کمالوندی
Keadilan Tuhan, Jabr dan Tafwidh
Keadilan Tuhan, Jabr dan Tafwidh
Untuk mengenal dengan makna “Qadr”, kami bawakan riwayat dari Imam Muhammad Ridha as. dalam menjawab pertanyaan tentang makna hadits dari Kakek beliau Imam Jafar ash-Shidiq as. yang berkata : ”Bukan Jabr atau Tafwidh namun Amr bayna Amroin” Imam Ridho as. berkata :
Barang siapa yang mengira bahwa pelaku setiap pekerjaan adalah Allah swt dan kemudian Allah menyiksa kita atas pekerjaan tersebut, maka ia termasuk Jabr. Dan setiap orang yang meyakini bahwa Allah menyerahkan semua urusan kepada makhluk-Nya maka dia termasuk Tafwidh. Meyakini Qadr merupakan kekafiran dan meyakini Tafwidz merupakan bentuk syirik.
Adapun makna Amr bayna Amroin terdapat jalan dalam ketaatan kepada perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya, maksudnya adalah Allah telah memberikan kekuatan potensi untuk melakukan keburukan atau meninggalkannya sebagi mana ia telah memberikan kekuatan untuk melakukan kebaikan ataupun meninggalkannya. Dan di samping itu Ia memerintahkan untuk melakukan kebaikan dan melarang untuk melakukan keburukan.
Ringkasnya adalah bahwa pengakuan terhadap Jabr bertentangan dengan keadilan Tuhan dan mereka yang termasuk di dalamnya, menganggap Dzulm merupakan sesuatu yang tidak mustahil untuk Tuhan dengan mengatakan kedzoliman-Nya adala keadilan itu sendiri. Tapi mereka tidak memperhatikan bahwa pada dasarnya kedzoliman adalah suatu keburukan dan mustahil Allah swt. melakukan sesuatu yang buruk.
Shalawat yang Sempurna Menurut Pandangan Syiah
Shalawat yang Sempurna Menurut Pandangan Syiah
Tanya : Dalam surat Ahzab ayat 56 Allah swt memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw. Kenapa orang-orang Syiah menambahkan keluarga Nabi dalam shalawat mereka?
Jawab : Pertama, ayat ini tidak melarang untuk menyampaikan shalawat kepada yang lainnya, namun hanya perintah untuk bershalawat kepada Nabi saw dalam firman-Nya “… Hai Orang-orang yang beriman sampaikanlah shalawat kepada Nabi…”
Kedua, Allah swt dalam Surat Ash-Shoffat ayat 103 berfirman : “Salam sejahtera atas Aali Yaasin.” Ini merupakan salah satu keutamaan Ahlul Bayt (keluarga) Nabi Muhammad saw dimana kita temukan di dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang memberikan salam khusus kepada para Nabi as. Seperti Firman-Nya “salam sejahtera atas Nuh, salam sejahtera atas Ibrahim, salam sejahtera atas Musa dan Harun…” Namun sama sekali tidak terdapat dalam ayat yang menujukkan salam tersebut kepada keturunan mereka kecuali kepada keluarga Nabi Islam saw. yang dalam Firman-Nya : “Salam sejahtera atas Aali Yaasiin.” Yaasin merupakan salah satu nama dari Rasulullah saw Penutup para Nabi as. Allah swt menyebutkan 5 nama dari 12 nama nabi Muhammad saw untuk memberikan pencerahan lebih kepada umatnya. Nama-nama tersebut adalah Muhammad, Ahmad, ‘Abdulloh, Nun dan Yaasin.
“Yaasiin, demi al-Quran yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari Rasul-Rasul,”
Dalam ayat ini, lafadz “yaa” merupakan huruf nida dan “siin” adalah nama mulia dari Nabi Muhammad saw dan sebagai isyarat kepada hakikat dzohir dan bathin beliau. Jadi makna salam sejahtera kepada aali yaasiin adalah salam sejah tera kepada keluarga Muhammad saw.
Dalil-dalil dalam Riwayat
1. Ibn Abbas ra berkata bahwa yang dimaksud dengan Aali Yaasiin adalah Ahlul Bayt atau keluarga Nabi Muhammad saw. (Ibn Hajar Makki dalam kitab Showa’iq al-Muhriqoh menjelaskannya dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan Ahlul Bayt as.)
