کمالوندی

کمالوندی

 

Seorang analis ternama di dunia Arab mengatakan, "Giliran Donald Trump untuk berunding menunjukkan akibat dari rasa frustrasi pemerintah AS dan utusannya dalam mendiktekan persyaratan kepada Hamas melalui mediator Arab".

Menurut Pars Today, Abdul Bari Atwan, seorang analis terkenal di dunia Arab menyatakan keterkejutannya atas perilaku beberapa negara Arab yang terbius oleh negosiasi langsung AS dengan Hamas, dan berbicara mengenai perubahan dalam pendekatan dan kebijakan pemerintahan Trump, seraya menjelaskan,"Keputusan Trump beralih ke negosiasi merupakan hasil dari keputusasaan pemerintah [AS] dan utusannya dalam mendiktekan persyaratan kepada perlawanan Palestina melalui mediator atau ancaman Arab.

Ia menambahkan, "Langkah Trump untuk bernegosiasi langsung dengan Hamas terjadi setelah ia menyadari bahwa Hamas tidak takut akan ancamannya dan tidak takut membuka gerbang neraka terhadapnya dan basis populernya yang kuat, dan semua rencananya, termasuk rencana pengungsian paksa, telah gagal. Sama halnya dengan ancamannya untuk mengusir penduduk Palestina yang justru berdampak sebaliknya dan menimbulkan pertentangan umum dalam pertemuan puncak para pemimpin Arab dan negara-negara Eropa.

Menurut Atwan, "Ancaman genosida dengan bom Amerika di tangan Zionis juga pasti akan gagal. Negosiasi Amerika dengan Hamas bukanlah hadiah atau bantuan, tetapi lebih merupakan pengakuan atas kegagalan dan kesia-siaan semua rencana genosida dan evakuasi paksa."

 

Akun media KHAMENEI.IR di media sosial memuat peringatan dari Pemimpin Revolusi Islam tiga tahun lalu kepada negara-negara yang bergantung terhadap Amerika.

Tehran, Parstoday- Tiga tahun lalu, pada hari-hari pertama perang Ukraina meletus, Imam Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran membahas akar krisis ini dengan analisis strategis, dan menekankan bahwa Ukraina telah menjadi korban kebijakan Amerika Serikat sebagai penyulut krisis.

Rahbar memandang campur tangan Amerika dalam urusan internal Ukraina, dukungan terhadap kudeta beludru, dan komunitas kulit berwarna sebagai faktor utama dalam krisis di negara-negara yang bergantung pada AS.

Imam Khamenei mengatakan,"Dukungan kekuatan Barat terhadap negara-negara dan pemerintahan yang menjadi boneka mereka adalah fatamorgana, bukan kenyataan, semua pemerintahan harus mengetahui hal ini".

Kini, setelah tiga tahun, kebenaran analisis Pemimpin Besar Revolusi Islam tersebut menjadi lebih nyata dari sebelumnya. 

Media KHAMENEI.IR kembali mengusung pernyataan Imam Khamenei dalam bahasa Persia mengenai Ukraina pada Sabtu malam,"Pelajaran pertama dalam kasus Ukraina adalah bahwa dukungan kekuatan Barat terhadap negara-negara dan pemerintahan yang menjadi boneka mereka adalah fatamorgana. Semua pemerintahan harus mengetahui hal ini. Pemerintah yang setia kepada Amerika dan Eropa seharusnya melihat situasi di Ukraina saat ini".

Pada hari Jumat, Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertemu di Gedung Putih untuk membahas penyerahan apa yang tersisa dari negaranya, yaitu tambang dan sumber daya alamnya, kepada Amerika Serikat. Tetapi pertemuan itu berubah menjadi perdebatan sengit di antara mereka di depan media.

Trump, wakil presidennya, dan orang-orang di sekitarnya bergantian membentak Zelensky di hadapan wartawan. Bahkan, Trump mendorong Zelensky dan dengan tegas menyuruhnya diam!

 

Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."

Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.

Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.

Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.

Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.

Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.

Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.

Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.

Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.

Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.

Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."

Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.

Sayidah Fatimah Masumah as lahir di kota Madinah pada tanggal 1 Dzulqadah, tahun 173 hijriah. Beberapa tahun sebelum kelahiran putri mulia ini, Imam Jafar Shadiq as yang juga kakeknya menyampaikan kabar gembira ini. Beliau berkata, "Salah satu putri dari anakku berhijrah ke kota Qom (salah satu kawasan Iran). Putri itu bernama Fatimah binti Musa bin Jafar." Imam Jafar As-Shadiq as menambahkan, "Dengan keberadaan putri itu, kota ini (Qom) menjadi haram atau kota suci keluarga Rasulullah Saww."

Menyusul kabar gembira yang disampaikan Imam Jafar Shadiq as, keluarga Rasulullah Saww pun menanti-nanti kelahiran putri mulia tersebut. Pada akhirnya, putri Imam Musa Al-Kadzim as dari hasil pernikahannya dengan Najmah, lahir di muka bumi ini yang bertepatan dengan tanggal 1 Dzulqadah. Dengan kelahiran Sayidah Fatimah Masumah ini, Imam Ali Ar-Ridho as yang juga saudaranya, diliputi rasa bahagia yang luar biasa. Masa kecil Sayidah Fatimah Masumah as penuh dengan kenangan bersama ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as dan saudaranya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sayidah Fatimah Masumah as dibesarkan di bawah naungan dua manusia agung dan suci. Dengan demikian, Sayidah Fatimah Masumah menimba ilmu dan menuai hikmah secara langsung dari dua sumber ilmu dan hikmah.

Kebahagiaan Sayidah Fatimah Masumah di masa kecil itu tidak bertahan lama menyusul gugurnya Imam Musa Kadzim as selaku ayahnya di penjara penguasa lalim saat itu, Harun Ar-Rasyid. Saat ayahnya gugur syahid, Sayidah Fatimah Masumah as baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu, Imam Ali Ar-Ridho as menjadi satu-satunya pelindung setia Sayidah Fatimah Masumah as. Dalam sejarah disebutkan, Imam Ali Ar-Ridho as sangat menyayangi saudarinya . Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Sayidah Fatimah kepada saudaranya.

Dari sisi kesucian dan ketakwaan, Sayidah Fatimah Masumah mempunyai derajat luar biasa. Kemuliaan akhlak, ketegaran, kesabaran dan istiqomah adalah di antara karakter mulia yang sangat tampak pada kepribadian agung Sayidah Fatimah Masumah as. Pada suatu hari, sekelompok pecinta Ahlul Bait as tiba di kota Madinah untuk menemui Imam Musa Al-Kadzim as dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau. Setiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Imam Musa tengah melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka akhirnya terpaksa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis yang dititipkan kepada keluarga Imam Musa Al-Kadzim as.

Berapa hari kemudian, mereka kembali mendatangi rumah Imam Musa Al-Kadzim as untuk berpamitan. Pada saat itu, mereka menyadari bahwa Sayidah Fatimah menulis jawaban pertanyaan-pertanyaan yang pernah diserahkan untuk Imam Musa. Menemukan jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah as, mereka sangat bahagia. Dalam perjalanan pulang dari kota Madinah, mereka bertemu dengan Imam Musa Al-Kadzim as dan menceritakan apa yang dialami kepada beliau. Imam pun membaca jawaban yang ditulis Sayidah Fatimah dan membenarkannya.

