کمالوندی

کمالوندی

 

Dikisahkan, ada seorang perempuan mengeluh kepada Rasulullah karena perilaku suaminya.

Suaminya selalu mengundang orang-orang datang ke rumahnya dan menjamunya sehingga tamu-tamu tersebut menyebabkan sang istri menjadi repot dan merasa kelelahan.

Lalu wanita tersebut keluar meninggalkan Rasulullah dan tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Rasul saw.

Setelah beberapa waktu, Rasulullah pergi ke rumah suami-istri tersebut, Rasulullah bersabda kepada sang suami : “Sesungguhnya aku adalah tamu di rumahmu hari ini.”

Betapa bahagianya sang suami demi mendengar ucapan Rasulullah tersebut, maka dia segera menghampiri istrinya untuk mengabarkan bahwa tamu hari ini adalah Rasulullah.

Si istri pun merasa bahagia karena kabar tersebut, dia pun segera memasak makanan yang lezat dan nikmat.

Dia lakukan hal tersebut dengan penuh rasa bahagia di dalam hatinya.

Ketika Rasulullah akan pergi dari rumahnya setelah beliau mendapatkan kemuliaan dan merasa bahagia dengan keridhoan pasangan itu.

Rasulullah bersabda kepada suaminya :
“Ketika aku akan keluar nanti dari rumahmu, panggil istrimu dan perintahkan dia untuk melihat ke pintu tempat aku keluar.”

Maka sang istri melihat Rasulullah keluar dari rumahnya diikuti oleh binatang-binatang melata, seperti kalajengking dan berbagai binatang yang berbahaya lainnya di belakang Rasulullah.

Terkejutlah sang istri dengan apa yang dilihat di depannya.

Maka Rasulullah bersabda : “Seperti itulah yang terjadi. Setiap kali tamu keluar dari rumahmu, maka keluar pula segala bala’, bahaya dan segala binatang yang membahayakan dari rumahmu.”

“Maka inilah hikmah memuliakan tamu dan tidak berkeluh kesah karena kedatangannya.”

Rumah yang banyak dikunjungi tamu adalah rumah yang dicintai ALLAH.

Begitu indahnya rumah yang selalu terbuka untuk anak kecil atau dewasa.

Rumah yang di dalamnya turun rahmat dan berbagai keberkahan dari langit.

Rasulullah bersabda : “Jika ALLAH menginginkan kebaikan terhadap satu kaum, maka ALLAH akan memberikan hadiah kepada mereka.

Para sahabat bertanya : “Hadiah apakah itu, ya Rasulullah……………?.”

Rasulullah bersabda : “Tamu akan menyebabkan turunnya rezeki untuk pemilik rumah dan menghapus dosa-dosau penghuni rumah.”

Rasulullah bersabda : “Rumah yang tidak dimasuki tamu (tidak ada tamu), maka Malaikat Rahmat tidak akan masuk ke dalamnya.”

Rasulullah bersabda : “Tamu adalah penunjuk jalan menuju Surga.”

Rasulullah bersabda : “Barangsiapa beriman kepada ALLAH dan Hari Akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.”

Marilah kita semua rela untuk menyediakan diri, menyediakan kasih sayang dengan cara saling berkunjung, bersilaturahmi menguatkan tali ukhuwah islamiyah antara sesama saudara muslim.

 

Tahukah Anda bahwa membaca shalawat sebelum berdoa pada Allah swt dapat mempengaruhi doa Anda? Dan tahukah Anda bahwa dengan bershalawat, kebutuhan dunia dan akhirat Anda akan terpenuhi? Mari kita simak kisah nyata di bawah ini!

Seorang laki-laki datang menghampiri Rasulullah saw kemudian ia berkata:

“Sepertiga shalawatku, aku berikan untukmu. Tidak hanya itu, setengah dari shalawatku,  akanku berikan untukmu. Lebih dari itu, seluruh shalawatku, aku persembahkan untukmu.”

Rasulullah saw bersabda, “Jikalau begitu kebutuhan dunia dan akhiratmu telah terjamin.”

Abu Bashir bertanya, “Apa maksud dari kalimat ‘seluruh shalawatku, aku berikan untukmu’?”