2. Imam Fakhru Raazi berkata :
Sesungguhnya keluarga Nabi Muhammad saw menyamai beliau dalam 5 perkara. 1. Dalam salam, dalam firman-Nya alah menyampaikan salam kepada Nabi dan juga kepada keluarganya, 2. Dalam shalawat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya di dalam Tasyahud, 3. Dalam kesucian, Allah berfirman : “Taahaa” maksudanya adalah wahai manusia suci, begitu pula untuk keluarga Nabi dalam ayat tathir, 4. Dalam keharaman menerima shodaqoh, 5. Dalam kecintaan kepada mereka, dimana Allah swt berfirman : “Katakanlah! Jika kamu mencintai Tuhan mu, maka ikutilah Aku maka Tuhanmu akan mencintaimu.” Dan tentan Ahlul Bayt Nabi, Rasululloh bersabda : “Katakanlah! Aku tidak meminta upah sepeserpun dari kalian kecuali kecintaan kepada kerabat ku (Ahlul Bayt).” (Ibn Hajar Makki dalam Showa’iqul Muhriqoh, Imam Muhammad Fakhru Rozi dalam tafsirnya ‘Tafsir Kabir’ Jilid 7 Hal. 163)
3. Rosululloh saw bersabda : “Jangan pisahkan antara diriku dan Ahlul Baytku dalam sholawat kalian.” (Bukhori dan Muslim dalam Shahihnya)
4. Ka’ab bin Ujzah meriwayatkan : Ketika turun ayat “sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi…” Kami bertanya kepada Nabi : “wahai Rasululloh bagaimana kami bersholawat kepadamu?” Rosululloh menjawab : “Ucapkanlah seperti ini Allohumma Shlli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad” dan dalam riwayat yang lain ditambahkan “Kama shollaita ‘alaa Ibrohim wa alaa Aali Ibrohim innaka Hamidun Majid.” (Shahih Bukhori jilid 33, Shahih Muslim jilid 1, Sulaiman Balkhi Hanafi dalam Yanaabi’ul Mawaddah, Ibn Hajar dalam Showa’iqul Muhriqoh)
5. Rasululloh saw ditanya : “Bagaimana kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Beliau bersabda : “Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad kama sholayta ‘alaa Ibrohim wa ‘alaa Aali Ibrohim wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad kama baarokta ‘alaa Ibrohim wa ‘alaa Aali Ibrohim innaka Hamidun Majiid.” (Tafsir Kabir hal. 797 Imam Fakhru Rozi, Shabha-e-pishavar hal. 181)
6. Rosululloh saw bersabda : “janganlah kalian bersholawat padaku dengan shalawat yang terputus.” Sahabat ra bertanya : “Wahai Rosululloh apakah yang dimaksud shalawat yang terputus itu?” Rosululloh menjawab : “Yaitu kalian hanya mengucapkan Allohumma sholli ‘alaa Muhammad dan selesai, tapi ucapkanlah Allohumma Sholli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad.” (Ibnu Hajar dala Showa’iqul Muhriqoh)
7. Rosululloh saw bersabda : “Doa seseorang akan terhalang sampai dia bershalawat kepada Muhammad dan Keluarganya.” (Ibn Hajar dalam Showa’iqul Muhriqoh, Shabha-e-Pishavar hal. 182, Sayyid Abi Bakr Shihabuddin ‘Alawiy dalam kitab Rusyfatu Shadi Bab 2 hal. 29 – 35 tentang penjelasan wajibnya bershalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya)
Ukuran Tauhid dan Syirik
Ukuran Tauhid dan Syirik
Masalah tauhid dan syirik adalah salah satu masalah yang seluruh kalangan Muslimin memiliki pandangan yang sama terhadapnya dan tidak ada perselisihan di dalamnya. Tauhid memiliki beberapa tingkatan, dan di sini kita akan membahasnya secara universal serta kita akan menitik bertkan pembahasan kita pada tauhid ibadah karena hal ini banyak diselewengkan oleh kaum wahabi. Banyak dari amal-amal ibadah yang tersebar di tengah kaum Muslimin yang mereka anggap perbuatan syirik. Beberapa tingkatan tauhid diantaranya adalah :
1. Tauhid dalam Dzat; maksudnya adalah kita meyakini bahwa tidak ada satupun yang menyerupai ataupun padanan bagi Allah swt. Selain dalil akal, dapat kita temukan juga dalil-dalil dari Firman Allah seperti : “Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya…” (1) dan ayat : “Katakanlah! Dialah Allah Yang Maha Esa.” (2)