Sayidah Fatimah sa berjuang keras dalam menuntut ilmu dan makrefat Islam. Beliau tidak menambah dan mengurangi ilmu yang disampaikan oleh ayahnya, saat menyampaikannya kepada masyarakat. Ini menunjukkan tanggung jawab besar dan amanat yang tertanam pada jiwa putri Imam Musa sa. Sayidah Fatimah menuntut ilmu dari Imam Musa, bahkan membela kebenaran dalam kondisi sulit. Beliau pun menunjukkan bahwa dirinya tegar dan tak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Sayidah Fatimah didampingi Imam Ali Ar-Ridha as mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya.

Pada tahun 200 hijriah, Imam Ali Ar-Ridha as terpaksa meninggalkan kota Madinah menuju Khurasan di bawah tekanan penguasa lalim saat ini, Makmun. Imam Ridho as bertolak ke kota Marv, salah satu wilayah di Khorasan, tanpa membawa keluarganya. Setahun kemudian, Sayidah Fatimah Masumah as merindukan kakaknya yang juga pemegang imamah setelah ayahnya, Imam Musa Al-Kadzim as, bertolak menuju kota Marv. Dalam perjalanan ini, Sayidah Fatimah didampingi saudara-saudara dan ahlul Baitnya. Berita perjalanan Sayidah Fatimah bersama keluarganya ke kota Marv pun menyebar di segala penjuru, sehingga para pecinta Ahlul Bait menanti-nanti kedatangan rombongan putri Imam Musa as di kota-kota yang bakal dilewati beliau dalam perjalanannya ke kota Marv. Para pecinta Ahlul Bait as menyambut Sayidah Fatimah di kota-kota yang dilewati beliau, dengan rasa suka cita dan kerinduan yang mendalam.

Dalam setiap penyambutan di berbagai kota, Sayidah Fatimah selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk pencerahan kepada para pecinta Ahlul Bait. Beliau dalam berbagai pidatonya mengungkap kedok di balik arogansi para penguasa Bani Abbas dan politik busuk mereka. Pada dasarnya, Sayidah Fatimah sengaja berhijrah dari Madinah ke Marv sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Perjalanan itu merupakan bagian dari perjuangan Sayidah Fatimah sa terhadap intimidasi dan kezaliman para penguasa Bani Abbas.

Namun sangat disayangkan, perjalanan Sayidah Fatimah Masumah sa tidak berujung pada pertemuan dengan kakaknya, Imam Ali Ar-Ridho as. Sebab, rombongan Sayidah Fatimah ketika tiba di kota Saveh, menjadi sasaran serangan pasukan Bani Abbas. Mereka menutup jalan yang dilalui Sayidah Fatimah dan menggugurkan saudara-saudara Imam Ali Ar-Ridho yang mendampingi Sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sa dalam perjalanan tersebut jatuh sakit. Dalam kondisi sakit, Sayidah Fatimah menyadari tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Marv. Beliaupun meminta saudara-saudaranya untuk dihantarkan ke kota Qom. Sayidah Fatimah berkata, "Bawalah aku ke kota Qom, karena aku mendengar dari ayahku bahwa kota ini adalah pusat para pecinta Ahlul Bait as." Mendengar permintaan Sayidah Fatimah, mereka membawa beliau ke kota Qom.

Para pembesar dan masyarakat kota Qom ketika mendengar kedatangan putri Imam Musa as, berbondong-bondong menyambutnya. Seorang pecinta Ahlul Bait as dan pembesar di kota Qom yang bernama Musa bin Khazraj, menjadi tuan rumah yang akan menjamu Sayidah Fatimah selama di kota Qom. Sayidah Fatimah sa berada di kota Qom selama 17 hari. Karena rasa sakitnya, Sayidah Fatimah sa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Di kota suci Qom, Sayidah Fatimah Masumah sa tutup usia. Pada hari-hari terakhir masa hidupnya, Sayidah Fatimah lebih banyak menyibukkan diri bermunajat kepada Allah Swt.

Sayidah Fatimah yang berniat mengunjugi kota Marv, tidak dapat menemui saudara tercintanya, Imam Ali Ar-Ridho as. Mendengar meninggalnya Sayidah Fatimah, para pecinta Ahlul Bait berkabung, terlebih bagi Imam Ali Ar-Ridho as. Imam Kedelapan, Ali Ar-Ridho as berkata, "Barang siapa yang berziarah ke kota Qom sama halnya berziarah kepadaku di Marv."

Sayidah Fatimah dimakamkan di kota Qom. Makam itu mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pecinta Ahlul Bait dari seluruh dunia untuk mengunjungi kota tersebut. Berkat keberadaan Sayidah Fatimah di kota Qom telah berdiri pusat kota pendidikan agama atau hauzah. Kini, kota itu menjadi salah satu pusat pendidikan agama terbesar di dunia. Aura spritual yang dipancarkan makam suci Sayidah Fatimah sa memberikan pencerahan intelektual bagi para ulama.

Jumat, 28 Februari 2025 17:26

Kedudukan Haji Dan Keutamaannya

 

Imam Ja'far Shadiq as. "Orang yang datang berhaji dan berumrah adalah utusan Allah SWT, jika mereka memohon Allah akan mengabulkannya, jika mereka berdoa Allah akan mendengar dan memenuhinya, jika mereka meminta syafaat niscaya Allah akan memberikan syafaat kepada mereka, jika mereka diam maka Allah akan memulai bagi mereka dan Allah akan mengganti setiap satu Dirham yang mereka keluarkan dengan satu juta Dirham.

Kedudukan Haji Dan Keutamaannya

Haji -di dalam istilah syariat- adalah sekumpulan ibadah (manasik) tertentu dan merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun yang Islam tegak di atasnya, seperti dalan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muhammad Al Baqir as, beliau bersabda: Islam itu dibina atas lima perkara; sholat, zakat, puasa, haji dan wilayah.

 

Haji baik yang wajib atau mustahab (sunnah) sangat besar keutamaan dan pahalanya. Telah diriwayatkan banyak riwayat dari Nabi Saww dan Ahlul Bayt as tentang hal itu, diantaranya, dari Imam Ja'far Shadiq as. "Orang yang datang berhaji dan berumrah adalah utusan Allah SWT, jika mereka memohon Allah akan mengabulkannya, jika mereka berdoa Allah akan mendengar dan memenuhinya, jika mereka meminta syafaat niscaya Allah akan memberikan syafaat kepada mereka, jika mereka diam maka Allah akan memulai bagi mereka dan Allah akan mengganti setiap satu Dirham yang mereka keluarkan dengan satu juta Dirham.

Hukum orang yang mengingkari kewajiban haji dan hukum orang yang meninggalkannya.

Kewajiban haji termasuk salah satu kewajiban yang jelas, disepakati dan paten dalam agama (dharuriyyatud diyn) yang ditetapkan dalam kitab Al Quran dan Sunnah yang mulia. Oleh karena itu mengingkari kewajibannya bukan karena adanya kesalah pahaman meniscayakan kekafiran. Adapun orang yang meninggalkannya setelah sempurna baginya segala syarat yang nantinya akan disebutkan dan dia tahu akan kewajibannya dianggap sebagai sebuah pelanggaran (maksiat) yang besar.

Allah SWT berfirman di dalam Al Quran: " Merupakan kewajiban dari Allah untuk berhaji ke Baytullah atas orang yang memiliki kemampuan, dan barang siapa yang mengingkarinya maka Allah adalah maha kaya dan serba cukup dari (bantuan) seluruh alam".

