
کمالوندی
Di Indonesia, Putri Iran Sabet Emas Kejuaraan Taekwondo Asia
Iran menyabet medali emas di hari kedua kejuaraan taekwondo tingkat remaja di Indonesia.
FNA Sabtu, (22/6) melaporkan, Haniyeh Akhlaki meraih medali emas untuk ketegori remaja putri kelas 68 kilogram di kejuaraan taekwondo Asia yang berlangsung di Jakarta. Posisi kedua dan ketiga ditempati wakil dari Taiwan, Yordania dan Kirgistan.
Pada pertandingan tingkat remaja Asia yang masih berlangsung hingga saat ini Iran memulai dua hari pertama pertandingan dengan menyabet satu medali emas dan dua perak.
Aref Siap Bergabung dengan Kabinet Rohani
Mantan calon presiden Iran Mohammad Reza Aref telah menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan kabinet mendatang pimpinan presiden terpilih Iran Hassan Rohani.
"Seperti yang saya tekankan berkali-kali, saya siap mengerahkan segala daya dalam membantu pemerintah," kata Aref dalam pertemuan dengan mahasiswa.
Pada tanggal 10 Juni lalu, Aref, mantan wakil pertama presiden Iran di era Khatami, menarik pencalonannya dalam pemilu presiden Iran ke-11 untuk memberikan dukungan terhadap Rohani.
Pada pilpres Iran yang digelar 14 Juni lalu, Rohani menang mutlak dengan perolehan 18.613.329 suara, atau 50,7 persen dari total suara sebesar 36.704.156.
Rohani telah berjanji akan bekerja sama dengan tokoh-tokoh moderat dari setiap faksi politik untuk membentuk pemerintahan inklusif.
Menlu Kanada Cabut Pernyataan Miring Soal Pemilu Iran
Menteri Luar Negeri Kanada John Baird mencabut pernyataan miringnya yang dikemukakan baru-baru ini tentang pemilu presiden Iran.
Dalam sebuah "surat terbuka kepada rakyat Iran" yang diterbitkan oleh sebuah koran Kanada Jumat (21/6), Baird mengatakan Kanada telah mendengarkan suara-suara dari semua orang Iran yang memiliki harapan dan masa depan yang cerah mengenai pemilu presiden negara itu.
Baird mengucapkan selamat kepada rakyat Iran atas hasil pemilihan presiden ke-11.
Sebelumnya, pada tanggal 16 Juni, menlu Kanada membuat komentar kasar dan mengganggu tentang pemilihan presiden di Iran, dengan menggambarkannya sebagai "efektif tanpa makna."
Atas komentarnya itu, Baird berada di bawah tekanan oposisi serta orang-orang Iran yang berdomisili di negara itu.
Pada tanggal 18 Juni, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Iran Abbas Araqchi membantah komentar Baird.
Kementerian Dalam Negeri Iran melaporkan bahwa pemilu presiden Iran ditandai dengan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi sebesar 72,7 persen. Dilaporkan hampir 50,5 juta warga Iran yang memiliki hak suara dalam pemilihan presiden itu.
Iran Distribusikan Bensin Produk Dalam Negeri Kualitas Euro-4
Iran mulai mendistribusikan bensin premium kualitas Euro-4 di sejumlah kota besar negara itu.
Deputi Menteri Perminyakan Iran Alireza Zeighami dalam sebuah wawancara televisi pada hari Kamis (20/6) mengatakan distribusi bensin euro-4 telah dimulai di sejumlah kota seperti Tehran, Karaj, Ahwaz dan Arak.
Menurut pejabat perminyakan Iran, distribusikan bensin premium dan solar standar tinggi dimulai di SPBU Tehran.
Dengan peresmian empat proyek produksi bensin baru, distribusi bensin Euro-4 akan dimulai di kota-kota besar lainnya seperti Shiraz, Bandar Abbas, Esfahan dan Mashhad..
Zarghami, yang juga managing director perusahaan distribusi olahan minyak Iran mengatakan kapasitas produksi Euro-4 bensin akan naik menjadi 50 juta liter per hari selama tahun kalender Iran saat ini (berakhir 20 Maret 2014).
Iran berencana untuk menghasilkan jumlah total 40 juta liter bensin Euro-4.
Euro-4 adalah standar global emisi Eropa yang diterima untuk produksi bahan bakar kendaraan dengan jumlah sulfur rendah.
Utusan AS untuk Dialog dengan Taliban tiba di Qatar
Utusan pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan dialog dengan Taliban, tiba di Qatar, dengan begitu negosiasi Amerika dengan Taliban akan segera dimulai.
Fars News (22/6) melaporkan, salah seorang pejabat Gedung Putih kepada kantor berita Perancis, AFP mengatakan, "Dialog Amerika dengan perwakilan Taliban di Qatar akan segera digelar, pasalnya utusan Amerika untuk berdialog dengan Taliban telah tiba di Qatar."
James Dobbins, Utusan khusus Amerika untuk urusan Afghanistan dan Pakistan rencananya hari ini, Sabtu (22/6) akan menghadiri pertemuan terbaru John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika dengan petinggi Qatar.
Sampai saat ini waktu dialog Dobbins dengan Taliban belum ditentukan, akan tetapi Kery sendiri tidak akan menghadiri dialog dengan Taliban tersebut.
Pemerintahan Barack Obama, Presiden AS sebelumnya mendukung dialog dengan Taliban dengan syarat tertentu. Washington siap menarik 68 ribu pasukannya tahun depan dari Afghanistan dan mengakhiri pendudukan 12 tahunnya di negara itu.