2. Tauhid dalam penciptaan; Allah swt berfirman : “…Katakanlah! Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (3)
3. Tauhid dalam Ketuhanan dan pengatur sistem alam semesta; “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudiam Dia bersemayam di atas Arsy untuk mengatur segala urusan…” (4)
4. Tauhid dalam pembuatan syariat dan peletakan hukum; “… Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”, “… barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.”, “… barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang fasik.” (5)
5. Tauhid dalam ketaatan; “Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rosul kecuali untuk ditaati dengan izin-Ku…” (6)
6. Tauhid dalam Ibadah; maksudnya hanya beribadah pada Allah Yang Maha Esa semata, sesuai dalam firman-Nya : “sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Ia. Ini adalah jalan yang lurus.” (7) pada dasarnya, hal ini disepakati oleh seluruh kalangan Muslimin dan hanya dalam misdaq-misdaqnya terdapat perbedaan seperti dalam sebagian amalan khusus. Yaitu, apakah beribadah kepada selain Allah adalah melakukan perbuatan syirik dan orang yang melakukannya adalah musyrik atau tidak? Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami pokok pembahasannya dimana kita harus membangun pemahaman sebenarnya tentang ibadah terlebih dahulu dan neraca untuk menentukan tauhid atas perbuatan syirik ini adalah pokok/usul. Para wahabi telah lalai pada pokok tersebut oleh karenanya mereka banyak menghukumi amal-amal Muslimin sebagai syirik dalam Ibadah.
[1] QS. asy-Syuraa : 11
[2] QS. Tauhid : 1
[3] QS. ar-Ra’d : 16
[4] QS. Yunus : 3
[5] QS. al-Maidah : 44 – 45, 47
[6] QS. an-Nisa : 64
[7] QS. Ali Imran : 51
Quran dan Tahrif
Quran dan Tahrif
Quran adalah sumber rujukan tertinggi di kalangan Muslimin. Quran merupakan firman Allah swt. yang diturunkan kepada Rosul-Nya, dan di dalamnya tidak ada kesalahan sama sekali. Dan barang siapa yang meragukan kandungan Quran maka dia telah kafir. Muslimin memuliakan dan mensucikan kitab tersebut, namun terdapat perbedaan dalam menafsirkannya.
Yang menjadi rujukan Syiah dalam menafsirkan al-Quran adalah ucapan Nabi Muhammad saw dan para Imam Maksum as, sedangkan rujukan Ahlu Sunnah adalah hadits-hadits Nabi saw dan juga bersandar kepada para sahabat ra. Sudah tentu bahwa Ahlul bayt (Keluarga) Nabi adalah manusia yang paling memahami kitab Allah swt.
Adapun anggapan yang mengatakan bahwa menurut Syiah kitab suci ini telah ditahrif adalah sebuah fitnah semata. Dalam keyakinan mereka, hal ini tidak memiliki dampak sama sekali. Dan kita di sini akan membahas tentang jenis tahrif yang mampu kita cerna sehingga kita memahami bagian mana yang menjadi bahan perselisihan. Lalu kita akan membuktikan ketiadaan tahrif sesuai dengan Kitab dan Sunnah.
Jenis-jenis Tahrif
1. Mengubah/memindahkan segala sesuatu dari asalnya ke tempat yang lainnya, ini adalah makna tahrif secara bahasa yang disepakati oleh mayoritas Muslimin. Dan yang menjadi penguat hal tersebut adalah firman Allah swt. : “Sebagian orang-orang yahudi ingin mengubah perkataan dari tempat-tempatnya…” (1)
2. Mengurangi atau menambahkan satu atau dua kalimat dengan menjaga keutuhan al-Quran ; tahrif jenis ini telah terjadi pada jaman sahabat, oleh karena itu Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar Mushaf-mushaf dan mushaf yang ia kumpulkan adalah Quran yang sekarang berada di tengah-tengah kita.