Imam Ja'far Ash Shodiq as bersabda: Barang siapa yang tidak melaksanakan ibadah haji tanpa adanya halangan seperti sakit atau larangan sang penguasa maka hendaklah dia mati sebagai yahudi atau nashraniy".

Macam-macam haji

Seorang mukallaf bisa melakukan ibadah haji untuk dirinya atau orang lain yang disebut dengan haji niyabah. Adapun yang pertama (untuk diri sendiri) ada kalanya sebagai haji atau mustahab (sunnah). Haji wajib itu ada yang memang pada dasarnya wajib dan disebut dengan hajjatul islam (Haji Islam), ada juga yang wajib karena sesuatu yang lain, seperti nadzar atau karena batalnya haji wajib yang sebelumnya.

 

Haji juga dibagi menjadi tiga:

Haji tamattu' yang merupakan kewajiban bagi orang yang tempat tinggalnya melebihi 40 mil atau sekitar 90 km dari kota Mekkah.
Haji qiran.
Haji Ifrad, yang keduanya (3 & 4) merupakan kewajiban bagi yang bertempat tinggal di dalam kota Mekkah dan sekitarnya yang kurang dari 90 km darinya.

Masalah 1:
Kewajiban haji bagi orang mukallaf yang telah memenuhi syarat adalah sekali seumur hidup dan disebut dengan Hajjatal Islam (Haji Islam)

Masalah 2: Kewajiban haji islam adalah "segera" artinya setelah seorang mukallaf mendapatkan dirinya memiliki kemampuan maka harus bersegera pergi di tahun itu juga dan tidak boleh mengakhirkannya tanpa adanya halangan (udzur). Jika mengakhirkannya (tanpa udzur) maka dianggap melakukan pelanggaran (maksiat) dan kewajiban haji telah dicatat di pundaknya serta wajib bersegera melakukannya pada tahun berikutnya, dan begitu seterusnya.

Masalah 3: Jika diperlukan beberapa hal pelengkap untuk melakukan ibadah haji di tahun kemampuan (istitha'ah) seperti perjalanan dan hal-hal yang dibutuhkan untuk itu, maka wajib bersegera untuk dapat mempersiapkan semua persiapan tersebut sehingga ia dapat melakukannya di tahun itu. Jika seorang mukallaf lalai atas hal itu sehingga menyebabkannya tidak dapat melaksanakan ibadah haii di tahun itu, maka kewajiban haji telah tercatat di pundaknya dan wajib melaksanakannya pada tahun berikutnya, walaupun telah hilang darinya kemampuan (istitha'ah)


Syarat-Syarat Haji Islam

Wajib haji isalam itu bagi orang yang telah memiliki syarat-syarat berikut:

Akal sehat. Oleh karena itu haji tidak wajib bagi orang yang gila.
Cukup umur (baligh). Maka haji tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh walaupun sudah diambang masa baligh (murahiq). Jika mereka (orang yang belum baligh) melakukan ibadah haji, maka hajinya dihukumi sah, namun tidak menggugurkan kewajiban haji islam.
Al Istitha'ah, yaitu kemampuan dalam beberapa hal berikut:
Finansial yang mencakup:

· Ongkos kendaraan dan bekal selama dalam perjalanan, baik untuk makan, minum dan selainnya yang dibutuhkan selama perjalan. (masalah 7 - masalah 16)

· Nafaqah yang dapat menutupi kebutuhan keluarganya selama ditinggal dalam perjalanan haji.(masalah 17 dan masalah 18)

· Hal-hal yang primer yang dia butuhkan dalam kehidupan kesehariannya. (masalah 19 - masalah 23)

· Kembali dalam keadaan kecukupan. (masalah 24 - masalah 28)

Masalah 4: Jika seorang anak kecil yang belum baligh melakukan ihram kemudian di pertengahan (manasik) ia baligh dan dia memenuhi syarat-syarat lain (mustathi') makka haji dapat mengugurkan haji islam.

Masalah 5: Jika anak kecil yang belum baligh melakukan salah satu pelanggaran ihram berupa berburu, maka wali nya lah yang wajib mengeluarkan kaffarah untuknya. Adapun jika kaffarah lainnya maka tidak ada yang wajib menunaikannya, baik walinya atau diambilkan dari harta sang anak.

Masalah 6: Harga binatang qurban anak yang belumbaligh adalah di bawah tanggungan walinya.

Masalah 7: Tidak disyaratkan adanya bekal atau kendaraan bagi mukallaf, namun yang penting ia memiliki uang atau sejenisnya yang cukup untuk dia pergunakan sebagai bahan penukar dan pembayar ongkos kendaraan dan bekal makan, minum dan sejenisnya.

Masalah 8: Disyaratkan juga adanya ongkos kendaraan dan bekal untuk kepulangannya ke tanah airnya, jika dia memang menginginkan hal itu.

Masalah 9: Diwajibkan adanya ongkos kendaraan atau bekal itu berupa uang tunai atau sejenisnya seharga itu, maka dari itu tidak wajib haji bagi orang yang mampu untuk menghasilkan keduanya di perjalanan dengan bekerja atau sejenisnya.

Masalah 10: Jika seseorang memiliki piutang kepada orang lain dan jika ia kumpulkan dengan uang piutang tersebut, maka ia akan menjadi mustathi' diwajibkan atasnya untuk menagih piutang tersebut baik piutang tersebut memang seharusnya dibayar tunai ataupun tidak namun sudah jatuh tempo pembayarannya dengan syarat si peminjam dalam keadaan mampu membayar dan tidak ada kesulitan bagi si pemilik uang tersebut untuk menagihnya.

Masalah 11: Jika seorang perempuan telah memenuhi syarat istitha'ah kecuali ongkos perjalanan dan bekal, jika ia memiliki mahar yang masih belum dibayar oleh suaminya, maka ia wajib memintanya dan melakukan ibadah haji dengannya jika sang suami memiliki kemampuan untuk membayar maharnya dan tidak menimbulkan problem rumah tangga. Adapun jika sang suami belum mampu membayar maharnya atau jika sang istri memintanya akan menimbulkan problem rumah tangga seperti pertengkaran atau perceraian, maka dia (si perempuan) tidak perlu menagih uang mahar tersebut walaupun konsekwensinya ia tidak dianggap mustathi' dan tidak dapat melaksanakan ibadah haji.

Masalah 12: Tidak dianggap mustathi' jika melakukan haji dengan cara berhutang, walaupun ia tahu, bahwa pada tahun yang akan datang dia akan memiliki kemapuan (istitha'ah). Oleh karena seorang mukallaf yang melaksankan ibadah haji dengan mendapatkan dari hutang tidak dianggap sebagai haji islam dan tidak dapat meggugurkan kewajibannya (kelak jika mampu)

Masalah 13: Jika seorang mukallaf telah mustathi' namun pada saat yang sama dia memiliki tanggungan hutan pada orang lain, maka jika hutang tersebut belum jatuh tempo pembayarannya dan dia memiliki keyakinan akan kesanggupannya untuk melunasinya pada saatnya, atau hutang tersebut sudah jatuh tempo, namun sang pemberi piutang rela untuk ditunda masa pembayarannya, maka wajib baginya haji. Adapun selain dua kemungkinan diatas maka tidak ada kewajiban haji baginya.