“Yakni sebelum kamu berdoa pada Allah swt, engkau memulainya dengan bershalawat atas nabi. Serta sama sekali kamu tidak memohon apapun kepada Allah kecuali kamu harus bershalawat sebelumnya lalu setelah itu meminta sesuatu dari Allah.”

Dari sini kita mengetahui sebuah rahasia yang datang Baginda Nabi saw yang lebih tepatnya rahasia dari bershalawat.

Yang pertama adalah dengan bershalawat pada Baginda Nabi Muhammad saw, kebutuhan dunia dan akhiratmu akan terjamin.

Bukankah hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa. kebutuhan dunia dan akirat kita akan dijamin oleh Allah swt. Dan hal ini bisa diraih ketika kita memulai doa dengan shalawat,

Allahumma shali ala Muhammad wa ali Muhammad.

Kamis, 12 Desember 2019 17:26

Obrolan Rasulullah Dengan Petani Saleh

 

Suatu hari Rasulullah saw berjalan melewati sebuah ladang kebun . Lalu Nabi melihat seorang petani sedang bercocok tanam di kebun miliknya.

Rasulullah saw menghampirinya dan bersabda, “Wahai petani, apakah engkau ingin aku berikan kabar tentang menanam sebuah pohon yang akarnya kuat, buahnya banyak juga segar?”

“Silahkan wahai Rasulullah. Aku ingin mengetahui pohon tersebut” Jawab petani.

Rasulullah saw bersabda, “ketika subuh dan malam bacalah subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah wallahu akbar”

سُبْحَانَ اللَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَ اللَّهُ أَكْبَرُ

“Jika engkau membaca dzikir ini (dengan syarat-syaratnya dan hati ikhlas) maka untuk setiap dzikirnya, Allah swt menanam sebuah pohon yang mempunyai buah yang bermacam-macam dan pohon tersebut merupakan baqiyyatus solihat untuk dirimu.” Tambah Rasulullah.

Penjelasan Nabi saw masuk ke dalam hati sang petani dan ia menjadi begitu mencintai pahala ukhrawi kemudian berkata kepada Nabi,

“Aku bersumpah kepadamu, wahai Rasulullah! Aku akan mewakafkan kebunku ini untuk para faqir miskin dari muslimin.”

Dan Allah menurunkan ayat al-Quran untuknya;

فَأَمَّا مَنْ أَعْطى‏ وَ اتَّقى‏ (5) وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنى‏ (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرى‏ (7)[1]

“Maka barang siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).”  (Surah Al-Lail, ayat 5-7)

[1] Terdapat riwayat juga yang menyatakan bahwa ada asbabun nuzul yang lain untuk ayat ini.

 

Menjelang sakratul maut, ada seorang ayah yang meminta anak-anaknya untuk berkumpul di sisinya. Sang ayah pun telah menyiapkan seikat ranting-ranting.

Kemudian sang ayah berkata pada anak yang paling tua, “Bisakah kamu mematahkan seikat ranting-ranting ini?”

Lalu sang anak pun mencoba mematahkannya akan tetapi ia tidak bisa. Setelah itu, sang ayah meminta anak-anaknya yang lain untuk mematahkannya. Namun mereka pun tidak mampu untuk mematahkan seikat ranting tersebut.

Setelah itu sang ayah membuka ikat ranting dan memberikan setiap anaknya satu ranting. Kemudian sang ayah meminta mereka mematahkan ranting tersebut. Pada akhirnya mereka mampu mematahkannya.

Kemudian sang ayah berpesan, “Wahai anak-anakku! Begitulah persatuan. Jika kalian Bersatu maka kalian akan menjadi kuat dan jika kalian bercerai berai maka kalian akan menjadi lemah dan mudah dipatahkan. Janganlah berpecah belah dan bersatulah!”

 

Suatu hari, seorang remaja pergi ke sebuah kota yang jauh, dengan penuh semangat untuk mencari ilmu.

Setelah sekian lama ia bermukim di kota tersebut dan belajar di sana, rupanya dia belum bisa mendapatkan kesuksesan. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi kembali ke kampung halamannya.