3. Tahrif dengan menambahkan; maksudnya sebagian yang berada di dalam al-Quran yang kita pegang ini bersumber dari selain Kalam Ilahi, seluruh Muslimin sepakat bahwa tahrif dalam makna ini adalah batal dan tidak akan pernah terjadi.
Dalil-dalil tentang Batalnya Syubhat Tahrif dalam al-Quran :
1) Allah swt berfirman : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Dzikro (al-Quran), dan Kami lah yang menjaganya.” (2) ayat ini menjamin al-Quran dari adanya tahrif dan jaminan yang berasal dari Allah swt tidak pernah bohong.
2) “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari al-Quran ketika al-Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka). Sesungguhnya al-Qiran adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (3)
3) Hadits masyhur Tsaqolain, dimana jika al-Quran dikatakan mengalami tahrif maka melazimkan gugurnya keharusan berpegang teguh kepadanya dan menuntut ketiadaannya al-Quran sebagai hujjah, padahal Rosululloh saw. di dalam hadits Tsaqolain memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepadanya.
4) Sabda Nabi Muhammad saw. tentan kitab Ilahi : “ambillah segala sesuatu yang sesuai dengan al-Quran dan tinggalkanlah segala sesuatu yang bertentangan dengannya.” Hadits ini menunjukkan ketiadaannya tahrif dalam al-Quran.
5) Dalam al-Quran terdapat I’jaz yaitu diantaranya adalah penentangan al-Quran, seperti firman-Nya : “Apakah mereka mengira bahwa kitab ini adalah butan Muhammad? Katakanlah! Bawakan satu surat seperti dalam al-Quran.” (4) menurut ulama, ayat ini adalah dalil yang paling kuat dalam menolak adanya tahrif.
6) Penjelasan para Imam Maksum as. dan ulama besar Syiah tentang tidak adanya tahrif, seperti Syaik Soduq, Syaikh Mufid, Sayyid Mustadho, Syaikh Thusi dan yang lainnya.
[1] QS. an-Nisa : 46
[2] QS. al-Hijr : 9
[3] QS. Fushilat : 41 & 42
[4] QS. Yunus : 38
Mushaf Fathimah as
Mushaf Fathimah as
Salah satu tuduhan yang ditujukan kepada Madzhab Syiah adalah bahwa syiah memiliki Quran selain Quran yang ada di kalangan Muslimin yaitu Mushaf Fatimah. Alasan dari tuduhan tersebut adalah bahwa Kitab Fatimah merufakan Mushaf dan Quran yang ada di tengah Kaum Muslimin juga disebut sebagai Mushaf. Padahal riwayat gamblang menjelaskan bahwa Mushaf Fatimah bukanlah bagian dari Quran ataupun menyamai al-Quran. Diriwayatkan dari Imam Shodiq as : “Mushaf Fatimah ada padaku, aku tidak berfikir bahwa Mushaf ini menyamai al-Quran namun dalam Mushaf tersebut terdapat pembahasan-pembahasan yang kita butuhkan untuk lebih mengenal Quran.”
Selain itu kata ‘Mushaf’ tidak terdapat dalam Quran maupun dalam Hadits Nabi. Jadi Mushaf Fatimah as adalah sesuatu yang lain dari al-Quran dan itupun tidak ada di tengah Kaum Syiah. Namun merupakan kitab yang berisi kandungan berupa seluruh kejadian dalam sejarah manusia dari awa hingga akhir penciptaan dan mencakup hadits-hadits yang beliau (Fatimah Az-Zahra as) dengar langsung dari ayahnya yang mulia dan putra-putranya meriwayatkannya setelah beliau wafat. Mushaf ini seperti Mushaf Aisyah dimana ia dan Istri-istri yang lainnya mendengar langsung dari Rosululloh saw.
Apa yang Dimaksud dengan Nashibi
Apa yang Dimaksud dengan Nashibi?
Apakah Syiah menganggap Ahlu Sunnah sebagai Nashibi atau tidak?
Jawaban ringkas : Nashibi adalah sebutan bagi orang-orang yang memusuhi Ahlul Bayt as dan atau mencaci dan menghina mereka. Adapun syiah sama sekali tidak menganggap Ahlu Sunnah sebagi Nashibi karena mereka juga mencintai keluarga nabi Muhammad saw dan mengkafirkan orang-orang yang memusuhi keluarga Nabi.
