakan, ‘Aku yang akan mendampinginya, aku akan begini dan begitu.’ Iblis menjawab: ‘Engkau belum pas mendampinginya.’ Lalu berdirilah yang lain dan mengatakan seperti itu pula, dan Iblis pun menjawabnya: ‘Engkau belum pas mendampingi ayat itu.’ Maka berkata Al-Waswas Al-Khannas, ‘Aku akan mendampinginya.’ lblis mengatakan: ‘Dengan apa?’ Dia menjawab: ‘Aku akan memberikan janji dan angan-angan kepada manusia sampai mereka mau melakukan suatu kesalahan. Dan bila mereka telah terperosok ke dalam kesalahan, maka aku akan membuat mereka lupa untuk melakukan istighfar.’ Maka berkata lblis kepadanya: ‘Engkau yang paling cocok mendampingi ayat tersebut.’ Lalu dia ditugaskan untuk mengawal ayat ini sampai hari kiamat nanti.” (Amali AI-Shaduq, hal. 465)
Dari hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dosa dijadikan oleh setan sebagai satu media untuk menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan dan menjauhkannya dari rahmat Allah Swt setelah itu.