Sebelumnya direncanakan dialog Taliban dengan Amerika akan segera digelar, namun setelah Taliban membuka kantor di Qatar dan mengibarkan bendera Pemerintahan Islam Afghanistan di sana, pemerintah Hamid Karzai, Presiden Afghanistan marah dan membatalkan pengiriman utusannya ke Doha.
Menteri Irak: Jika Syiah Suriah dibantai lagi, Ribuan Syiah Irak Serbu Damaskus
Menteri Transportasi Irak memperingatkan, jika kejahatan terhadap warga Syiah di Suriah terulang, atau makam suci Zainab as diserang, ribuan Muslim Syiah akan datang ke Damaskus untuk berperang dengan Al Qaeda.
Mareb Press seperti dikutip Fars News (22/6) melaporkan, Hadi Al Ameri, Menteri Transportasi Irak mengumumkan, "Ribuan Muslim Syiah Irak dan selain Irak akan datang ke Suriah jika kelompok teroris terus menyerang warga Syiah Suriah dan tempat-tempat suci di negara itu."
Ditambahkannya, "Apa anda ingin kami diam, pada saat yang sama Muslim Syiah diserang dan kalian dengan senjata dan uang terus mendukung para teroris. Amerika Serikat juga mendukung para teroris dengan senjata dan uangnya."
Al Ameri yang juga adalah Sekretaris Jenderal Badr, salah satu gerakan politik Irak mengatakan, "Warga Muslim Syiah marah dengan pembantaian 60 warga Syiah Suriah di tangan teroris di provinsi Deir Al Zour yang terletak di Timur Suriah baru-baru ini."
Menurut pengakuan Al Ameri, sepekan lalu dirinya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika dan dengan tegas ia katakan kepadanya, kami tidak pernah mendorong orang untuk berperang di Suriah, tapi harus saya katakan, jika kasus pembantaian seperti yang terjadi di Deir Al Zour kembali terulang, atau semoga tidak sampai terjadi, makam suci Zainab as diserang, tidak hanya satu atau dua orang yang akan berangkat ke Suriah, tetapi puluhan ribu Muslim Syiah akan datang ke sana untuk membantu pemerintah Damaskus melawan Al Qaeda.
Muslim Sejati Tidak Harus Meninggalkan Sunni dan Tidak Harus Masuk Syiah

Tidak saya jawab, saya persilahkan masuk rumah. Kusuguhi teh panas dan roti tawar yang telah saya olesi cokelat. "Antum ada urusan apa?" tanyaku membuka pembicaraan.
"Saya dari Gorgan, ada sedikit urusan untuk mengganti visa tinggal. Insya Allah madrasah ada agenda ke Karbala, saya mau ikut. Karena visa saya masih Qom jadi saya harus ubah dulu." Jawabnya. Tampak kelelahan di bola matanya. Saya bisa maklumi itu, Qom dan Gorgan terpisah jarak 350 mil. Ia harus berada dibus selama kurang lebih 9 jam.
"Antum begitu tiba, langsung kesini?".
"Tidak, saya mampir di Haram Sayyidah Maksumah dulu. Shalat subuh sekalian ziarah dan sedikit beristirahat."
Sambil mempersilahkan ia minum teh, saya bertanya. "Antum bilang, tadi mau ke Karbala, madrasah antum punya agenda ke Karbala juga?".
"Iya. Insya Allah pekan depan."
Saya bertanya demikian sebab madrasah tempat ia belajar adalah tempat mahasiswa-mahasiswa asing yang bermazhab Sunni menimba ilmu.
"Antum mau ikut, kenapa?" rasa penasaran saya menggelitik ingin tahu.
"Ziarah ke makam Imam Husain ra bang. Imam Husain ra bukan hanya milik umat Syiah. Bahkan Sunni lebih berhak untuk memuliakannya." Ia menikmati lembaran roti terakhir.
Jiwa jurnalismeku memberontak, ini bisa jadi berita pikirku. Selama ini masyarakat di Indonesia disuguhi berita-berita yang menyeramkan mengenai Iran dan Syiah. Sebut saja seperti, warga Sunni di Iran sebagai warga minoritas ditindas dan dipaksa pindah mazhab oleh pemerintah Iran, mereka dilarang mendirikan masjid, ulama-ulamanya ditangkap dan dibunuhi dan sebagainya. Serasa mendapat durian runtuh, saya pun segera mengambil alat perekam, selembar kertas dan pulpen. Dengan wajah bingung ia menulis di lembar kertas yang saya berikan. Saya meminta ia menulis biodata sekadarnya. Layaknya fotografer professional saya potret ia berkali-kali. Saya suguhi bakwan buatan istri, supaya ia lebih betah.
Dan selanjutnya terjadilah wawancara berikut.
Saya (S) : Coba ceritakan, bagaimana prosesnya antum bisa ke Iran? Dari mana antum dapat informasi dan apa motivasi antum?
Syarif Hidayatullah (SH): Setelah saya lulus sekolah di Pondok Pesantren Daarul 'Uluum 2, mudir (setingkat kepala sekolah) saya yang bernama ust. Nasruddin Latif memberikan sebuah formulir fotokopi pendaftaran belajar di al Mustafa Iran. Bagi yang berminat beliau meminta pula persetujuan wali atau orangtua. Saya tertarik dan mencari informasinya lebih detail di web site resminya. Sayapun mendownload formulir dan mengisinya.
S: Waktu itu teman sekolah antum, ada berapa orang yang mendaftar?
SH: Ada empat. 3 orang santri perempuan dan hanya saya sendiri yang laki-laki.
S: Kesemuanya lulus?
SH: Setelah melalui tes dan wawancara hanya saya saja yang lulus.
S: Menurut antum, mengapa mudir antum menawarkan belajar ke Iran, mengapa bukan ke Madinah atau Mesir?