Masalah 14: Jika seorang telah terkumpul padanya segala syarat istitha'ah, namun pada saat yang sama ia butuh untuk kawin. Dan jika tidak melangsungkan perkawinan akan menimbulkan berbagai problema dan kesulitan atau akan menyebabkan kehinaannya, atau menyebabkan sakit atau dikhawatirkan terjerumus kepada yang haram maka dia tidak dianggap mustathi' (artinya uang yang ia miliki dipegunakan untuk kawin, walaupun konsekwensinya ia tidak dapat melakukan ibadah haji)

Masalah 15: Jika pada tahun dimana seorang mustathi' memiliki syarat-syarat cukup untuk haji, namun ongkos perjalanan haji naik dan melebihi batas kewajaran (tidak seperti biasanya) maka dia tetap wajib untuk haji dan tidak boleh menundanya sampai tahun berikutnya selama kelebihan harga tersebut masih tidak mengeluarkannya dari istitha'ah, kecuali jika dengan membayar ongkos yang mahal tersebut menjadikan problem dan kesulitan ekonomi dalam kehidupan kesehariannya, maka haji tidak wajib baginya.

Masalah 16: Jika seorang mukallaf dengan memperhatikan kemampuan finansial dirinya mengambil kesimpulan, bahwa dirinya belum mustathi' maka tidak wajib baginya untuk berusaha mendapatkannya, walaupun memiliki perkiraan, bahwa jika dia berusaha untuk mencari jalan dan usaha untuk berangkat berhaji dia akan mendapatkannya dan menjadi mustathi'. Namun jika seseorang ragu apakah dirinya sudah mustathi' atau belum, maka wajib untuk menghitung dan memastikan keadaan ekonomi dirinya sehingga mendapatkan kepastian akan hal itu.

Masalah 17: Disyaratkan dalam kemampuan finansial agar memiliki apa yang dibutuhkan oleh keluarga yang ditinggalkan sampai ia kembali pulang dari haji.

Masalah 18: Yang dimaksud dengan keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya adalah yang dianggap dalam pandangan umum (uruf) sebagai anggota keluarga, walaupun tidak wajib nafaqah secara syar'iy.

Masalah 19: Disyaratkan seorang mukallaf memiliki hal-hal yang primer dalam kehidupan kesehariannya yang layak bagi dirinya dalam pandangan umum. Dan tidak diharuskan adanya barang-barang tersebut sendiri, namun cukup baginya adanya uang atau sejenisnya yang dia dapat mempergunakannya untuk memenuhi apa yang dibutuhkan.

 

Masalah 20:

a. Fisik

b. Jalan yang terbuka dan aman.

c. Cukup waktu

 

Setiap manusia di dunia pasti punya pengalaman menangis, baik itu laki-laki maupun perempuan. Faktor yang menyebabkan manusia menangis juga bervariatif tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Menangis adalah respons alami terhadap perasaan (emosi jiwa) manusia baik dalam keadaan menderita, merasakan kasih sayang, dan merasakan empati. Profesor Trimble, seorang ahli saraf dari University College London Institute of Neorology mengemukakan bahwa menangis dengan melibatkan emosi ini muncul pada manusia sebagai titik balik terhadap evolusi. Ia percaya bahwa munculnya tangisan emosional terhubung dengan kesadaran diri dan pengembangan teori pikir.
Menangis pada manusia lebih kompleks dibanding pada hewan. Pada hewan, tampaknya air mata sebagai fungsi biologis. Sedangkan pada manusia saat menangis ada banyak emosi yang terlibat. Sehingga selain mengambil fungsi biologis juga ada fungsi nonbiologis yaitu sebagai bentuk ibadah. Dalam hal ini, perempuan memiliki potensi yang lebih besar untuk mengerluarkan air mata baik secara fungsi biologis maupun nonbiologis dibandingkan dengan laki-laki.
Seperti apa menangis jika dikaitkan dengan ibadah? Apakah ada perbedaan potensi antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini?
Secara biologis, air mata dibutuhkan untuk menjaga bola mata agar tetap lembab dan mengandung protein serta zat lain. Ini digunakan supaya bola mata tetap sehat dan melawan infeksi. Erlina mengemukakan bahwa perempuan lebih banyak menangis dari pria sebab wanita memiliki kadar prolaktin lebih tinggi dari pria. Prolaktin adalah hormon yang berhubungan dengan produksi air mata dan ASI, hormon tersebut membantu mengatur produksi air mata dan berpengaruh terhadap frekuensi menangis wanita. Kondisi ini berlaku setelah sampai pada masa pubertas, sekitar usia 12-18 tahun, perempuan akan memproduksi prolaktin 60% lebih banyak dari laki-laki sehingga perempuan menangis 4 atau 5 kali lebih banyak dari laki-laki (kolomsehat.com). Hal ini diperkuat dengan penelitian ilmiah tentang fenomena menangis oleh German Society of Ophathalmology yang hasilnya bahwa, wanita menangis kurang lebih sebanyak 30 hingga 64 kali per tahun. Sementara pria menangis hanya enam hingga 17 kali selama setahun.
Jika ditinjau dari fungsi nonbiologisnya, menangis erat kaitannya dengan mendekatkan diri kepada sang Pencipta sebagai kunci meraih derajat ketaqwaan. Menangis kemudian menjadi sarana setiap hamba untuk mendekatkan diri, juga sebagai “senjata” dalam latihan spiritual. Dikatakan senjata, sebab untuk dekat kepada-Nya harus dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya. Sementara hal tersebut tidak akan mampu dilakukan jika kekuatan yang mendominasi dalam diri adalah kekuatan hawa nafsu. Sehingga untuk melawan musuh internal (perang melawan hawa nafsu) dibutuhkan “tangisan/rintihan” bukan dengan senjata-senjata yang terbuat dari besi. Olehnya itu, yang dapat memerangi hawa nafsunya hanyalah orang yang jiwanya senantiasa hidup bersama doa dan munajat yang bersenjatakan tangisan. Sebagaimana digambarkan oleh Ali Bin Abi Thalib dalam sebuah doa “ Dan senjatanya adalah tangisan”. Dalam al-Quran surah Al Israa: 109, juga dijelaskan tentang menangis sebagai senjata ampuh untuk mendidik jiwa dan membersihkan hati.
“Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu’”
Selanjutnya, dalam Surat Maryam: 58
“…apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
Adanya perbedaan fungsi biologis yang dimiliki laki-laki dan perempuan juga sejalan dengan menangis dalam pandangan Islam. Menurut Sayyid Jawudi Amuli, perempuan diberi Allah potensi tangisan/rintihan lebih besar dari pria dalam upaya mendekatkan diri kepadaNya. Beliau mengilustrasikan potensi tersebut sebagai berikut.
“sebuah negara yang belum memiliki persenjataan cukup dalam menghadapi sebuah peperangan, tentunya terlebih dahulu para pemimpin negara tersebut harus melengkapi kekuatan mereka dengan berbagai jenis senjata yang memadai dan menggunakannya pada tempatnya, sedangkan negara lain yang mapan dalam hal ini persenjataan, tugas mereka adalah bagaimana memanfaatkan persenjataan-persenjataan semaksimal mungkin”.
Begitupula dengan kaum perempuan yang telah memiiki potensi yang cukup, dalam hal kemampuan menangis dan merintih untuk menghadapi jihad akbar (melawan hawa nafsu) mesti mengoptimalkan fungsinya. Bagi kaum pria, boleh jadi potensi ini mereka miliki tetapi tidak begitu besar sehingga mereka harus berupaya memaksimalkan potensi ini terlebih dahulu, kemudian berusaha menggunakan dan mengoptimalkannya dengan baik dan benar.
Makanya tidak sedikit orang yang menghadiri majelis belasungkawa mengenang para syuhada, tetapi hati mereka tidak tersentuh, mereka tidak dapat menangis. Mengapa demikian? Karena mereka tidak memiliki kelembutan hati, dan kelembutan hati ini tidak dimiliki setiap orang. Oleh karena itu, modal utama dalam jihad akbar adalah tangisan, dan tangisan lekat dengan seseorang yang hatinya cepat merasa iba dan terharu. Potensi tersebut tentunya diberikan Tuhan kepada semua makhlukNya, namun lebih kuat pada diri perempuan.
Dalam doa Abu Hamzah al-Tsimali yaitu doa yang diajarkan Ali Zainal Abidin kepada sahabatnya Abu Hamzah, terdapat sebuah ungkapan yang berbunyi” Ya Allah anugerahi aku agar aku dapat menangisi diriku”. Artinya tolonglah aku agar dapat memahami yang terbaik dan merintih dengan rintihan yang terbaik. Jika air mataku telah habis maka tolonglah aku agar dapat mengeluarkan kembali air mataku karena rintihan adalah satu-satunya senjata yang dapat digunakan dalam jihad akbar. Dan kemampuan merintih tersebut pada perempuan ditemukan lebih banyak dibanding pria.
Jika potensi tersebut lebih banyak pada perempuan, apakah semuua tangisan dan rintihan perempuan dikategorikan sebagai ibadah?
Modal utama yang dimiliki perempuan adalah potensi ketertarikannya kepada Dzat Yang Maha Indah, dan kemampuan bermunajat kepadaNya melebihi kaum pria. Apabila pengetahuan ini benar-benar disadari oleh kaum perempuan lalu mereka beramal dengannya, maka semua anugerah yang diberikan Tuhan kepada perempuan bisa diaktualkan sebagaimana mestinya. Benar bahwa kecantikan adalah modal bagi perempuan, tetapi harus digunakan pada tempatnya dengan senantiasa menggunakan hijab. Namun, kecantikan perempuan yang hakiki adalah ketertarikannya terhadap keindahan Murni yaitu Allah SWT.
Begitu pula dengan tangisan, rintihan, dan kelembutan hati, dimana potensi ini harus digunakan? Terkadang orang memiliki senjata , tetapi tidak digunakan untuk berperang melawan musuh, melainkan memukul batu. Hal serupa terjadi pada orang yang menangis, terkadang dia menangis tapi tangisannya hanya untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Hatinya lembut dan mudah tersentuh serta memiliki kemampuan merintih dan menangis. Namun, dia merintih bukan pada tempatnya. Sementara Islam menganjurkan agar manusia menggunakan potensi tersebut pada tempatnya. Yang perlu dipahami bahwa, tangisan yang diperintahkan adalah tangisan saat memanjatkan doa dan munajat kepada Allah, bukan menangis terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat. Apalagi untuk menangisi dunia dan perhiasannya. Karena potensi yang digunakan bukan pada tempatnya itu merupakan kezhaliman.
Oleh karena itu, sebagai makhluk yang diberikan potensi lebih besar untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara bermunajat, air mata dan rintihan, sudah selayaknya kaum perempuan lebih mengaktualkannya.
Terakhir, tentang menangis Rasulullah SAW pernah bersabda: “Mata yang beku dan tidak mampu menangis adalah karena hati orang itu keras, dan hati yang keras adalah karena menumpuknya dosa yang telah diperbuat. Banyaknya dosa yang dibuat seseorang adalah karena orang tersebut lupa mati, sedangkan lupa mati datang akibat panjangnya angan-angan. Panjang angan-angan muncul karena terlalu cinta pada dunia, sedangkan terlalu mencintai dunia adalah pangkal segala perbuatan dosa.”

