Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini

Rate this item
(0 votes)
Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.”

Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi (Bahasa Arab: ابوجعفر محمّد بن یعقوب بن اسحاق الکلینی الرازی) lebih dikenal dengan al-Kulaini al-Razi (w. 328 H) adalah penulis kitab hadis paling masyhur al-Kāfi dan termasuk sebagai ahli hadis paling kesohor di kalangan Syiah. Menurut pendapat sebagian ahli sejarah, ia hidup di antara kepemimpinan Imam Kesebelas Syiah Imam Hasan Askari As dan Imam Zaman Imam Mahdi Afs. Ia adalah salah seorang ahli hadis yang bertemu dengan para perawi hadis yang mendengar langsung tanpa perantara hadis dari Imam Hasan Askari As atau Imam Hadi As.

Al-Kulaini tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sangat besar kecintaannya kepada ilmu dan Ahlulbait. Ayahnya, Ya’qub bin Ishaq menaruh perhatian besar terhadap pendidikan al-Kulaini termasuk mengajarkan langsung etika Islam kepadanya. Al-Kulaini mendapatkan bimbingan pendidikan agama dari sejumlah ulama besar diantaranya, Muhammad bin Yahya Asy’ari, Abdullah Ja’far al-Himyari, Ali bin Husain ibn Babawaih al-Qumi dan Muhammad bin Yahya ‘Aththar.

Kitab terpenting dari sejumlahnya karyanya adalah Al-Kāfi yang kemudian menjadi sumber rujukan paling muktabar di kalangan Syiah dan menjadi salah satu kitab termasyhur dari Kutub Arba’ah Syiah. Al-Kulaini dalam penukilan hadisnya memiliki ketelitian dan kehatian-hatian dalam menyeleksi ketsiqahan para perawi dan sebisa mungkin menuliskan sanad periwayatannya. Ibn Qulawaih, Muhammad bin Ali Jiluyeh al-Qumi, Ahmad bin Muhammad Zurari adalah di antara muridnya yang terkenal.

Waktu dan Tempat Kelahiran[sunting]

Meskipun tidak ada data yang valid mengenai waktu dan tempat kelahiran al-Kulaini, namun ahli sejarah menyepakati al-Kulaini lahir disebuah perkampungan bernama Kulain di kawasan Rei. Sementara mengenai waktu kelahirannya sebagian berpendapat ia lahir tidak lama sebelum atau setelah kelahiran Imam Mahdi Afs yaitu sekitar tahun 255 H dimasa terjadinya kegaiban sughra. Namun Syaikh Bahrul ‘Ulum berpendapat kemungkinan al-Kulaini lahir di masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan Askari As. [1]

Ayatullah Khui meyakini, al-Kulaini lahir setelah kesyahidan Imam Askari As dan hidup dimasa Imam Mahdi Afs. [2]

Nama dan Lakab-lakabnya

Kitab-kitab Rijal dan setiap kitab Syarah dari karya-karyanya menyertakan catatan mengenai riwayat hidup al-Kulaini. Mereka menyebut al-Kulaini dengan sebutan bermacam-macam diantaranya Abu Ja’far, Muhammad bin Ya’qub, Ibnu Ishaq, Tsiqah al-Islam, al-Razi, Silsilah ataupun Baghdadi. [3] Ia adalah ulama Islam yang pertama mendapat gelar Tsiqah al-Islam dan menjadi gelar yang khusus diperuntukkan untuknya karena ketakwaannya, ilmu dan perannya yang besar dalam menyelesaikan banyak persoalan keagamaan termasuk fatwa-fatwa dan pendapatnya yang sampai sekarang sering dijadikan rujukan. [4]Ia juga mendapat lakab Silsilah karena ketika bermukim di Baghdad, ia tinggal di Darb al-Silsilah. [5]