SH: Mungkin mudir saya memandang Iran sebagai sebuah Negara Islam yang patut untuk dikagumi. Iran mampu meggulirkan sebuah revolusi Islam yang besar. Saking terinsipirasinya dengan Iran, nama-nama anak mudir saya berbau Iran.
S: Antum sendiri mengapa tertarik ke Iran? Sementara teman-teman antum yang lain sama sekali tidak berminat.
SH: Sejak ditawari oleh Mudir, saya banyak mencari tahu tentang Iran. Sayapun turut jatuh hati, termasuk kepada Ahmadi Nejad Presidennya yang katanya sederhana. Saya juga kagum pada keberaniannya menentang imperialisme Amerika. Dan waktu itu memang saya belum terlalu begitu mengenal Syiah.
S: Memang sejak di Indonesia antum tidak pernah punya niat untuk mengenal dan mempelajari Syiah yang merupakan mazhab mayoritas di Iran?.
SH: Niat itu ada. Awalnya begini, saya memang berminat belajar di Timur Tengah sekalian untuk memperdalam kemampuan bahasa Arab saya. Saya cenderung pada sastra Arab. Begitu ada tawaran ke Iran langsung saya sambut. Karena saya juga bisa sekalian mempelajari bahasa Persia. Jadi bisa mempelajari sastra Arab dan Persia.
S: Pengalaman antum sendiri begitu tiba di Iran?
SH: Awalnya agak takut juga. Bagaimanapun Iran masih sangat asing bagi saya. Belum lagi fiqh shalat yang berbeda dengan warga setempat. Waktu pertama kali shalat berjama'ah di Haram, saya turut tidak bersedekap sebagaimana Syiah. Namun dihari-hari selanjutnya, saya mengamalkan fiqh shalat yang saya yakini, yakni bersedekap. Begitupun pada shalat Jum'at.
S: Ada tidak yang memberi komentar?
SH: Iya ada. Pada umumnya langsung bertanya, kamu sunni ya? Yang kemudian beralih bertanya tentang asal Negara dan hal yang umum-umum.
S: Apa diantara mereka ada yang pernah berlaku negatif ke antum?
SH: Pernah ada, orang tua, kakek-kakek. Begitu selesai shalat ia langsung menegur. Saya jawab saja, saya bermazhab Sunni. Eh, ia malah minta saya mengulangi shalat dan harus sesuai dengan tata cara Syiah. Tetapi saya tidak melayani. Saya langsung tinggalkan. Agak ngeri juga he..he.. tapi kejadiannya cuman sekali itu.
S: Kalau di kampus sendiri bagaimana?
SH: Dari awal tiba Senin malam tanggal 13 Juni 2011 bersama 8 teman waktu itu. Saya ditempatkan di Madrassah Al Mahdi, sekolah pelajar asing bermazhab Syiah untuk belajar bahasa Persia. Awalnya memang oleh Mudir madrasah tersebut saya ditawarkan pilihan untuk tetap belajar di madrasah itu atau langsung ke madrasah Sunni di Gorgan. Karena masih ingin bersama teman-teman Indonesia lain, saya memilih untuk tetap di madrasah tersebut, dengan niat nanti setelah belajar bahasa Persia baru pindah ke Gorgan. Awalnya tidak ada masalah, saya shalat bersama teman-teman pelajar lain di mushallah Madrasah dengan tetap pada keyakinan fiqh saya. Namun tetap saja ada segelintir pelajar lain yang kurang sreg dengan keberadaan saya. Kami para pelajar dari Indonesiapun akhirnya dikumpulkan. Mudir memberi saran, untuk membangun kebersamaan, beliau menganjurkan saya shalat meluruskan tangan tidak bersedekap karena dalam mazhab Maliki di Sunnipun menetapkan bahwa dalam shalat tidak harus bersedekap dan boleh meluruskan tangan. Meskipun itu hanya berupa anjuran, saya merasa terpaksa melakukannya. Karena kurang nyaman, sebab saya masih meyakini bersedekap lebih utama, sayapun shalat di kamar, tidak berjama'ah. Di bulan Ramadhanpun saya shalat taraweh sendirian di kamar. Setelah beberapa lama, dalam pertemuan khusus pelajar Indonesia dengan mudir, sayapun mengadukan persoalan saya. Saya mengucapkan minta maaf ke Mudir karena tidak lagi shalat berjama'ah di mushallah yang merupakan program madrasah padahal saya sangat ingin berjama'ah. Namun Mudir tetap pada anjurannya, meminta saya shalat berjama'ah dengan tidak bersedekap, karena shalat lurus tangan di Sunni tidak membatalkan shalat. Meskipun itu hanya anjuran dan sifatnya tidak memaksa, namun tetap tidak nyaman bagi saya. Akhirnya karena kerinduan untuk shalat berjama'ah, sayapun dan seorang teman akhirnya menghadap Mudir dan meminta izin untuk dipindahkan ke Gorgan. Awalnya beliau menolak dan mengatakan itu keputusan yang salah. Namun pada akhirnya beliau mengizinkan dan setelah mengurus administrasi kepindahan, saya berdua dengan temanpun akhirnya ke Gorgan. Sementara 6 teman lainnya masih di Qom.
S: Antum di Gorgan sendiri bagaimana?
SH: Begitu tiba di sana, saya terkagum-kagum dan tidak menyesal kesana. Di masjid madrasah terpampang tulisan penggalan dari ayat Al-Qur'an, "Wa' tashimu bi hablillah jamian wa la tafarraqu, berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai berai." Sayapun tambah merasa yakin dengan pilihan saya. Awalnya saya mengira di kota Gorgan itu masyarakatnya Sunni semua, ternyata tidak, tetap mayoritas Syiah. Di madrasahpun ternyata tidak semua Sunni. Mudirnya tetap Syiah, bagian Darul Qur'annya juga Syiah. Di bagian pendidikannya saja yang Sunni. Yang menarik, di masjid madrasah tertulis jadwal imam shalat berjama'ah. Untuk shalat Dhuhur yang menjadi imam shalat adalah Mudir yang bermazhab Syiah atau terkadang ustad yang bermazhab Maliki. Imam shalat Ashar oleh ustad yang bermazhab Hanafi. Kalau shalat maghrib dan Isya di jadwal itu imamnya ustad yang bermazhab Syafi'i.