Di tengah perjalanan pulang ia melewati sebuah mata air. Di sana ia melihat sebuah batu yang keras dan besar berlubang. Ia terheran-heran kenapa gerangan yang terjadi dengan batu tersebut.

Ternyata ada air yang menetes di atasnya yang membuat batu tersebut berlubang. Lalu ia berpikir bahwa air yang lembut saja mampu melubangi batu yang keras. Dari situ dia menyimpulkan bahwa jika seseorang ingin sampai pada tujuannya maka ia harus berusaha keras, konsisten, dan serius.

Kemudian untuk kedua kalinya ia kembali pergi mencari ilmu dan belajar dengan keras, konsisten, dan serius. Akhirnya dia menjadi seorang yang sukses.

 

Kali ini, cerita hikmah hadir membawakan kisah nyata dari seorang gubernur yang benar-benar melayani serta berkhidmat pada masyarakat dan gubernur tersebut adalah seorang muslim. Ia adalah Salman Al-Farisi. Bagaimana kisahnya, mari kita baca bersama-sama!

Pada suatu siang yang terik, seorang pedagang dari Syam sedang kerepotan mengurus barang bawaannya. Tiba-tiba ia melihat seorang pria bertubuh kekar dengan pakaian lusuh. Orang itu segera dipanggilnya.

“Hai kuli, kemari! Tolong bawakan barang ini ke kedai di seberang jalan itu.”

Tanpa membantah sedikitpun, dengan patuh pria berpakaian lusuh itu mengangkut bungkusan berat dan besar tersebut ke kedai yang dituju.

Saat sedang menyeberang jalan, seseorang mengenali kuli tadi. Ia segera menyapa dengan hormat, “Wahai, Amir! Biarlah saya yang mengangkatnya.” Si pedagang terperanjat seraya bertanya pada orang itu, “Siapa dia?, mengapa seorang kuli kau panggil Amir?

Ia menjawab, “Tidak tahukah Tuan, kalau orang itu adalah gubernur kami?”

Dengan tubuh lemas seraya membungkuk-bungkuk ia memohon maaf pada “kuli upahannya” yang ternyata adalah Salman al Farisi.

“Ampunilah saya, Tuan. Sungguh saya tidak tahu. Tuan adalah amir negeri Mada’in” ucap si pedagang.

“Letakkanlah barang itu, Tuan. Biarlah saya yang mengangkutnya sendiri.”

Salman menggeleng, “Tidak, pekerjaan ini sudah aku sanggupi, dan aku akan membawanya sampai ke kedai yang kau maksudkan.”

Setelah sekujur badannya penuh dengan keringat, Salman menaruh barang bawaannya di kedai itu, ia lantas berkata, “Kerja ini tidak ada hubungannya dengan ke-gubernuran-ku. Aku sudah menerima dengan rela perintahmu untuk mengangkat barang ini kemari. Aku wajib melaksanakannya hingga selesai. Bukankah merupakan kewajiban setiap umat Islam untuk meringankan beban saudaranya?”

Pedagang itu hanya menggeleng. Ia tidak mengerti bagaimana seorang berpangkat tinggi bersedia disuruh sebagai kuli. Mengapa tidak ada pengawal atau tanda kebesaran yang menunjukkan kalau ia seorang gubernur?

Kamis, 12 Desember 2019 17:24

Kisah Abu Nawas; Raja Ikut Mengemis

 

Pada suatu hari Abu Nawas yang sedang bersantai beranda rumah bersama istrinya tiba-tiba didatangi oleh beberapa pengawal kerajaaan. Para pengawal tersebut diperintahkan baginda untuk menghadirkan Abu Nawas menghadap ke istana.

Mendengar titah baginda, Abu Nawas pun segera bergegas menuju istana bersama para pengawal itu. sesampainya di istana untuk menghadap, baginda langsung berkata,

“Wahai Abu Nawas, saat ini aku sangat membutuhkan bantuanmu menyelesaikan sebuah masalah.” Kata baginda.

“Ampun baginda, apa yang bisa hamba bantu?”  Tanya Abu Nawas.