Keluarga al-Kulaini

Banyak dari anggota keluarga al-Kulaini yang termasuk sebagai ulama besar. Ayahnya Ya’qub bin Ishaq adalah ulama kharismatik di masanya dan hidup di masa kegaiban sughra. [6]Abu al-Hasan Ali bin Muhammad yang lebih dikenal dengan ‘Alan Razi adalah ipar a-Kulaini. Muhammad bin Aqil Kulaini, Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Ahmad adalah ulama besar lainnya dari anggota keluarga besar al-Kulaini. [7]

Masa Pendidikan dan Hijrah ke Qom

Al-Kulaini memulai pendidikannya di kota Rei, yang saat itu menjadi pusat pengkajian beberapa aliran Islam, diantaranya Ismaili, Hanifah, Syafi’i dan Syiah Imamiyah. Dengan adanya interaksi dan dialektika keilmuan dengan sejumlah mazhab yang berbeda menjadikan al-Kulaini kaya dengan ilmu dan khazanah keislaman. Iapun menekadkan diri untuk fokus pada aktivitas menulis dan mempelajari hadis. Di bawah bimbingan gurunya, Abu al-Hasan Muhammad bin Asadi al-Kufi, al-Kulaini mendalami ilmu hadis di kota Rei. [8] Untuk melengkapi pembedaharaan hadisnya, al-Kulaini mengunjungi dan bertemu langsung dengan ahli hadis yang mendapat hadis langsung dari lisan Imam Askari As dan Imam Hadi As. Sehingga sanad dari hadis yang ditulisnya tidak melalui rantai periwayatan yang panjang.

Kepribadian dan Keilmuan

Sebagaimana yang tertulis dari sejumlah kitab terjemahan maupun tarikh, baik yang mendukung maupun berseberangan pendapat dengannya menyebutkan al-Kulaini adalah seorang alim yang memiliki banyak fadhilah dan posisinya yang disegani dalam bidang hadis.[9]

Al-Kulaini dalam Ucapan Ulama-ulama Besar Syiah

Syaikh Thusi dalam kitab Rijal yang ditulisnya menulis, “Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini al-Makanni menurut Abu Ja’far A’war, seorang ulama besar dan alim, menyebutkan bahwa ia adalah seorang alim yang memiliki kredibilitas dibidangnya sebagaimana dibuktikan dengan kitab al-Kāfi yang ditulisnya [10] Ia juga oleh ulama-ulama yang lain diakui sebagai seorang yang tsiqah dan alim.” [11]

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.” [12]

Ulama Syiah lainnya seperti Ibnu Syahr Asyub, [13] Allamah Hilli, [14]Ibnu Dawud Hilli, [15]Tafrasyi, [16]Ardibili, [17]dan Sayyid Abu al-Qasim Khui, [18]menegaskan dan memberikan akan kesaksian akan kebenaran apa yang telah dinyatakan Syaikh Thusi dan Najasyi mengenai al-Kulaini.

Sayyid Ibnu Thawus turut memberi pengakuan akan ketsiqahan dan keamanahan al-Kulaini dalam menukilkan hadis. Ia berkata, “Ketsiqahan dan amanah Syeikh al-Kulaini disepakati seluruh ulama.” [19]

Al-Kulaini dalam Penjelasan Ulama Ahlusunnah

Ibnu Atsir salah seorang sejarahwan Ahlusunnah mengkategorikan al-Kulaini sebagai salah seorang pembesar dan ulama Imamiah. [20]Dzahabi menyebut al-Kulaini sebagai Syeikh Syiah yang alim dan penulis buku yang terkenal, [21] Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Makula memberikan pengakuan bahwa ia adalah salah seorang fakih dan penulis bermazhab Syiah [22]dan Ibnu Asakir dalam kitabnya menulis al-Kulaini adalah tokoh besar Syiah. [23]

Diantara karya-karyanya sebagai berikut:

Kitab ar-Radd ‘alā al-Qarāmithah.
Kitab Rasā’il al-Aimmah As.
Kitab Ta‘bir al-Ru’yā.
Kitab al-Rijâl.
Kitab al-Wasāil
Kitab al-Dawājin wa al-Rawājin
Kitab Fadhl al-Qur’an
Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as. [24]
Guru-guru al-Kulaini

Masyaikh dan Asatid Kulaini ada sekitar 50-an orang. Yang paling berpengaruh dari kesemua gurunya adalah Ali bin Ibrahim al-Qumi, penulis kitab Tafsir al-Qumi. Lebih dari 7068 kali namanya tertulis dalam sanad hadis pada kitab al-Kāfi. [25] Berikut nama-nama guru al-Kulaini lainnya yang terkenal:

Muhammad bin Yahya Asy’ari
Ahmad bin Idris al-Qumi
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Khalid Burqi
Ahmad bin Muhammad bin Isa Asy’ar
Abdullah Ja’fari Himyari
Hasan bin Fadhl bin Yazid Yamani
Ahmad bin Mahran
Muhammad bin Hasan Thai
Ali bin Husain Ibnu Babwaih al-Qumi, ayah Syaikh Shaduq
Shafar al-Qumi penulis kitab Bashair al-Darajāt
Muhammad bin Yahya Aththar
Qasim bin ‘Ala
Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Hamadani lebih dikenal dengan Ibnu ‘Aqdeh [26]
Para Murid dan Perawi

Di antara para murid dan mereka yang meriwayatkan hadis dari al-Kulaini dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut:

Abu Abdullah Ahmad bin Ibrahim dikenal dengan Ibn Abi Rafi’ Shamiri
Abu al-Qasim Ja’far Ibn Qaulawih penulis kitab Kāmil al-Ziyārāt
Abu Muhammad Harun bin Musa Tal’abkari
Abu Ghalib Ahmad bin Muhammad Zurari
Muhammad bin Ali Majaulawih Qumi
Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim bin Ja’far
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Qadha’i Shafwani [27]
Perjalanan ke Baghdad

Menurut kesaksian catatan sejarah, al-Kulaini setelah menuntaskan penulisan kitab al-Kāfi, sekitar tahun 327 H, dua tahun sebelum kematiannya ia melakukan perjalanan ke Baghdad yang saat itu merupakan salah satu pusat keilmuan Islam. Salah seorang saksi menyebutkan bahwa meskipun al-Kulaini hidup dimasa keberadaan empat wakil Imam Zaman Afs namun tidak ada riwayat yang dinukilkannya dari keempat wakil tersebut tanpa perantara. Namun berkat reputasi dan popularitasnya, baik dari ulama Syiah maupun Sunni memberikan pengakuan akan kelayakannya menyandang gelar Tsiqah al-Islam. [28]

Wafat dan Pemakaman

Al-Kulaini meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun 328 H bertepatan dengan awal dimulainya masa ghaibat kubra Imam Zaman Afs di kota Baghdad dalam usia 70 tahun. [29]

Najasyi dan Syaikh Thusi menukilkan, Muhammad bin Ja’far Hasani yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Qirath salah seorang ulama besar menyalati jenazah al-Kulaini dan kemudian dimakamkan di gerbang Kufah. Seorang yang bernama Ibn ‘Abdun disebutkan membuatkan nisan untuknya yang diletakkan secara datar di atas makam dengan menuliskan nama al-Kulaini dan ayahnya. [30]

Muhammad Baqir al-Khawansari menulis, “Popularitas dan ketenaran al-Kulaini semasa hidupnya membuat makamnya sering diziarahi banyak orang.” [31]