S: Kegiatan antara maghrib dan Isya antum apa?
SH: Setelah maghrib ada kegiatan yang dikelola Darul Qur'an, ada pengecekan hafalan Qur'an, kajian pemahaman Al-Qur'an ataupun sekedar tilawah.
S: Di madrasah itu mayoritas mazhab apa? Dan antum sendiri mazhabnya apa?
SH: Disana mayoritas Hanafi, dan saya sendiri Syafi'i.
S: Disana ada Maliki juga? memang shalatnya tidak bersedekap juga sebagaimana Syiah?
SH: Iya ada. Kadang bersedekap, kadang engga. Mungkin karena hukumnya mubah aja kali ya?.
S: Terus pelajaran-pelajaran sendiri disana bagaimana? Apa memang diwajibkan mempelajari semua mazhab atau yang bermazhab Syafi'i khusus belajar Syafi'i juga?
SH: Untuk itu saya belum terlalu banyak tahu. Karena saya baru disana, saya juga masih di program bahasa Persia. Tapi saya pernah lihat buku teman saya yang bermazhab Hanafi. Ia mempelajari pelajaran Hanafi Dasar.
S: Antum se kamar dengan siapa saja? Dan mazhab mereka apa?
SH: Pelajar Afghanistan 2 orang dan Tajekistan juga 2 orang. Mereka bermazhab Hanafi semua.
S: Kalau tanggapan masyarakat sendiri dengan keberadaan pelajar di sana?
SH: Tidak ada masalah. Hanya terkadang memang misalnya di taksi, supirnya tanya dari Negara mana? Mazhabnya apa? Ya hanya pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dari supir taksi juga saya tahu ada kampung yang penduduknya Sunni semua yang tidak jauh dari Gorgan. Cuman saya belum pernah kesana. Kalau tidak salah namanya Harkukolo, katanya warganya bermazhab Hanafi semua.
S: Pandangan secara umum antum sendiri mengenai Iran apa? Apa ada penyesalan datang ke Iran atau menurut antum sesuatu yang harus disyukuri?
SH: Saya terus terang sangat bersyukur bisa ke Iran, dan sama sekali tidak ada penyesalan. Saya merasa beruntung. Maksudnya begini, kita jangan berpikir negatif tentang suatu mazhab yang benar-benar belum kita ketahui apalagi sampai mencapnya kafir atau diluar Islam. Dengan keberadaan saya di Iran dan melihat langsung warga Syiah, saya jadi tahu bahwa ternyata mereka juga punya alasan dan penjelasan yang kuat mengapa dalam beberapa hal memiliki pemahaman yang berbeda dengan Sunni. Ini yang saya maksud keberuntungan. Tidak termasuk orang-orang yang tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap sesuatu yang belum sepenuhnya dikenali.
S: Antum masih aktif komunikasi dengan ustad-ustad atau teman-teman antum di Indonesia?
SH: Iya masih.
S: Pandangan ustad antum sendiri, apa ada semacam nasehat sebelum ke Iran untuk antum jangan sampai masuk Syiah dan tetap mempertahankan Sunni?
SH: Oh kalau Mudir saya memberi nasehat, untuk menjadi muslim yang sejati itu, tidak harus mempertahankan Sunni dan juga tidak harus masuk Syiah.
S: Dari biodata antum ini, kedua orangtua antum sudah meninggal? Usia antum berapa tahun saat itu?
SH: Iya. Waktu itu saya berusia 9 tahun.
S: Jadi selama ini yang menanggung biaya sekolah antum siapa?
SH: Saya sekolah selama ini gratis. Karena pondok pesantren Daarul 'Uulum itu membebaskan biaya sekolah buat santri yang yatim piatu.
S: Yang menjadi wali atas antum siapa?
SH: Kakak saya. Beliau yang menanggung saya beserta 3 adik saya selama ini.
S: Kerja beliau apa? Dan apa sudah berkeluarga?
SH: Kakak saya sopir. Iya sudah berkeluarga.
S: Apa tanggapan beliau waktu antum minta izin mau ke Iran? Apa mempersoalkan Syiah?
SH: Tidak. Ia tidak peduli saya mau Sunni atau Syiah. Beliau hanya meminta saya belajar, belajar dan belajar. Dari belajar itu katanya kita bisa mengetahui yang benar.
S: Kalau pandangan antum sendiri mengenai Syiah?
SH: Syiah bagi saya masih bagian dari Islam. Mereka juga shalat, Al-Qur'annya juga sama, mereka juga menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, pokok-pokok aqidahnya juga sama. Kata ustad saya dalam Sunni imamahpun bagian dari aqidah, hanya saja berbeda dengan Syiah yang mengharuskan imam dari kalangan Ahlul Bait, kalau di Sunni tidak.
S: Tanggapan antum mengenai peristiwa di Sampang Madura atau orang-orang di Indonesia yang masih antipati dengan Syiah bagaimana?
SH: Benar-benar sangat miris dan mengenaskan. Sebab Islam sendiri tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan. Untuk menyikapi yang berbeda Islam mengajarkan kita menyampaikan kebenaran dengan cara hikmah dan bijaksana.
S: Antum bilang tadi mau ke Karbala. Itu program madrasah atau antum sendiri?