Baginda lalu mulai bercerita kepada Abu Nawas. Baginda mengatakan jika ia telah mendapat laporan tentang seorang saudagar kaya di negeri itu yang kikir dan menolak membayar zakat.

Mendengar cerita baginda, Abu Nawas lalu memberi usul,

“Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan dia ke penjara?” Tanya Abu Nawas.

“Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun jika ada cara yang lebih halus untuk menyadarkannya kenapa harus menghukumnya. Karena Bagaimanapun dahulu sebelum menjadi saudagar ia adalah seorang yang sangat rajin bersedekah dan membayar zakat.” Kata baginda.

“Jadi Abu Nawas, adakah cara lain yang lebih halus darimu agar ia segera tersadar?” Tanya baginda

“Jika begitu, hamba mita waktu tiga hari untuk memikirkan jalan keluarnya wahai baginda.” Kata Abu Nawas.

Baginda lalu memberi Abu Nawas waktu selama tiga hari. Sekembalinya Abu Nawas dari istana, ia mulai memutar otak mencari jalan keluarnya. Secara pribadi Abu Nawas sangat menginginkan saudagar kaya itu dipenjara karena saudagar tersebut memang terkenal akan pelitnya dan enggan membayar zakat dan banyak orang yang membencinya. Tetapi karena tugas itu merupakan perintah dari baginda, mau tidak mau Abu Nawas harus menemukan cara untuk menyadarkan saudagar tersebut.

Kini tibalah pada hari ketiga, pagi itu Abu Nawas yang memang sudah menemukan cara segera bergegas menuju istana untuk menyampaikan idenya pada baginda. Begitu menghadap, baginda langsung bertanya padanya,

“Bagaimana Abu Nawas? Apa kau sudah menemukan cara?” Tanya raja.

“Sudah Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, baginda juga harus ikut dengan hamba untuk menjadi pengemis dan mengemis di rumah saudagar itu, nanti di sana hamba yang akan menyelesaikan masalah tersebut. Apakah Baginda bersedia?” Tanya Abu Nawas.

Awalnya baginda merasa ragu pada ajakan Abu Nawas, tapi demi menyadarkan saudagar itu, akhirnya baginda pun bersedia.

Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumahnya saudagar pelit itu. mereka terus mengawasi sampai saudagar tersebut ada di rumahnya. setelah beberapa saat menunggu, terlihatlah saudagar itu sedang duduk bersantai di beranda rumahnya.

Abu Nawas dan baginda segera saja menghampiri dan mengucapkan salam menyapa saudagar itu.

“Apakah Tuan mempunyai uang receh?” Tanya Abu Nawas.

“Tidak ada!” Jawab Tuan Kabul.

“Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut kami?” Tanya Abu Nawas.

“Tidak ada!” Kata saudagar.

“Kalau begitu, bolehkah kami minta segelas air saja, adakah Tuan?” Tanya Abu Nawas kembali.

“Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!” Kata Saudagar yang mulai jengkel.

Abu Nawas pun langsung mengeluarkan olah kata ajaibnya,

“Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?” Kata Abu Nawas.

Wajah Tuan Kabul terlihat tidak karuan, antara maran, kesal, tersinggung, sedih bercampur aduk. Saudagar itu pun terdiam teringan akan masa lalunya yang terbilang miskin tapi ia rajin bersedekah. Tapi sekarang dengan kehidupan yang lebih baik, ia malah menjadi kikir. Seketika itu tuan saudagar itu meneteskan air mata menyadari sifat kikirnya selama ini. Baginda pun tiba-tiba berkata,

“Bagaimana, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang miskin ?” Kata raja. Kalau mau kaya, rajinlah bersedekah dan bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini.” Kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.

Abu Nawas lalu melanjutkan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang orang yang kikir dan menolak membayar zakat. Dalam kesedihannya, tuan saudagar merasa sangat terkejut mengetahui jika salah seorang pengemis didepannya adalah baginda raja. Mulai saat itulah saudagar itu mulai berubah menjadi orang yang baik dan dermawan, dan pastinya ia rajin membayar zakat.