 

“Laa tahtaqir syai’an shaghiiran muhtaqaran. Farubbamaa asaalati ad-dama al-ibaru” (Al-Mahfudzat)
Janganlah meremehkan hal-hal kecil yang terhina. Bahkan sebuah jarum kecilpun mampu membuat kita berdarah #PepatahArab
Semua kehidupan besar di dunia ini bermula dari hal-hal kecil. Karena kecil, banyak orang yang tidak menganggapnya ada, atau meremehkan karena dianggap tidak bernilai. Padahal, hal kecil itu kalau kita seriusin nilainya tidak kalah besar dengan apa yang dianggap besar.
Apa yang kita pikirkan tentang sampah dan barang bekas yang berserakan di tempat sampah? Tidak ada yang berpikir itu akan berguna sampai datanglah orang-orang, terutama orang Madura yang dengan jeli memanfaatkan sampah dan barang bekas itu menjadi bernilai harganya. Mereka membeli dengan harga sampah dan barang bekas, dibagusin lagi, lalu menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Atau orang yang jualan nasi uduk, warung kelontong, loper Koran, makanan dan minuman secara asongan, mungkin kita anggap kecil penghasilan mereka. Tetapi ternyata, lumayan juga untuk bisa menyambung hidup dan menghidupi keluarga. Semua bermula dari hal kecil.
Memulai sesuatu karenanya tidak perlu khawatir dari yang kecil. Cita-cita dan impian memang harus besar, tetapi mulainya memang mesti dari yang kecil, agar bisa belajar jatuh bangunnya kehidupan dan menyiapkan diri untuk tantangan yang lebih besar.
Ketekunan kita, disiplin, kerja keras, ketangguhan, pantang menyerah, semuanya yang akan membuat apa yang kita mulai dari kecil itu bisa menjadi besar. Impian besar, mulai dari apa yang bisa kita lakukan sekarang.
Dunia ini dipenuhi dengan misteri dan rahasia..
Maka janganlah kita menilai sebuah perbuatan, sekecil apapun namanya..
Sungguh pandangan kita berbeda dengan pandangan Allah..
Sungguh penilaian kita tak sama dengan penilaian-Nya..
Besar dan remehnya sesuatu tidak bergantung pada anggapan dan penilaian kita…
Semua bergantung dengan posisi kita dihadapan-Nya..
Jangan pernah meremehkan dosa kecil, karena mungkin itulah penyebab kesengsaraan kita..
Dan jangan abaikan kebaikan kecil, karena mungkin itulah pintu kesuksesan dan kebahagiaan kita…
Bukankah Allah berfirman,
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS.an-Nur:15)

 

Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an: "(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan "mematikanmu" dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat." (QS. Ali-Imran [3]:55) Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Isa As dinyatakan telah mati. Apakah dengan dicabutnya nyawa, ada arti lain selain kematian? Apa alasan Anda mengatakan Nabi Isa As tidak mati namun ia diangkat ke sisi Tuhannya?
Jawaban Global
Sebab timbulnya pertanyaan seperti ini adalah kesalahan sebagian pihak dalam menerjamahkan ayat Al-Qur'an. Oleh karena itu, jika ayat di atas diterjemahkan dengan benar, tidak akan ada pertanyaan seperti ini. Dengan mengkaji Al-Qur'an secara seksama, kita bakal menyadari bahwa kata "tawaffa" dalam Al-Qur'an tidak selalu berarti wafat atau mati, namun juga memiliki arti lainnya.