SH: Program madrasah.
S: Menurut antum atau madrasah antum ziarah ke Karbala itu sendiri bagaimana? Bukankah ritual itu sangat identik dengan Syiah?
SH: Begini, di Indonesia sendirikan kita sering berziarah kubur. Ke makam orangtua atau anggota keluarga lain yang telah lebih dulu meninggal. Bagi saya, Imam Husain ra itu bukan hanya milik orang Syiah, beliau milik semua kaum muslimin. Jika kita menganggap mulia anak yang sering berziarah ke kuburan orangtuanya, maka tentu lebih mulia lagi seorang muslim yang berziarah ke makam cucu Rasulnya. Dan di Irak, rencananya kami bukan hanya ke makam Imam Husain ra di Karbala, namun juga akan ke Najaf, makam Imam Ali ra, beliau bukan hanya menantu dan kemenakan Rasulullah saw namun juga Amirul Mukminin khalifah atas umat Islam.
S: Cita-cita antum sendiri apa?
SH: Cita-cita saya sih, pengen jadi orang berguna. Khoirunnasi anfauhum linnasi. Sebaik-baik kamu yang banyak berguna bagi orang lain. Kata Nabi saw.
**********
Hampir setengah jam wawancara itu berlangsung. Merasa cukup, saya matikan alat perekam. Karena saya minta, iapun memperlihatkan foto-foto aktivitas belajarnya di madrasah Gorgan. Termasuk memperlihatkan foto Syaikh Abdul Jabbar Mirobi seorang ulama Sunni yang mengajar di Hauzah Sunni Kurdistan. Ulama itu membawa ceramah keutamaan imam Husain pada acara Arbain di madarasahnya. Ia masih mau bercerita banyak. Tapi saya melihat kelelahan yang tidak bisa ditahan lagi dari kelopak matanya. Sayapun mengambilkan bantal, dan meminta ia istrahat sebelum menyelesaikan urusannya. Tidak lama, iapun terlelap di ruang tamu. Saya yang sebentar lagi insya Allah memiliki dua anak, tiba-tiba merasa sok tua dan berdoa, "Semoga Allah SWT memperpanjang usiamu anak muda dan menggapaikan engkau dengan apa yang menjadi cita-citamu." Semoga bermanfaat.
Qom, 21 Januari 2012
Ismail Amin, Mahasiswa Mostafa International University Republik Islam Iran Program Studi Ulumul Qur'an.
Sunni-Syiah Itu Bersaudara, Al-Qur'annya Satu
Silahkan buka tas saudara, kami periksa."
Sejak awal, memang saya agak ragu kalau bertemunya masjid, apalagi di hari Jum'at. Tidak sebagaimana di Indonesia, penjagaan dan pengawalan bagi para jama'ah shalat Jum'at di beberapa kota besar di Iran super ketat. Sebelum memasuki masjid, para jama'ah harus bersedia di periksa dan digeledah barang bawaannya. Bukan tanpa alasan mereka melakukannya. Iran dipenuhi dengan cerita dan kisah-kisah tragis mengenai ulama-ulama dan cendekiawan mereka yang harus meregang nyawa oleh serangan kelompok anti revolusi yang bahkan tidak segan-segan melakukannya di masjid sekalipun. Cerita terakhir dipenghujung tahun 2010 mengenai Dr Majid Shahriari, salah seorang pakar nuklir Iran yang menjadi korban peledakan bom. Mobil yang dikendarainya meledak setelah sebelumnya diberi bahan peledak oleh kelompok anti revolusi Islam. Karenanya, sampai hari ini pengawalan dan penjagaan ketat bagi orang-orang penting Iran masih terus dilakukan. Termasuk menjamin diantara jama'ah shalat tidak ada yang membawa sesuatu yang membahayakan, terutama bagi Khatib Jum'at yang memang termasuk deretan ulama-ulama besar.
Tidak menemukan sesuatu yang asing dari tas punggungku yang cuman berisi mushaf saku, charge HP, dua buku pelajaran dan kertas-kertas kosong, mereka beralih memeriksa tubuhku. Mujtaba yang telah diperiksa lebih dulu sebab hanya membawa mushaf saku dan satu buku pelajarannya, hanya tersenyum melihatku digeledah.
"HP bisa dibawa masuk, tapi mohon untuk dimatikan."
Saya bernafas lega. Saya sempat khawatir kalau HPku disita dan terlarang masuk areal masjid.
"Maaf, memang di Iran seperti ini, untuk shalat Jum'at harus digeledah dulu." Mujtaba menjelaskan.
"Iya saya tahu." Jawabku sambil membenahi isi tas yang telah diobrak abrik. Saya sudah berkali-kali mengalaminya. Bahkan untuk memasuki kampus sendiri harus digeledah, ketika kampus kedatangan tamu penting, pejabat penting kenegaraan atau ulama besar. Bagi warga Iran, shalat Jum'at bukan sekedar ibadah ritual tiap pekan, namun juga semacam pertemuan politik karena para khatib selalu mengobarkan semangat perjuangan Islam dalam khutbah-khutbah Jum'atnya. Mungkin karena itulah shalat Jum'at sangat sensitif dan rawan sabotase. Penjagaan diperketat jangan sampai ada diantara jama'ah yang membawa bahan peledak.
Masjid besar yang berada satu areal dengan kompleks pemakaman Sayyidah Fatimah Maksumah ini meskipun baru jam 10 pagi namun telah cukup berisi banyak jama'ah. Memang untuk bisa mendapat tempat di shaf-shaf terdepan, harus datang lebih awal. Sebab di Iran, pelaksanaan shalat Jum'at di pusatkan di satu masjid untuk satu kota besar. Jadi wajar, jika setiap shalat Jum'at, jama'ah meluber sampai ke jalan-jalan sebab kapasitas masjid tidak mampu menampung jama'ah yang jumlahnya sampai puluhan ribu orang. Sambil menunggu, jama'ah yang sudah ada biasanya mengaji, membaca buku, mengulang pelajaran sekolah atau sekedar mengobrol.