Kamis, 12 Desember 2019 17:23

Kisah Abu Nawas; Mengerjai Sang Gajah

 

Pada suatu hari yang cerah ketika Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai, ia tiba-tiba menjumpai  ada kerumunan orang. Ia pun merasa penasaran dan kemudian bertanya kepada seseorang disana,

Sedang ada apa disana??  Tanya Abu Nawas.

Sedang ada pertunjukan seekor gajah ajaib.?  Jawab orang itu.

Ajaib bagaimana maksudmu??  Tanya Abu Nawas kembali.

Gajah itu mengerti bahasa manusia, dan ia tidak mau tunduk kepada orang lain kecuali pemiliknya.?  Jawab orang itu.

Abu Nawas semakin penasaran dan segera menuju ke kerumunan untuk menyaksikan pertunjukkan. Sesampai dikerumunan, ia melihat sang pemilik gajah ajaib dengan bangga menawarkan kepada penonton akan memberikan hadiah yang besar seandainya mereka dapat menundukkan gajah tersebut agar mau menurut dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

Satu persatu penonton mulai mencoba melakukan berbagai cara agar gajah itu mau menganggukkan kepalanya. Namun belum ada satupun yang berhasil menundukkan gajah ajaib itu. Keadaan tersebut semakin membuat Abu Nawas penasaran, dan iapun tertarik ingin menguji seberapa gigihnya gajah tersebut tunduk hanya pada pemiliknya sehingga ia tidak mau menuruti orang lain. Abu Nawas Kemudian maju mencoba menundukkan gajah itu. ia berbicara pada gajah tersebut,

Tahukah engkau siapa diriku?? Gajah itu menggelengkan kepalanya.

Apakah engkau takut kepada diriku??  Gajah itu tetap menggelengkan kepalanya.

Takutkah engkau kepada tuanmu??  Gajah itu mulai ragu dan Abu Nawas kembali bertanya,

Jika engkau tidak takut kepada tuanmu, maka aku akan melaporkan kepada tuanmu.?  Desak Abu Nawas.

Mendengar ancaman Abu Nawas dengan spontan kemudian gajah itu langsung menganggukkan kepalanya. Gajah tersebut tidak teringat akan perintah tuannya untuk tidak menurut kepada orang lain.

Penonton bersorak ria melihat keberhasilan Abu Nawas menundukkan gajah yang katanya ajaib itu dan dengan berat hati bercampur malu, pemilik gajah itu menyerahkan hadiah yang dijanjikan kepada Abu Nawas. Pemilik gajah sangat marah dan kemudian memukul gajah tersebut.

Pada beberapa hari berikutnya pemilik gajah kembali mengadakan pertunjukan dengan maksud membalas rasa malu sebelumnya. Tapi kali ini dengan gaya yang berbeda, dimana penantang harus mampu menundukkan gajah itu agar mau menganggukkan kepalanya. Satu persatu penonton mulai mencoba dengan berbagai cara termasuk cara yang digunakan Abu Nawas sebelumnya. tetapi gajah itu tetap tidak mau tunduk dan menggelengkan kepalanya, karena sangat takut pada ancaman tuannya.

Tibalah giliran Abu Nawas untuk maju dan kembali melemparkan pertanyaan kepada gajah tersebut.

Tahukah engkau siapa diriku?? Tanya Abu Nawas.

Gajah itu mengangguk.

Takutkah engkau kepadaku??

Gajah itu tetap mengangguk.

Takutkah engkau kepada tuanmu??.

Gajah itu masih mengangguk.

Tahukah engkau gunanya balsem ini?? Tanya Abu Nawas seraya mengeluarkan bungkusan kecil yang berisi balsem dari sakunya.

Namun gajah itu tetap mengangguk.

Abu Nawas kembali bertanya,

Apa boleh balsem ini ku gosokkan pada selangkanganmu??

Gajah itu mengangguk.

Abu Nawas kemudian menggosokkan balsem selangkangan gajah. Gajah tersebut merasa sangat kepanasan. Abu Nawas kemudian mengeluarkan lagi dari sakunya bungkusan balsem, kali ini lebih besar dan dia kembali bertanya kepada gajah tersebut,

Apakah boleh aku menghabiskan balsem ini untuk kugosokkan pada selangkanganmu??  Tanya Abu Nawas.