Jawaban komprehensif :
1. Dalam Quran dikatakan “Janganlah kalian mengatakan sesuatu yang kalian tidak ketahui…” (1) kenapa? Karena mata, telinga dan mulut kelak akan diperhitungkan dan dipertanggung jawabkan.
2. Masalah kecintaan kepada al Qurba atau Ahlul Bayt dan tidak memusuhi mereka merupakan kesepakatan dua golongan ini (Syiah dan Ahlu Sunnah) karena hal tersebut telah diperkuat baik itu oleh Quran ataupun Hadits. Adapun Quran dalam Firman-Nya : “Katakanla (wahai Muhammad)! Aku tidak meminta upah sepeserpun dari kalian keciali kecintaan kepada al-Qurba (Keluarga) ku.” (2) dan barang siapa yang mengamalkan suatu kebaikan maka Aku akan menambahkan kebaikan tersebut. Dalam Ayat yang lainnya (3) dan dalam riwayat disebutkan :
Kami jelaskan dalam dua bagian dari riwayat yang yang diambil secara umum.
1. Riwayat yang berkaitan dengan kecintaan kepada Ahlul Bayt.
· Zamakhsyari meriwayatkan bahwasanya Rosululloh saw bersabda : “Ketahuilah! Barang siapa yang mati dalam kecintaan kepada keluarga Muhammad maka ia mati dalam keadaan syahid.” (4), ketika ia meninggal maka ia telah diampuni, termasuk Mukmin yang bertaubat dan malaikat pencabut nyawa memberi kabar gembira tentang tempatnya kelak di surga begitu juga di dalam kubur ia akan melihat ada dua pintu menuju surga yang terbuka untuknya dan kuburannya penuh dengan Malaikat pembawa rahmat.
· Rosululloh saw bersabda : “Pengenalan terhadap keluarga Muhammad merupakan keselamatan dari neraka jahannam, kecintaan kepada mereka adalah jaminan utuk melewati shiratal mustaqim dan berwilayah kepada keluarga Muhammad saw adalah keamanan dari Adzab Allah swt.” (5)
2. Riwayat yang berkaitan dengan membenci dan memusuhi Ahlul Bayt.
· Rosululloh saw bersabda : “ketahuilah bahwa barang siapa yang mati dalam keadaan dipenuhi kebencian kepada keluarga Muhammad, maka dia mati kafir.” (6) dalam riwayat lain dikatakan, ia tidak akan pernah mencium wangi surga.
· Rosululloh saw. bersabda : “Ali adalah sebaik-baiknya manusia, maka barang siapa yang enggan menerimanya dia adalah kafir.” (7).
Setelah penjelasan muqodimah di atas, untuk jawaban untuk soal yang pertama yang telah disebutkan tadi adalah bahwa Nashibi memiliki 2 makna, yaitu :
1) Makna secara bahasa yaitu kelelahan dan kesulitan, pengorbanan atau usaha (faidza faroghta fanshob). (8)
2) Makna Istilah yaitu bahwa nashibi dalah sebutan bagi mereka yang memusuhi Ahlul Bayt as. atau mereka yang mencaci keluarga nabi saw atau memusuhi salah satu Imam dari 12 Imam Maksum yang diyakini mazhab Syiah Imamiyah. (9) Istilah ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Ahlul Bayt as. (10) dan sebagai contoh, disini kami bawa beberapa riwayat tersebut.
ü Abi Bashir meriwayatkan dari imam jafar ash-Shidiq as. bahwa beliau berkata : “Pemabuk diibaratkan sebagai penyembah berhala, dan memusuhi Ahlul Bayt lebih buruk dari pemabuk.” (11)
ü Diriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as bahwa beliau ditanya “Apakah perempuan Syiah bisa menikahi seorang Nashibi? Beliau menjawab : “tidak boleh, karena Nashibi adalah seorang kafir.” (12)
ü Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Sesungguhnya Allah swt tidak menciptakan makhluk yang lebih najis dari pada seekor anjing, namun orang yang memusuhi Ahlul Bayt lebih buruk dari seekor anjing. (13) di tiga riwayat tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Nashibi itu adalah musuhnya Ahlul Bayt, disebutkan juga bahwa mereka Kafir dan najis dan perempuan Muslim tidak dibolehkan menikahi mereka.