Untuk kepentingan wawancara ini, sayapun mencari tempat di sudut masjid yang masih kosong. Saya janjian dengan Mujtaba dua hari sebelumnya. Karena tidak ada pilihan hari lain, sebab esoknya, di kampusku telah memasuki musim ujian. Juga sangat tidak memungkinkan melakukan wawancara ke rumahnya, masyarakat Iran mentradisikan keluar rumah di malam Jum'at dan hari Jum'at. Jadi meskipun merupakan hari libur, namun hari Jum'at bagi masyarakat Iran adalah hari yang penuh aktivitas dari malam hingga keesokan harinya. Malam Jum'at mereka isi dengan pembacaan do'a dan zikir bersama di masjid-masjid, keesokan harinya, sekitar pukul 07.30 pagi mereka kembali berbondong-bondong ke masjid buat membaca do'a Nudbah berjama'ah. Sekitar pukul 10 pagi, secara serentak mereka menuju ke Haram Sayyidah Maksumah untuk persiapan shalat Jum'at berjama'ah. Menariknya, kaum perempuan Iran juga turut melaksanakan shalat Jum'at.
"Boleh dimulai wawancaranya?", kataku memecah keheningan setelah Mujtaba menuliskan biodatanya di kertas kosong yang saya berikan.
"Silahkan"
"Oh iya, tidak apa saya aktifkan HP? wawancara ini harus saya rekam."
"Iya tak apa, asal jangan sampai ketahuan petugas masjid." Matanya memandang sekitar. Tampak beberapa petugas berkeliaran, mewaspadai siapa saja yang dilihatnya.
HP saya letakkan di sisi tas, agar tidak mudah kelihatan.
"Mujtaba, kamu hafal berapa juz Al-Qur'an?"
"Saya hafal 30 juz."
"Menurutmu, Al-Qur'an itu bagusnya di hafal atau dipelajari?"
"Menurutku dua-duanya. Al-Qur'an harus dipelajari dan dihafal."
"Tetapi bukankah dalam Al-Qur'an tidak ada perintah buat menghafalnya?"
"Setahu saya memang tidak ada. Namun perintah untuk senantiasa membaca dan mentadabburinya ada. Dan menurut saya, cara untuk bisa senantiasa membaca dan mentadabburinya adalah dengan menghafalnya. Orang yang menghafal Al-Qur'an bisa membacanya kapan dan dimana saja dan pentadabburan atasnya bisa lebih mudah dilakukan dibanding yang tidak menghafal."
"Kamu sejak kapan menghafal seluruh Al-Qur'an?"
"Saya menghafal keseluruhan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan tahun ini."
"Kapan kamu memulainya?"
"Saya memulainya sejak awal memasuki SD, sewaktu berumur 6 tahun. Namun karena tidak memiliki jadwal yang teratur dan metode yang tersistematis, sampai kelas 2 SMP saya menghafal tidak sampai 15 juz. Baru setelah menjelang naik kelas 3 saya tertarik dengan program kelas khusus Jamiatul Qur'an, yaitu program hafal 30 juz Al-Qur'an dalam setahun. Sayapun mendaftar dan dinyatakan lulus untuk mengikutinya. Karenanya dalam setahun itu, saya terpaksa harus meninggalkan sekolah dan total berkosentrasi dengan program Jamiatul Qur'an tersebut. Alhamdulillah, setahun itu, meskipun belum menghafal total seluruh Al-Qur'an, namun setidaknya saya bisa melanjutkan sendiri sisanya yang tinggal sedikit. Berkat taufik dari Allah Azza wa Jalla, pelajaran yang saya tinggalkan selama setahun bisa saya susul dalam 2 pekan. Sehingga tetap bisa mengikuti ujian akhir. Setelah itu, memanfaatkan liburan musim panas, saya melanjutkan hafalan, dan berhasil menghafal keseluruhan Al-Qur'an, pada bulan Ramadhan tahun ini."
"Jadi sekarang kamu kelas berapa?"
"Saya telah menyelesaikan SMP dan tahun ini kelas pertama saya di Madrasah Rusyd."
"Apa itu SMA?"
"Iya, bisa dibilang setingkat SMA, tapi bukan SMA, melainkan Hauzah Ilmiyah dibawah bimbingan Ayatullah Mizbah Yazdi."
Saya mengangguk. Kubiarkan dia menghela nafas sejenak. Seorang petugas masjid berlalu di belakang kami.
"Soal lainnya, apa kedua orangtuamu juga penghafal Al-Qur'an?"
"Bukan. Keduanya memang tidak menghafal Al-Qur'an, namun banyak berperan dalam proses penghafalan saya."
"Apakah menghafal Al-Qur'an keinginan kamu sendiri, atau saran orang tua?"
"Benar-benar murni keinginan saya sendiri, yang Alhamdulillah kedua orangtua saya mendukungnya. Sebelum kami sekeluarga ke Qom, di kota kami sering diselenggarakan musabaqah hafiz Al-Qur'an. Bukan hanya hafiz dari Iran, namun juga dari beberapa negara lainnya, seperti Tajakistan. Namun saya ragu dan lupa, apa waktu itu ada hafiz yang berasal dari Indonesia atau tidak. Yang pasti, saya begitu tertarik melihat para hafiz tersebut melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an lewat hafalannya tanpa harus membaca mushaf. Setiap ada penyelenggaraan musabaqah hafiz Al-Qur'an bisa dipastikan saya selalu menontonnya, dan saya pun bertekad ingin seperti mereka."