Gajah itu sangat ketakutan dan lupa akan ancaman tuannya, dengan spontan kemudian gajah itu langsung menggelengkan kepalanya.

Untuk kesekian kalinya Abu Nawas dapat menundukkan gajah itu dan kembali pulang dengan membawa hadiahnya.

 

Kamis, 12 Desember 2019 17:22

Kisah Abu Nawas; Membalas Perbuatan Raja

 

Pada suatu hari yang tenang tatkala Abu Nawas sedang tidak di rumahnya, datanglah beberapa orang pekerja yang diutus oleh Baginda Raja Harun Al Rasyd ke rumah Abu Nawas. Mereka berkata kepada istri Abu Nawas bahwa baginda raja semalam bermimpi jika dibawah rumah Abu Nawas terkubur harta terpendam yang tidak ternilai harganya, oleh sebab itu baginda raja memerintahkan kepada mereka untuk membongkar rumah Abu Nawas dan menggali  tanahnya.

Istri Abu Nawas berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan para pekerja baginda raja tersebut, tetapi mereka mengacuhkannya dan terus menggali hingga dalam. Setelah siap menggali, mereka sama sekali tidak menemukan apa-apa kemudian kembali ke istana dengan meninggalkan lubang yang dalam di rumah Abu Nawas.

Ketika Abu Nawas kembali ke rumah, alangkah kagetnya ia mendapati rumahnya yang telah hancur dan ada lubang besar di dalamnya. Istrinya pun menemui Abu Nawas menghidangkan makanan untuknya dan menceritakan apa yang telah terjadi pada rumah mereka. Abu Nawas tertunduk sedih mendengar cerita istrinya, ia seketika kehilangan nafsu makannya. Tidak habis pikir baginda raja tega memberi perintah semena-mena untuk menghancurkan rumahnya yang merupakan tempat dia dan keluarganya berteduh dan berkumpul menghabiskan waktu bersama . Ia semakin bertambah sakit hati karena baginda raja tidak meminta maaf kepadanya dan tidak pula mengganti semua kerugian atas perusakan paksa yang dilakukan pekerja istana.

Semalaman Abu Nawas tidak bisa tidur dan juga makan makanan yang telah dihidangkan istrinya. Dia terus memikirkan bagaimana caranya ia dapat membalas perbuatan baginda raja yang telah semena-mena padanya. Pagi pun tiba, tapi dia juga belum menemukan satu pun ide yang bisa digunakan. Makanan yang dihidangkan istrinya juga tidak dimakan, sehingga makanan itu menjadi basi. Maka datanglah lalat-lalat hinggap di makanannya, Abu Nawas kemudian memperhatikan lalat-lalat itu dan dengan tiba-tiba terbesitlah di dalam kepalanya sebuah ide, ia tertawa gembira karena telah mendapatkan cara membalas perlakuan raja.

Abu Nawas kemudian memanggil istrinya,

Tolong bawakan kepadaku sebatang besi dan sehelai kain untuk membungkus makanan!

 Wahai suamiku, untuk apa engkau meminta itu? tanya sang istri keheranan.

Aku ingin membalas perbuatan baginda raja kepada kita,.  Jawab Abu Nawas.

Ia kemudian membungkus makanannya dan segera pergi ke istana menemui baginda raja dengan membawa makanan yang telah dibungkus beserta lalat-lalat yang hinggap di dalamnya, juga sebuah besi pemukul. Ia kemudian menemui baginda raja yang kebetulan sedang bersama para menterinya seraya membungkuk memberi hormat.

Abu Nawas berkata kepada baginda:

Ampun Tuanku, kedatangan hamba kesini adalah untuk meminta keadilan untuk hamba dari tamu-tamu tak diundang yang datang ke rumah hamba dan tanpa seizin telah memakan makanan hamba.?

Wahai Abu Nawas,  siapakah gerangan tamu-tamu yang tak diundang itu?  Tanya baginda.

