"Anggap saja kita ini baju berwarna putih.."
Aku senang jika temanku berbicara tentang kehidupan. Logika-logika berfikir dipaksa untuk memandang dari sudut yang berbeda olehnya, dan -anehnya- aku tidak bisa menolak jalan pikirnya.
Sore tadi kami seperti biasa bercerita tentang bagaimana memandang sesuatu itu pada tempatnya..
"Pada waktu lahir, kita ini seperti baju putih, bersih tanpa noda. Seiring bertambahnya usia, kita mulai terjebak pada kenikmatan dan godaan dunia.
Dunia ini sejatinya tempat yang kotor dan semakin kita tenggelam pada kenikmatannya, maka kotoran akan semakin melekat di jiwa kita. Tebalnya kotoran yang melekat sebanding dengan seberapa dalam dan lamanya kita bermain di lumpur itu.."
Ehm, analogi yang menarik. Teruskan, kataku dalam hati.
"Ada saat kita mengalani titik balik dalam hidup kita dan kita bertobat, mohon ampun. Karena Tuhan itu Maha penyayang, kita pasti diampuni.. " Katanya tersenyum. Aku terus mengikuti jalan ceritanya.
"Yang banyak orang lupa adalah bahwa Tuhan juga Maha adil. Jadi meskipun kita diampuni, kita harus melalui tahapan pencucian sesudah sekian lama berkubang di lumpur..." Ia menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.
"Nah, mesin cuci manusia dari dosa-dosanya ada 2, yang pertama ada di alam kehidupan. Tuhan mencuci dosa manusia melalui banyak peristiwa mulai sakit, sulit, miskin dan lain sebagainya.
Semakin tebal lumpurnya, maka proses menggosoknya semakin kuat dan lama. Kita pasti merasakan sakit dan perih.
Disinilah Tuhan selalu berfirman, "sabar dan syukuri.." Sabar itu berarti kita harus melewati prosesnya dan syukur itu adalah berterima-kasih karena sudah dicuci di dunia dengan ujian yang sebenarnya tidak ada artinya.."
"Pencucian di dunia sebenarnya tidak ada artinya.." Temanku melanjutkan. "Ketika baju kita masih kotor di dunia meski sudah dicuci sedemikian kuatnya, maka ada mesin cuci kedua, yaitu di alam kematian atau alam penantian atau kita kenal dengan nama alam barzakh.."
Tampak ia mulai resah..
"Di alam barzakh, kita "dicuci" dengan model seperti yang sering digambarkan dalam kitab-kitab, yaitu siksa sesuai dengan apa dosa yang pernah kita lakukan di dunia.
Banyak yang bilang, jika Tuhan Maha penyayang masak menyiksa ? Padahal inilah wujud kasih sayang Tuhan, bahwa kita melalui proses pencucian dosa. Tanpa itu bagaimana kita harus menghadapi timbangan di hari pengadilan nanti ?"
Tidak mampu kubayangkan apa yang terjadi di alam itu nanti, apalagi dengan semua maksiat yang pernah kulakukan.
"Proses pencucian di alam barzakh sangat dahsyat, karena itu bersyukurlah ketika kamu dicuci di dunia. Dan pada waktu kiamat, semua manusia dibangkitkan sesudah melalui proses panjang itu menghadap timbangan di hari pengadilan. Akan ditimbang lebih berat mana amal atau dosa kita di dunia?
Tetapi karena kita sudah melalui proses pencucian yang dahsyat itu, tentu kita harus lega bahwa dosa kita sudah jauh berkurang, tinggal berharap amal kita cukup untuk menyeimbangkannya.
Ketika ternyata dosa kita masih lebih berat dari amal kita meski sudah melalui proses-proses itu, yang kita harapkan adalah syafaat atau grasi dari para manusia suci yang sudah diturunkan ke dunia, dalam Islam ada Nabi Muhammad SAW.
Syafaat beliau adalah kerinduan yang besar bagi umatnya sesudah mengalami proses yang menakutkan..."
Belum pernah kualami memandang hal itu dari sudut pandang yang berbeda. Hanya, aku - sekali lagi - tidak mampu membantah logika berfikirnya yang kuyakin berdasarkan petunjuk-petunjuk yang ada.
Ah, Tuhan.. semoga aku nanti dihukum dengan Kasih SayangMu dibanding dengan keadilanMu... Karena jika tidak ada kasih sayangMu dan yang ada hanya keadilanMu, habislah aku...
Sampai sekarang cerita itu membekas dalam pikiranku. Sampai sekarang..