Oleh karena itu, kita tidak bisa menjadikan salah pengertian itu sebagai dalil telah meninggalnya Nabi Isa As, bahkan banyak sekali riwayat-riwayat yang membuktikan bahwa ia tidak mati. Arti ayat yang benar adalah: "Dan ingatlah ketika Allah swt berkata kepada Nabi Isa As: "Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu ke sisi-Ku."."
Jawaban Detil
Sebab munculnya pertanyaan seperti ini adalah kesalahan sebagian penerjemah dalam menerjamahkan ayat Al-Qur'an. Mereka menerjemahkan kata "mutawaffiika" dengan arti "mematikanmu". Meskipun banyak juga yang menerjemahkan ayat di atas dengan terjemahan yang tidak bertentangan dengan tetap hidupnya Nabi Isa As. Misalnya ayat itu diterjemahkan: "Dan ingatlah ketika Allah Swt berkata kepada Nabi Isa As: "Aku akan mengambilmu (dari dunia dan dari antara orang-orang yang ada di sekitarmu) dan mengangkatmu ke sisi-Ku."."

Harus difahami bahwa kata "tawaffa" berasal dari kata "wafa" yang memiliki berbagai arti, yang di antaranya adalah: "mati", "mengambil", "menyempurnakan", dan lain sebagainya.[1] Menepati janji juga adalah salah satu arti kata "wafa", karena orang itu menyempurnakan apa yang dijanjikannya. Begitu juga ketika seseorang telah mengambil seluruh uang dari seseorang yang telah berhutang kepadanya, dalam bahasa Arab dikatakan: "tawaffa dainahu" atau "ia telah mengambil uang yang dihutangkannya."

Majma' al-Bahrain, salah satu kitab bahasa, dalam menjelaskan ayat di atas menyebutkan: "Artinya maksud ayat itu adalah: "Aku akan mengamankanmu dari gangguan orang-orang kafir dan mencegahmu disalib oleh mereka, dan mengakhirkan ajalmu yang telah Kutetapkan."[2]

Oleh itu, meskipun memang kata "tawaffa" juga berarti kematian sebagaimana dalam beberapa ayat,[3] namun bukan berarti kata itu selalu berarti demikian. Misalnya Allah Swt befirman: "Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan." (Qs. Al-An'am [6]:60)

Dengan pasti dapat kami katakan bahwa maksud dari "yatawaffakum" di ayat itu bukan berarti "mematikan kalian", namun berarti "menidurkan kalian" di malam hari yang mana hal itu terus berulang tiap hari.

Dengan demikian, ayat di atas tidak bisa disalah artikan dengan kematian Nabi Isa As. Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada beliau? Pembahasan ini cukup menarik. Silahkan perhatikan beberapa penjelasan berikut ini:

1. Orang-orang Kristen berkeyakinan bahwa beliau disalib dan dibunuh oleh musuh-musuhnya. Namun Al-Qur'an menentang keyakinan itu dengan tegas. Allah Swt berfirman: "padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka." (Qs. Al-Nisa' [4]:157)

2. Al-Qur'an meskipun dengan tegas mengingkari kematian Nabi Isa As, namun tak satupun ayat Al-Qur'an menjelaskan bahwa Nabi Isa As tidak "mati" dengan "cara" lain dan hidup hingga saat ini.

3. Ayat-ayat seperti ayat 55 surah Ali-Imran dan juga ayat 117 surah Al-Ma'idah, yang meskipun ayat-ayat itu tidak menunjukkan secara pasti bahwa Nabi Isa As telah wafat, namun secara tersirat juga menjelaskan bahwa bentuk interaksi beliau dengan dunia kini jauh berbeda dengan saat beliau benar-benar hidup waktu itu.

4. Banyak sekali riwayat dalam kitab-kitab Sunni dan Syiah yang menjelaskan bahwa Nabi Isa As masih hidup. Jadi meskipun tidak ada ayat Qur'an yang menegaskan secara jelas bahwa beliau hidup, namun banyak sekali riwayat yang menjelaskan hal itu. Misalnya, simak beberapa riwayat di bawah ini:

4.1. Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Yahudi: "Sesungguhya Nabi Isa As tidak mati, tapi ia bakal kembali lagi kepada kalian di hari kiamat nanti."[4]

4.2. Rasulullah Saw bersabda: "...dan Mahdi dari keturunanku. Saat ia datang nanti, Nabi Isa As akan hadir bersamanya dan salat di belakangnya."[5]

5. Jika seandainya pun kita tidak meyakini adanya makna lain selain "kematian" bagi kata "tawaffa" di ayat itu, yang mana jika demikian kita meyakini bahwa Nabi Isa As telah mati, namun bukan berarti tidak ada kemungkinan ia kini tidak hidup. Karena bisa jadi setelah beliau mati ia dihidupkan kembali hingga hari kiamat nanti. Karena berdasarkan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an dapat difahami bahwa ada sebagian orang yang hidup setelah mati selama seratus tahun.[6] Karena itu, boleh jadi kejadian itu terjadi pula pada Nabi Isa As. [iQuest]

 


[1]. Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 15, hal. 398, cet. pertama, penerbit Adab, Hauzah, Qum, 1405 H.
[2]. Majma' Al-Bahrain, jil. 1, hal. 444, klasul "wafa", Ketabforushi Morteza, Teheran, 1375, S.
[3]. (Qs. Al-Nisa' [4] : 97); (Qs. Muhammad [47] : 27); (Qs. Yunus [10] : 46); (Qs. Sajdah [32] : 11).
[4]. Ibnu Abi Hatim, Tafsir al-Qur'ân al-'Azhim, jil. 4, hal. 1110, Hadits 6232,  Maktabah Nizar al-Musthaf al- Bariz, Saudi Arabia, 1419 H.
[5]. Syaikh Shaduq, Al-Âmâli, jil. 1, hal. 218, Ketabkhane e Eslami, Teheran, 1362 H.S.
[6]. "Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali." (Qs. Al-Baqarah [2]:259)

 

Emmy seorang wanita Amerika yang berdomisili di New York menjelaskan kepada wartawan yang mengerubungi, ia menyatakan masuk Islam setelah berkenalan lama dengan sebuah keluarga Iran.

“Pada hari Arba’in tahun lalu, saya berjumpa denga sekelompok Syiah di New York. Mereka memberikan makanan nazar kepada saya. Ketika saya tanyakan tentang Asyura dan Imam Husain, mereka memberikan jawaban yang sangat menarik,” ujar Emmy.

Menurut Emmy setelah melakukan sedikit telaah tentang Islam, Islam merupakan sebuah agama yang sempurna dan dapat menjamin seluruh kebutuhan manusia. Agama ini juga memiliki program konprehensif untuk membangun sebuah kehidupan yang baik.

Menurut Emmy, ziarah ke makam suci Imam Ali bin Musa Ridha as adalah sebuah titik tolak dalam kehidupannya. Dengan ziarah, ia mengaku memperoleh ketenangan.

Emmy telah menyisihkan waktu untuk menelaah Islam selama empat tahun.

“Menurut hemat saya, Syiah adalah mazhab yang paling sempurna dan memiliki pondasi saintis yang kuat,” ujarnya.