Adapun pertanyaan kedua, apakah syiah menganggap Ahlu Sunnah merupakan Nashibi?
Perlu dikatakan bahwa Syiah sama sekali tidak menganggap mereka sebagai Nashibi karena beberapa alasan sebagai berikut :
1. Mayoritas Ahlu Sunnah (Selain Nashibi) meyakini kewajiban mencintai Keluarga Nabi berdasarkan Nash Quran dan Riwayat dari mereka yang sebelumnya telah disebutkan, dan Imam Syafi’i ra. adalah salah satu Imam besar ahlu Sunnah yang kebanggaannya adalah “Jika pecinta Keluarga Nabi merupakan Rafidhi, maka biarlah seluruh jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi dan pecinta Ahlul Bayt.” (14)
2. Ahlu Sunnah pun menganggap menganggap kafir mereka yang memusuhi Ahlul Bayt Nabi, dan sebelumnya telah kita sebutkan riwayat yang berkaitan. Jadi bagaimana mungkin mereka (Ahlu Sunnah) seorang Nashibi.
3. Nashibi itu najis seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa hewan sembelihan mereka dan menikahi mereka adalah haram. Namun tidak ada satu pun fatwa tersebut yang ditujukan kepada Ahlu Sunnah, tapi dalam seluruh risalah amaliyah secara jelas bahwa hewan sembelihan mereka adalah halal, dibolehkan menikah dengan mereka dan seterusnya. Bahkan seluruh Ulama Syiah mengatakan bahwa mensholati dan menguburkan jenazah Muslimin (baik itu Syiah atau Ahlu Sunnah) adalah sesuatu yang wajib. (15)
Ringkasan dari jawaban atas pertanyaan pertama
Nashibi memiliki makna bahasa yang berarti kesulitan, kelelahan dan usaha pengorbanan. Dan memiliki makna secara istilah yang diambil dari riwayat-riwayat Ahlul Bayt as yaitu mereka adalah yang memusuhi dan selalu mencaci keluarga Nabi Muhammad saw.
Ringkasan dari Jawaban atas pertanyaan kedua
Syiah sama sekali tidak menganggap Ahlu Sunnah sebagai Nashibi dikarenakan mereka juga mencintai Ahlul Bayt dan menganggap kafir orang-orang yang memusuhi keluarga Nabi saw, juga seluruh Ulama membolehkan menikahi mereka dan wajib ikut serta dalam mensholati dan menguburkan jenazah mereka.
[1] QS. Al-Isro : 36
[2] QS. Asy-Syuraa : 23
[3] QS. Sabaa : 47 dan QS. Al-Furqon : 57
[4] Muhammad bi Umar Zamakhsyari, al-Kasyaf jilid 4 hal. 220 ‘cetakan Daarul Kitab al-Arabi tahun 1407 H/1987 M’
[5] Hafiz Sulaimani Qunduzi, Kanzul Ummal Fii Sunanil Aqwal wal Af’al Jilid 11 hal. 610 ‘cetakan Yayasan ar-Risalah, Beirut tahun 1405 H/1915 M’
[6] al-Kasyaf jilid 4 hal. 221
[7] Kanzul Ummal Fii Sunanil Aqwal wal Af’al Jilid 11 hal. 610 ‘cetakan Yayasan ar-Risalah, Beirut tahun 1405 H/1915 M’
[8] Raghib Isfahani dalam kitab Mufrodat Quran cetakan kedua tahun 1404 H hal. 494 diambil dari kalimat “نصب”.
[9] Kitab Risalah Tawdihul Masail Maraji’, pembahasan Kafida dan jenis-jenisnya; Urwatul Wutsqo, Sayyid Yazdi Jilid 1 Hal. Pembahasan Kafir (dalam bab Najis-najis); dalam berbagai Risalah masalah ke-117, 113 dan 111)
[10] Sebagian ahli bahasa mengartikan Nashibi sebagai kelompok yang memusuhi Amirul mukmini as, yang diambil dari beberapa riwayat; Ahmad Siyah, kamus Jami’ Arabi farsi cetakan ke-8, jilid 4 hal. 270 kalimat “نصب”
[11] Muhammad bin Hasan al-Hurr al-Amili, Wasailusyiah (cetakan Daru Ihyai Turots, Libanon) jilid 18 hal. 559 hadits no. 12)
[12] Ibid, bab 10 dari bab yang diharamkan untuk dinikahi, hadits no. 15
[13] Ibid, jilid 1 hal. 159, hadits no. 5
[14] Sulthan al-Waidhin, Shabha-e-Pishavar (darul Kitab Islamiyah, 37, 1376 h) hal. 64
[15] Risalah amaliyah seluruh marja’, dalam pembahasan Sholat Jenazah
Kriteria hadis shahih
Kriteria-kriteria Syiah dalam Menerima atau Menolak Hadits Apa?