Abu Nawas kemudian menjawab sambil membuka bungkusan makanannya:

Lalat-lalat ini ya baginda, hamba ingin mendapatkan keadilan dari baginda atas perlakuan lalat-lalat ini kepada hamba, karena sebagai pemimpin negeri ini kepada baginda lah hamba meminta keadilan.?

Baginda raja kemudian kembali bertanya,

Wahai Abu Nawas, keadilan seperti apa yang engkau inginkan dariku??

Hamba ingin baginda raja memberikan sebuah izin tertulis untuk hamba, supaya hamba diberi kuasa untuk menghukum lalat-lalat ini kapanpun dan dimanapun hamba berada.?  Jawab Abu Nawas.

Baginda raja merasa bingung terhadap permintaan Abu Nawas yang sangat aneh, namun demi keadilan untuk rakyatnya ia pun dengan terpaksa membuat sebuah surat kuasa yang memuat tentang pemberian izin kepada Abu Nawas untuk menghukum lalat-lalat kapanpun dan dimanapun ia hinggap dan tidak ada seorangpun yang boleh melarangnya.

Setelah mendapatkan surat kuasa dari baginda raja, Abu Nawas tersenyum. Tanpa menunggu lama ia langsung mengeluarkan sebuah besi pemukul yang telah dibawanya dari rumah, kemudian langsung memukul lalat-lalat yang ada di makanannya. Lalu lalat-lalat terbang dan hinggap dimana-mana di kaca, di meja sampai di tempat makan baginda raja. Abu Nawas tidak peduli, terus memukul dimanapun lalat hinngap hingga seisi ruangan itu hancur berkeping-keping dibuatnya, semua perabotan dan barang-barang raja hancur.

Baginda raja dan pengawal istana tidak dapat melakukan apa-apa menyaksikan Abu Nawas menghancurkan semua benda-benda berharga di ruangan itu karena Abu Nawas telah mendapat izin tertulis dari beliau. Baginda sadar dan merasa malu kepada menteri-menterinya tentang apa yang telah dilakukan kepada rumah Abu Nawas dan keluarganya tanpa meminta maaf dan mengganti rugi.

Setelah puas memporak-porandakan seisi ruangan bagida raja, Abu Nawas kemudian kembali ke rumah dan menceritakan kepada istrinya apa yang telah ia lakukan ketika menghadap baginda raja.

 

Seharusnya seorang muslim yang baik tidak berpikir bahwa bagaimana dia harus mempersiapkan segala sesuatu untuk hidup selama 70 tahun, namun seorang muslim yang baik adalah dia yang mempersiapkan segala sesuatu supaya dicintai oleh Allah swt.

Umumnya manusia mempunyai tujuan tersendiri serta cara mendapatkan tujuan tersebut. seseorang yang mempunyai tujuan menjadi seorang guru maka ia akan menyibukan dirinya dengan belajar bagaimana ia menjadi guru yang ahli. Setelah itu ia akan mempersiapkan segalanya dimulai dengan masuk kuliah jurusan pendidikan, ambil les bahasa asing, serta yang lainnya.

Akan tetapi apakah akan berhenti di situ? Apakah ia ketika telah sampai pada tujuannnya lalu hanya berhenti di situ? Mungkin ia akan menjawab “tidak”. “Saya tidak akan berhenti di sini”. Mungkin ia akan mengumpulkan tabungan untuk hidup selama 70 tahun.

Apakah menurut kalian yang dilakukannya adalah suatu yang benar? Mungkin jika ia bukan seorang muslim maka yang dilakukannya sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Namun jika ia seorang muslim yang baik maka sesungguhnya yang ia lakukan itu adalah kurang sempurna bahkan berbahaya bagi dirinya.

Kenapa berbahaya, karena seorang muslim yang baik adalah ia yang meyakini adanya hari akhirat. jika semuanya hanya berpusat dan bertujuan untuk dunia saja maka tidak aka nada apa-apanya.

Sebenarnya kita jika ingin menjadi muslim yang baik maka tidak perlu mempersiapkan segala sesuatu untuk dinikmati sampai 70 tahun, tapi berusahalah untuk mempersiapkan segala sesuatu supaya Allah ridha kepada kita dan kita bisa sampai pada derajat Mahmud.