Setelah menyatakan masuk Islam, Emmy memilih nama Aminah untuk dirinya.

Jumat, 28 Februari 2025 17:16

Motivasi Mencari Agama

 

Definisi Agama

Sebelum saya menjelaskan tema diatas, perlu saya jelaskan tentang pengertian agama secara singkat dan kata-kata lain yang berhubungan dengannya. Hal itu saya anggap perlu untuk memberikan gambaran yang jelas agar tema di atas dapat dipahami dengan baik dan benar.

Agama dalam bahasa Arab disebut al-Din. Secara leksikal, kata din berarti ketaatan dan balasan. Sedangkan secara teknikal, din berarti iman kepada pencipta manusia dan alam semesta, serta kepada hukum praktis yang sesuai dengan keimanan tersebut. Dari sinilah kata al-ladini (orang yang tak beragama) digunakan pada orang yang tidak percaya kepada wujud pencipta alam secara mutlak, walaupun ia meyakini shudfah (kejadian yang tak bersebab-akibat) di alam ini, atau meyakini bahwa terciptanya alam semesta ini akibat interaksi antar-materi semata. Adapun kata al-mutadayyin (orang yang beragama) secara umum digunakan pada orang yang percaya akan wujud pencipta alam semesta ini, walaupun kepercayaan, perilaku dan ibadahnya bercampur dengan berbagai penyimpangan dan khurafat. Atas dasar inilah agama yang dianut oleh umat manusia terbagi menjadi dua; agama yang hak dan agama yang batil. Agama yang hak merupakan dasar yang meliputi keyakinan-keyakinan yang benar; yang sesuai dengan kenyataan, dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dibangun di atas pondasi yang kokoh dan dapat dibuktikan kesahihannya.

Salah satu keistimewaan manusia di atas makhluk lainnya yaitu adanya motivasi fitriyah untuk mengenal hakikat dan mengetahui berbagai realitas. Fitrah ini mulai tampak sejak masa kanak-kanak sampai akhir usianya, yang lebih dikenal juga sebagai rasa ingin tahu (kuriositas). Fitrah ini dapat mendorong seseorang untuk mencari agama yang benar dan memikirkan berbagai persoalan yang bersangkutan, antara lain:

Apakah ada wujud lain yang bersifat nonmateri dan gaib? Jika memang ada, apakah ada hubungan antara alam gaib dengan alam materi ini? Jika benar terdapat relasi di antara keduanya, apakah wujud nonmateri itu sebagai pencipta alam materi ini? Apakah wujud manusia itu terbatas pada badan fisikal ini saja? Apakah hidupnya terbatas pada kehidupan di dunia ini? Ataukah ada kehidupan lain? Apabila kehidupan lain itu ada, apakah ada hubungan di antara kehidupan duniawi ini dan kehidupan ukhrawi? Apabila hubungan itu ada, persoalan-persoalan duniawi apakah yang dapat menentukan urusan akhirat? Apakah cara untuk mengetahui tata hidup yang benar, yaitu sistem yang dapat menjamin kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat kelak? Dan yang terakhir, berupa apakah sistem dan undang-undang tersebut?

Dengan demikian, naluri rasa ingin tahu itu merupakan motivasi utama yang mendorong seseorang untuk mencari berbagai persoalan, termasuk yang berkaitan dengan agama.

Motivasi kedua yang juga begitu kuat membangkitkan keinginan seseorang untuk mengetahui berbagai hakikat adalah rasa ingin memenuhi berbagai kebutuhan yang ada hubungannya dengan satu atau beberapa fitrah selain fitrah rasa ingin tahu. Berbagai kebutuhannya itu tidak dapat terealisasi kecuali dengan memperoleh pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, berbagai kenikmatan dan kesenangan materi duniawi itu baru akan dapat dicapai dengan cara mengerahkan pikiran dan pengetahuan. Sedangkan pengetahuan empirik seseorang akan sangat membantunya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Jika agama itu dapat membantu pula untuk memenuhi segala kebutuhannya dan meraih kesenangan dan keuntungan yang diinginkan serta melindungi dirinya dari bahaya yang mengancamnya, tentunya agama itu pun akan menjadi elemen utama di dalam kebutuhan hidupnya. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa fitrah mencari keuntungan, kebahagiaan dan rasa aman dari marabahaya, merupakan pendorong bawaan lainnya untuk mencari agama. Akan tetapi, mengingat pengetahuan yang berhubungan dengan hal ini banyak sekali, belum lagi syarat-syarat untuk mengetahui semua hakikat itu tidak mungkin dapat terpenuhi, maka sangat mungkin seseorang itu akan memilih masalah dan persoalan yang paling mudah untuk dipecahkan, yang paling banyak keuntungan materinya. Untuk itu, ia akan memilih jalan yang paling dekat untuk sampai kepada tujuan yang diinginkannya dan menghindar dari usaha mencari kebenaran agama, yang ia yakini bahwa hal itu sangat rumit dan sulit untuk dipecahkan, atau ia meyakini bahwa masalah-masalah agama itu tidak akan mebuahkan hasil yang berarti.

Atas dasar itu, kita dapat mengatakan betapa pentingnya pengaruh masalah-masalah agama. Lebih dari itu, mencari masalah apa pun selain agama tidak akan memiliki nilai sebesar nilai yang dikandung oleh masalah-masalah agama. Kita perhatikan bahwa sebagian ahli Psikologi meyakini bahwa beragama dan beribadah kepada Allah itu sebenarnya satu kecenderungan fitriyah tersendiri, yang basisnya disebut sebagai rasa beragama. Mereka menempatkan rasa beragama sebagai naluri keempat manusia, di samping naluri rasa ingin tahu (kuriositika), rasa ingin berbuat baik (etika) dan rasa ingin keindahan (estetika).

Selain mengandalkan bukti-bukti sejarah dan data-data arkeologis, para pakar itu pun menemukan bahwa rasa beragama dan beribadah kepada Allah adalah fenomena yang merata dan umum pada setiap generasi manusia sepanjang sejarah. Fenomena ini adalah bukti kuat bahwa ihwal ber-agama merupakan sebuah naluri dan fitrah manusia. Keumuman naluri beragama ini tidak berarti bahwa hal itu senantiasa ada dan hidup dalam diri setiap orang yang lalu mendorongnya secara sadar kepada tujuan-tujuannya. Akan tetapi, sangat mungkin fitrah itu tertimbun di kedalaman jiwanya lantaran faktor-faktor yang melingkupinya dan pendidikan yang tidak benar, atau ia menyimpang dari jalan yang lurus, sebagaimana hal-hal ini pun -sedikit atau banyak- bisa menimpa naluri dan kecenderungan bawaan lainnya. Berdasarkan pandangan ini dapat kita ketahui bahwa mencari agama merupakan naluri tersendiri pada diri setiap manusia sehinggga tidak perlu lagi menetapkan keberadaannya dengan argumentasi. Tetapi, karena naluri dan kecenderungan semacam itu tidak dapat dirasakan secara langsung, sangat mungkin seseorang akan mengingkari keberadaannya dalam dirinya pada saat ia melakukan perdebatan.

Pentingnya Mencari Agama

Dari uraian di atas jelaslah bahwa dorongan naluri untuk mengetahui berbagai hakikat dari satu sisi, dan motifasi untuk meraih keuntungan dan keamanan dari segala bahaya dari sisi lain, menjadi alasan kuat seseorang untuk memikirkan dan memperoleh berbagai keyakinan.