Tanya : jika dalam sebagian kitab-kitab kami orang Syiah tidak memiliki sanad yang kuat dan tidak bisa dijadikan sandaran, bagaimana kita bisa menemukan hadits yang benar dan menjadikannya sebagai rujukan? Apa kriterianya dala menerima dan menolak sebuah hadits?
Jawab : Kitab Rijal salah satu ilmu yang berkaitan dengan Hadits yang dengan menggunakan kaidah-kaidah yang dibahas di dalamnya seseorang bisa menentukan hadits yang sanadnya utuh dan jelas. Dengan adanya bantuan dengan ilmu tersebut, kita bisa membedakan antara hadits shahih dengan hadits yang dhoif ataupun majhul.
Catatan : Salah satu kelebihan dari Mazhab Syiah adalah hanya menganggap Quran yang mutlak harus diterima dan tidak ada kitab-kitab hadits yang dianggap seperti itu. Namun saudara kita Ahlu Sunnah menganggap dua kitab hadits yaitu Shahih Bukhori dan Shahih Muslim harus diterima karena semua di dalamnya merupakan hadits yang shahih.
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah4
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah (bag. 4)
Apakah meminta pertolongan dari para wali Allah merupakan perbuatan syirik?
Manusia tidak memungkiri dalam hal kebutuhan meminta pertolongan kepada orang-orang yang masih hidup guna membantu menyelesaikan urusan-urusannya. Adapun dalil yang memperbolehkan meminta pertolongan kepada hamba Tuhan yang masih hidup yang memiliki mukjizat dan kemampuan luar biasa yang di luar nalar manusia tanpa perantara materi terdapat di dalam Kalam Ilahi : “…dan aku menyembuhkan orang yang buta semenjak lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang yang mati dengan seizin Allah;…” (QS. Ali Imron : 49) dan ayat : “Dan (ingatlah) ketika kau mampu menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit sopak dengan seizin-Ku,…” (QS. al-Maidah : 110) ayat ini merupakan dalil yang jelas dalam hal ini.
Adapun meminta pertolongan kepada ruh para Kekasih Allah merupakan masalah yang sangat penting dalam pembahasan ini. Kenapa? Karena Muslimin jaman sekarang tidak hidup pada masa Nabi dan para Imam maksum sehingga tidak mampu secara langsung meminta pertolongan kepada mereka sebagai perantara kepada Tuhannya. Dalam pembahasan ini , kita memahami 4 poin yang menunjukkan bolehnya meminta pertolongan kepada para Wali Allah swt :
1. Kekalnya Ruh setelah mati
2. Hakikat seorang manusia adalah ruhnya
3. Berhubungan dengan alam ruh adalah sesuatu yang mungkin dan bukan mustahil
4. Hadits-hadits shahih yang menunjukan keabsahan perbuatan tersebut
Pada masa Khalifah kedua Umar bin Khattab ra., masyarakat tertimpa kekeringan “Qaht”. Seorang laki-laki dating ke Kubur Rosululloh saw dan berkata : “wahai Rosululloh mohonkanlah hujan kepada Tuhanmu untuk umatmu yang tertimpa bencana.” Lalu pada malam harinya, Rosululloh dating kepada mimpi laki-laki tersebut dan bersabda : “Pergilah temui Umar dan sampaikan salamku padanya, katakanlah bahwa hujan akan segera turun.” Samhudi setelah menceritakan kejadian ini berkata : “merupakan satu kesaksian memohon hujan kepada Allah swt melalui Nabi, padahal beliau berada di alam barzakh. Dan tidak salah Rosululloh saw ketika berada di alam barzakh meminta sesuatu kepada Allah , begitu pun ketika beliau mengetahui ada seseorang yang meminta pertolongan kepadanya.” Hal ini jelas terdapat dalam banyak riwayat, jadi tidaklah masalah jika kita memohon sesuatu dari Nabi Muhammad saw seperti semasa hidupnya.
