Alkisah, serombongan pendeta datang ke Madinah. Mereka bertanya kepada Khalifah Abu Bakar tentang Nabi saww dan Kitab yang dibawanya – Al-Qur’an.
Abubakar berkata,”Betul, telah datang kepada kami Nabi kami dan ia membawa Kitab suci.”
Lalu terjadi dialog berikut:
+ Adakah dalam Kitab Suci itu disebut wajah Allah?
– Betul.
+ Apa tafsirnya?
– Ini pertanyaan yang terlarang dalam agama kami. Nabi saw tidak menjelaskannya kepada kami.
Para pendeta itu tertawa sambil berkata,”Demi Allah. Nabi kamu itu hanya pendusta belaka. Dan kitab sucimu itu hanyalah kepalsuan dan kebohongan saja.”
Ketika keluar dari situ, Salman Al-Farisi mengajak mereka menemui Imam Ali bin Abithalib a.s., ‘pintu kota’ ilmunya Nabi saw.
Kepadanya, para pendeta mengajukan pertanyaan yang sama.
Ali lalu berkata,”Aku akan menjawabnya dengan demontrasi, tidak dengan ucapan.”
Lalu ayah Imam Hasan dan Husain a.s. itu memerintahkan agar dikumpulkan kayu bakar dan ia pun membakarnya.
Api menyala-nyala dari unggun kayu bakar.
Ali lalu bertanya para para pendeta,”Wahai pendeta, mana muka api?”
Maka, semua pendeta itu menjawab: “Ini semua muka api.”
Mendengar itu, Ali berkata,”Semua wujud ini adalah wajah Allah.”
Kemudian Imam Ali a.s. membaca Al-qur’an Surat 2 ayat 115:
“Ke mana pun kamu menghadap di situ wajah Allah.”
Tidak cukup begitu. Imam Ali (yang adalah lelaki pertama yang masuk Islam) itu menambahkan: ”Semuanya binasa, kecuali wajah-Nya. Kepunyaan-Nya segala hukum. Dan kepada-Nya kamu semua kembali. “(Q.S. 28: 88).
Mendengar penjelasan itu, semua pendeta tadi masuk Islam.
(Diinspirasi dari buku ‘Rahasia Basmallah dan Hamdalah‘, karya Ayatullah Khomeini, Mizan, 1994).