Oleh karena itu, ketika seseorang mengetahui ihwal orang-orang besar dalam sejarah yang mengaku bahwa mereka itu diutus oleh Sang Pencipta alam semesta ini untuk menuntun umat manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, dan mereka telah mengerahkan segala kemampuan untuk menyampaikan risalah Ilahi dan memberi petunjuk kepada umat manusia, bahkan mereka siap menanggung berbagai tantangan dan kesulitan, hingga mempertaruhkan nyawa mereka demi tujuan mulia ini, tentunya orang itu –dengan dorongan naluri tersebut– akan tergerak hatinya untuk mencari agama dan melihat sejauh mana kebenaran klaim orang-orang besar itu. Apakah mereka membawa argumentasi yang kuat untuk membela klaim tersebut? Terutama ketika ia mengetahui bahwa dakwah dan risalah para nabi itu memberikan janji kebahagiaan abadi, di samping peringatan akan adanya siksa yang abadi pula. Artinya, meyakini dakwah mereka itu mengandung kemungkinan diperolehnya kebahagiaan abadi. Begitu pula, menolak dakwah itu akan mendatangkan kemungkinan yang lain, yaitu kerugian dan kesengsaraan yang abadi pula. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi orang ini untuk acuh tak acuh terhadap agama dan enggan mencari kebenarannya.

Ya, mungkin saja sebagian orang tidak tergerak hatinya untuk mencari agama karena merasa malas dan ingin hidup santai serta suka berleha-leha, atau karena meyakini bahwa agama itu akan menuntut berbagai aturan dan mencegah mereka dari melakukan apa yang mereka inginkan. Sesungguhnya orang-orang yang mempunyai pemikiran semacam ini akan ditimpa berbagai akibat buruk kemalasan dan kecongkakannya itu. Lebih dari itu, mereka pun terancam azab yang abadi. Orang-orang seperti ini lebih dungu dan jahil dari anak kecil yang sakit yang menolak diajak berobat ke dokter lantaran takut untuk minum obat yang pahit, sementara kematian telah mengancam dirinya. Hal ini terjadi karena anak kecil tersebut belum mencapai tingkat kesadaran yang dapat membedakan mana yang berguna dan mana yang berbahaya untuk dirinya. Selain itu, menolak anjuran dokter tidak akan berakibat apa-apa selain kehilangan sejenak rasa senang dalam hidupnya di dunia. Sedangkan orang-orang yang telah mencapai usia dewasa dan berakal mempunyai kemampuan untuk berfikir dan membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak untuk dirinya, serta dapat menimbang antara kenikmatan temporal dan azab yang abadi.

Sebuah Keraguan

Barangkali ada sebagian orang yang enggan untuk berfikir dan mencari agama dengan alasan sebagai berikut: bahwa sepatutnya energi dan waktu ini dikerahkan untuk mengatasi hal-hal yang mungkin dapat diatasi oleh seseorang dan hasilnya pun dapat diharapkan secara nyata. Harapan dan kemungkinan seperti ini tidak akan didapati dalam upaya mencari agama dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Dengan demikian, alangkah baiknya jika tenaga dan wak-tu ini dikerahkan untuk usaha-usaha yang dapat memberikan keberhasilan lebih banyak daripada harus mencari dan membahas masalah-masalah agama yang belum jelas hasilnya itu.

Jawaban atas kritik tersebut adalah

Pertama : Bahwa adanya kemungkinan dan harapan akan teratasinya masalah-masalah agama itu tidak lebih kecil daripada kemungkinan dan harapan akan teratasinya masalah-masalah yang bersifat ilmiah. Kita telah mengetahui bahwa masalah-masalah ilmiah itu baru akan menuai hasil setelah puluhan tahun lamanya; setelah para ilmuwan mengerahkan segala upaya mereka dalam mengatasi hal ini.

Kedua: Sesungguhnya nilai sebuah kemungkinan itu tidak diukur oleh satu indikasi saja, yaitu kuantitas kemungkinan (qordul ihtimal). Tetapi, ada indikasi kemungkinan lain yang patut dipertimbangkan, yaitu kualitas hal yang dimung-kinkan (qodrul muhtamal). Misalnya, jika kemungkinan adanya keuntungan dalam suatu usaha itu sebesar 5 %, sedang dalam usaha lainya sebesar 10 %, tetapi jumlah keuntungan yang dimungkinkan dan yang bisa diharapkan dari usaha pertama itu sebesar 1000 rupiah, sementara keuntungan dari usaha yang kedua hanya sebesar 100 rupiah saja, maka usaha yang pertama itu lebih menguntungkan lima kali lipat dibandingkan dengan usaha yang kedua tersebut, padahal tingkat kemungkinan usaha yang pertama itu hanya 5 % saja yaitu separuh dari tingkat kemungkinan yang terdapat pada usaha yang kedua. Hal ini disebabkan pentingnya derajat dan nilai objek yang dimungkinkan.

Mengingat bahwa keuntungan yang dimungkinkan yang dapat diperoleh dari mencari agama itu tidak terbatas besarnya, tetapi -meski tingkat kemungkinan untuk memperoleh hasilnya itu lebih kecil- besarnya nilai dan pentingnya sebuah pencarian dan pengerahan tenaga dalam usaha ini jauh mengungguli nilai pencarian usaha-usaha apapun yang hasilnya sedikit dan terbatas.

Sesungguhnya seseorang itu baru akan menyadari tidak perlunya mencari agama manakala ia merasa yakin bahwa agama yang dicarinya itu adalah batil dan telah menyimpang, atau ia merasa yakin bahwa masalah-masalah agama itu tidak mungkin dapat diselesaikan. Persoalannya, dari mana keya-kinan terhadap batilnya sebuah agama itu dapat diperoleh jika tanpa penelitian dan pencarian?

Jumat, 28 Februari 2025 17:14

Doa Ulul Albab

 

Ulul Albab yaitu orang-orang yang ahli berpikir, merenung, berakal dan memiliki pandangan ke depan dan yang tidak melihat tujuan dari penciptaan dan eksistensi hanya sekedar tidur dan makan. Orang-orang seperti ini dalam segala kondisi senantiasa mengingat Allah swt dalam keadaan sibuk maupun istirahat dan menyebut-Nya dengan lisan serta berpikir dalam penciptaan langit dan bumi dan mereka berucap kepada Allah swt demikian:

رَبَّنا ما خَلَقْتَ هذا باطِلاً سُبْحانَكَ فَقِنا عَذابَ النَّارِ

رَبَّنا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَ ما لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصارٍ

رَبَّنا إِنَّنا سَمِعْنا مُنادِياً يُنادِي لِلْإِيمانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنا فَاغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا وَ كَفِّرْ عَنَّا سَيِّئاتِنا وَ تَوَفَّنا مَعَ الْأَبْرارِ

رَبَّنا وَ آتِنا ما وَعَدْتَنا عَلى‏ رُسُلِكَ وَ لا تُخْزِنا يَوْمَ الْقِيامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعادَ.

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolong pun.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.

Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji."[1]

Sebagaimana yang dapat disaksikan bahwa doa ini adalah umum dan tidak dikhususkan untuk seseorang tertentu. Ketika doa ini dibaca dengan sepenuh hati maka keterkabulannya adalah pasti.

[1] QS. Ali ‘Imran (3): 191 – 194.