"Sampai akhirnya, dalam sebuah majelis Al-Qur'an pada malam Milad Imam Hasan Mujtaba, saya bertemu Ayatullah Hadi Syirazi, salah seorang ulama besar yang menjadi imam Jum'at Syiraz dan wakil Rahbar di Syiraz. Saya menyampaikan keinginan kuat saya kepada beliau untuk juga bisa menghafal Al-Qur'an. Beliaupun menyarankan agar saya belajar di Hauzah Ilmiyah Qom dan menghafal Al-Qur'an di kota tersebut. Tahun itu juga, saya bersama ibu saya untuk pertama kalinya ke kota Qom, dan bertemu dengan Sayyid Husain Thabathabai. Beliaupun mengajak saya untuk belajar di Jamiatul Qur'an. Saat-saat itu benar-benar sangat membahagiakan saya. Tanpa membuang waktu, tahun itu juga saya ikut program menghafal 30 juz Al-Qur'an dalam setahun." Lanjutnya.
"Terus ayah kamu bagaimana?"
"Ayah saya seorang guru. Karena saya ikut di Jamiatul Qur'an di Qom, beliapun akhirnya mengurus kepindahan ke Qom, dan akhirnya kami sekeluarga sekarang menetap di kota ini."
"Pekerjaan ibu kamu apa?"
"Ibu saya sebelumnya juga guru, bahkan kepala sekolah di sebuah sekolah khusus perempuan. Namun beliau memutuskan sepenuhnya menemani saya selama mengikuti program penghafalan Al-Qur'an. Di rumah beliau selalu membantu saya dalam pengecekan hafalan."
"Jadi sekarang ibu kamu tidak bekerja lagi?"
"Iya, beliau sepenuhnya ibu rumah tangga."
"Setiap hari libur, apa saja yang kamu kerjakan?"
"Saya tidak bisa memberikan jawaban pasti, sebab aktivitas saya setiap libur selalu bermacam-macam. Terkadang sekedar mengecek hafalan, atau mencoba menghafal do'a-do'a ziarah Jamiatul Kabir ataupun saya ikut kursus kaligrafi dan sebagainya. Yang pastinya, saya selalu berusaha hari liburpun saya melakukan yang bermanfaat dan positif."
"Terus, cara dan metode kamu menghafal Al-Qur'an seperti apa?"
"Seperti tadi, sayapun tidak punya jawaban khusus. Setiap orang punya caranya masing-masing, ada yang sekali baca bisa langsung hafal, sementara saya butuh 5-6 kali membacanya baru bisa menghafalnya. Metode yang saya gunakan dalam program setahun menghafal Al-Qur'an adalah metode klasik, sebagaimana yang umumnya orang tahu. Membaca berulang-ulang beberapa baris ayat Al-Qur'an, kemudian menghafalnya, dan baru pindah ke ayat selanjutnya setelah ayat sebelumnya telah benar-benar dihafal. Sebenarnya tidak ada yang lebih istimewa atau sesuatu yang baru yang diajarkan di Jamiatul Qur'an, namun setelah bergabung disana kita lebih berkosentrasi dan termotivasi untuk menghafal Al-Qur'an karena pengajar dan teman-teman di sana kesemuanya hafiz Al-Qur'an."
"Kalau cara kamu agar hafalanmu tidak hilang?"
"Saya juga tidak punya tekhnik khusus, sekedar rajin-rajin mengulang dan mengecek hafalan. Kalau di sekolah dan asrama saya mengeceknya lewat bantuan teman saya, Jahandi. Kalau di rumah, dibantu oleh ayah atau ibu."
Percakapan kami terhenti, beberapa pemuda, tampaknya siswa sekolah, duduk bergerombol tidak jauh dari kami. Mereka masing-masing membawa buku di tangan. Sesaat kemudian, mereka sudah asyik mendiskusikan pelajaran mereka.
"Mujtaba…." saya kembali bertanya, "Menurut kamu berbuat baik kepada kedua orangtua itu kewajiban atau bukan?"
"Iya kewajiban, banyak ayat dalam Al-Qur'an yang memuat perintah Allah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua."
"Bisa kamu tunjukkan dalam surah apa saja?"
"Misalnya dalam surah al Isra ayat 23, Allah SWT berfirman, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya." Dengan satu ayat ini saja telah menunjukkan betapa pentingnya berbuat baik kepada kedua orangtua. Allah sampai menempatkan perintah berbuat baik di urutan kedua setelah perintah hanya melakukan penyembahan kepada-Nya."
"Bisa kamu tunjukkan surah yang lain, kata kamu tadi banyak?"
"Letaknya saja ya. Kalau tidak salah, perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 83, 180 dan 215."
Setelah berpikir sejenak, ia melanjutkan, "Juga dalam An-Nisa ayat 36, An Naml ayat 10, An-Na’am ayat 151, Al Ahkaf ayat 15, awal-awal surah Al Ankabut kalau tidak salah ayat 8, dalam surah Luqman ayat 14, Ibrahim ayat 41,dalam surah Nuh ayat 28 dan surah Isra’ ayat 23 dan 24."
"Atau saya perlu membacakan bunyinya juga?" tanyanya seketika.
"Tidak perlu, itu sudah cukup."
"Apa kamu mengetahui tafsirnya juga?", kembali saya yang bertanya.
"Belum, setahun kemarin, hanya murni menghafal. Untuk mempelajari tafsirnya butuh belajar 3-5 tahun."
"Nanti kamu mau ambil bidang keilmuan apa?"
"Sampai sekarang saya belum memutuskan, sekarang masih belajar pelajaran-pelajaran dasar ilmu-ilmu hauzah. Nanti insya Allah bakal ketahuan sendiri bidang keilmuan mana yang saya minati."