Catatan Kaki

Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 336.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 57.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 124 dan 125.
Raihanah al-Adab, jld. 5, hlm. 79.
Tāj al-‘Arus, jld. 18, hlm. 482.
Safinah al-Bahār, jld. 2, hlm. 495.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
 Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 179.
Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 325.
Rijāl Thusi, hlm. 329.
Al-Fihrist, hlm. 210.
Rijāl Najāsyi, hlm. 377.
Mu’āllim al-‘Ulama, hlm. 134.
Khulāshah al-Aqwāl, hlm. 245.
Rijāl Ibn Dawud, hlm. 187.
Naqd al-Rijāl, jld. 4, hlm. 352.
Jāmi’ al-Rawāh, jld. 2, hlm. 218.
Mu’jam al-Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 54.
Kasyf al-Mu’jam, hlm. 159.
Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 8, hlm. 364.
Siyar A’lām al-Nubalā, jld. 15, hlm. 280.
Lisān al-Mizān, jld. 5, hlm. 433; Ikmāl al-Kāmil, jld. 7, hlm. 186.
Tārikh Madinah Dimasyq, jld. 56, hlm. 297.
Rijāl Najāsyi, hlm, 377; Rijāl Thusi, hlm. 429; Mu’āllim al-‘Ulamā, hlm. 134.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 59.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 166 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 172 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 264-267.
Raihanah al-Adab, jld. 8, hlm. 80.
Rijāl Najasyi, hlm. 378; al-Fihrist, hlm. 210 dan 211.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
Daftar Pustaka

Bahr al-‘Ulum, Sayyid Muhammad Mahdi, al-Qawāid al-Rijāliyah, Riset Muhammad Shadiq Bahr al-‘Ulum, Tehran, Maktabah al-Shadiq, 1363 S.
Khui, Abu al-Qasim, Mu’jam Rijāl al-Hadits, tanpa tempat, tanpa penerbit, 1413 H.
Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, Penerbit al-Fuqahah, 1417 H.
Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijāl al-Najāsyi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Ghaffar, Abdullah al-Rasul, al-Kulaini wa al-Kāfi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lām al-Nubalā, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1413 H.
Zubaidi, Muhib al-Din, Tāj al-‘Arus min Jawāhir al-Qāmus, Beirut, Dar al-Fikr, 1414 H.
Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Rijāl al-Thusi, Riset Jawad Qaimi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1415 H.
Ibnu Syahr Asyub, Muhammad Ali, Ma'alim al-‘Ulama, Qum, tanpa penerbit, tanpa tahun.
Hilli, Hasan bin Yusuf, Khulāshah al-Aqwāl fi Ma’rifah al-Rijāl, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, penerbit al-Fuqāhah, 1417 H.
Ibnu Dawud Hilli, Hasan bin Ali, Rijāl ibn Dawud, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1392 H.
Tafarsyi, Muhammad bin Husain, Naqd al-Rijāl, Qum, Ali al-Bait, 1418 H.
Ardibili, Muhammad Ali, Jami’ al-Rawāh, tanpa tempat, Maktabah al-Muhammadi, tanpa tahun.
Sayyid Ibn Thawus, Ali bin Musa, Kasyf al-Mahjah li Tsamarah al-Mahjah, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1370 H.
Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karm, al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut, Dar Sadr, 1386 H.
Atsqalani, Ibnu Hajar, Lisan al-Mizān, Beirut, Muassasah al-A’lami, 1390 H.
Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, tanpa tempat, Dar Ahya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
Ibnu Asakir, Ali bin Hasan, Tārikh Madinah Dimasyq, Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H.
Madrasm Muhammad Ali, Raihanah al-Adab fi Tarājim al-Ma’rufin bi al-Kaniyah wa al-Laqab, Tehran, Khayyam, 1369 S.
Khawansari, Muhammad Baqir, Raudāh al-Jannāt fi Ahwāl al-‘Ulama wa al-Sādāt, Qum, Ismailiyan, tanpa tahun.
Qumi, Syaikh Abbas, Safinah al-Bihār, Qum, Uswah, tanpa tahun.

Read 3622 times