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah Bagian3
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah (bag. 3)
Apakah Allah swt memperbolehkan meminta pertolongan kepada para Wali dalam berbagai kesulitan?
Wahabi menganggap hal tersebut adalah haram berdasarkan dalil al-Quran surat
Fathir ayat 14 : « ان تدعوهم لا یسمعون دعاءکم» “Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar suaramu; …”
ghafir ayat 60 : « و قال ربکم ادعونی استجب لکم ان الذین یستکبرون عن عبادتی سید خلون جهنم داخرین» “Dan Tuhanmu berfirman : ‘berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahku akan masuk neraka jahannam.”
Dalam hal ini ayat lain pun terdapat dalam surat al-A'raf ayat 194 dan 197, Yusuf 106, al-Isra' 56.
Dalil-dalil di atas bisa di jawab dengan penjelasan di bawah ini :
Setiap ayat memiliki makna dzahir dan bathin, yang di maksud dari doa disana adalah ibadah bukan panggilan berbentuk ucapan ataupun permintaan kebutuhan benbentuk ucapan. Keseluruhan ayat di atas yang mengandung lafadz doa memiliki maksud ibadah, ini terkait berhala-berhala yang para penyembah berhala menganggap ke’Uluhiyah’an/ketuhanan mereka. Jadi, menjadikan ayat tersebut sebagai dalil atas bahasan kita dalam permohonan tanpa adanya unsur ibadah dan keyakinan akan ketuhanan adalah sesuatu yang mengherankan.
Oleh karena itu jika engkau mengatakan Ya Ali Ya Rasulallah Ya Zahra atau yang lainnya tidak masalah, tapi ini merupakan jenis permohonan kepada Allah melalui mereka dan ini adalah perbuatan terpuji. Kenapa? Karena mereka adalah hamba-hamba yang shaleh dimana Allah swt telah memilih mereka sebagai Nabi dan Imam/Pemimpin dan Allah swt telah berjanji untuk mengabulkan doa-doa para hambanya melalui doa lisan suci mereka. Hal tersebut terdapat di dalam quran surat an-Nisa ayat 64 “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohonkan ampun kepada Allah, dan Rosul pun memohonkan ampun untuk mereka, begitulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”.
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah Bagian2
Memohon Syafaat dari Para Wali Allah (bag. 2)
Syafaat adalah kehendak mutlak yang berasal dari Allah swt bukan dari yang lainnya, seperti di syaratkan dalam al-Quran Q.S. Asy-Syu'ara ayat 80 yang berbunyi : « و اذا مرضت فهو یشفین» “dan ketika aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku”.
Kesembuhan yang dimaksud adalah dengan sebab-sebabnya yang dimana Allah Swt menciptakan sebab dan meletakkan pengaruh atau akibat dari setiap sebab tersebut. Dengan izin-Nyalah mereka bekerja dan dengan kehendak-Nya sebab tersebut terus memberikan pengaruh, seperti bajunya Nabi Yusuf as membuka penglihatan ayahnya Ya’qub as “Tatkala datang pembawa kabar gembira itu, maka diletakannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia bisa melihat…” (Q.S. Yusuf : 96).
Sudah jelas bahwa kesembuhan itu hakikatnya adalah dari Allah swt dan mengambil berkah dari sebuah baju sebagai perantara semata dalam kesembuhan. Begitupun obat yang dengan izin Allah menjadi perantara untuk kesembuhan.
Demikian juga ketika seseorang meminta kesembuhan dari Wali Allah, padahal dia tahu kesembuhan dari penyakit dan hidupnya orang mati dengan perantara mereka dengan izin Allah swt. Amal tersebut di perbolehkan dan sesuai dengan syari'at serta dengan ketauhidan.
Allah Swt melalui lisan nabi Isa as berfirman dalam surat Ali Imran ayat 49 “Dan (sebagai Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka) ‘sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa mukjizat dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; ...”



