"Apa kamu tidak berminat menjadi ulama besar kelak, pakar tafsir Al-Qur'an misalnya?"
"Bagi saya tidak penting mau jadi apa kelak, ulamapun bukan sesuatu yang istimewa, yang terpenting adalah kita berkhidmat kepada masyarakat."
Saya takjub mendengar jawabannya.
"Selanjutnya saya bertanya, selain Nabi Muhammad saww, diantara Anbiyah as lainnya, Nabi mana yang paling kamu kagumi riwayat dan kisah hidupnya."
"Menurut saya semua kisah Nabi itu menakjubkan."
"Iya, pilih salah satu, setidaknya yang paling berkesan menurutmu."
"Nabi Ibrahim as."
"Alasannya?"
"Ketulusan dan ketabahan Nabi Ibrahim as benar-benar sangat menakjubkan. Sampai Allah swt sendiri mengakui dan memberi maqam keimamahan kepada Nabi Ibrahim as. Bayangkan, putra yang dinanti-nantikannya baru di dapatkannya di usia yang sedemikian lanjut, namun setelah dididik dan dibesarkan, Allah malah memerintahkan untuk menyembelihnya. Kalau kita dalam posisi beliau, apa kita mau melakukannya?"
Saya hanya tersenyum. "Dalam surah mana kisah tersebut disebutkan?"
"Pada surah As-Saffat, sekitar halaman 449-450, saya lupa ayat keberapa. Salamun 'alaa Ibrahim, salam sejahtera bagi Ibrahim."
"Sekarang saya beralih kepada persoalan politik. Apa kamu tahu, mengapa Iran begitu membenci Amerika Serikat dan Israel?. Dalam setiap demonstrasi, masyarakat Iran tidak pernah lupa untuk menyebut, marg bar Amrika, marg bar Israel (kebinasaan buat Amerika, kebinasan buat Israel), apa alasannya?"
"Oh itu…" ia sedikit tertawa, "Bebinid, misalnya seperti ini, kamu punya rumah, kemudian ada tamu orang asing yang datang ke rumahmu. Tetapi ia datang dengan penuh kecongkakan, ia mengatur dan melarangmu untuk berbicara di rumahmu sendiri. Ia menguasai barang-barangmu, memintamu untuk menyerahkan ilmu dan apapun yang engkau ketahui, ia membuang apa-apa yang kamu sukai dari rumahmu dan memasukkan barang-barang yang tidak kamu sukai, kira-kira apa yang kamu lakukan?. Bagi orang yang berakal sehat, ia pasti berkata, siapa kamu? Laknat atasmu? Dan mengusir tamu yang tidak tahu diuntung itu. Seperti itu pula yang dilakukan warga Iran kepada Amerika Serikat yang sebelum revolusi telah menginjak-injak martabat dan harga diri masyarakat Iran dengan penjajahan politik, ekonomi dan budaya. Karenanya, kami begitu membenci Amerika. Kami membenci pemerintahnya dan sistem kezaliman yang berlaku di sana yang juga diterapkannya kepada Negara-negara miskin. Kami tidak membenci masyarakatnya, karena kami tahu diantara mereka juga ada orang baik, bahkan misalnya di Chicago, di New York banyak warganya yang muslim."
"Kamu banyak tahu juga tentang Amerika?"
Ia tersipu, "Iya, sebelum menyukai ataupun membenci sesuatu, kita harus mengenalnya lebih dulu." Katanya berfilsafat.
"Kalau Israel?"
"Tidak ada kata-kata yang baik buat Israel. Mereka zalim dan membunuhi rakyat Palestina yang tidak berdosa. Bahkan Imam Khomeini ra sendiri bilang, rezim zionis Israel harus terhapus dari peta dunia."
"Terus mengenai kebencian kepada orang-orang kafir dan zalim, dalam surah mana Al-Qur'an berbicara tentangnya?"
"Diantaranya surah An-Nisa', halaman 101 ayat 144, bismillah, yaayyuhal lazina amanu la tattakhidzuul kaafiriina auliyaa a minduunil mu'minin… dan beberapa ayat lain..ehm…" sambil berfikir.
"Tidak usah, sudah cukup." Saya memotong.
Keluarga yang Berhijrah demi Ilmu
Tanggal 6 Murdad 1375 HS menurut kalender Persia atau 28 Juli 1996, 14 tahun yang lalu di kota kecil Darab di Provinsi Fars, sekitar 444 mil bagian selatan Qom ia dilahirkan. Terlahir di tengah keluarga yang mencintai ilmu dan pendidikan, Mujtaba Karsenash tumbuh menjadi anak yang cerdas dan gemar membaca. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai guru di sekolah umum, ayahnya bernama Ali Asghar dan ibunya bernama Zahra Bigum. Sejak kecil, Iapun gemar turut serta dalam majelis-majelis ilmu ataupun penyelenggaraan perlombaan-perlombaan pendidikan. Perlombaan yang diminatinya adalah musabaqah Hafiz Al-Qur'an. Ia sampai merasa perlu bersama keluargany ke kota Shiraz, ibu kota Provinsi Fars, sekitar 189 mil dari kota kelahirannya sekedar untuk menjadi penonton musabaqah tersebut. Awal masuk sekolah dasar, iapun bertekad untuk bisa menghafal Al-Qur'an. Iapun mencoba menghafal sedikit demi sedikit dengan caranya sendiri. Menurut pengakuannya, menghafal tidak hanya butuh semangat namun juga konsentrasi dan jadwal yang teratur. Sampai ia duduk di kelas 2 SMP, sampai separuh Al-Qur'anpun tidak di hafalnya. Hingga akhirnya, waktu itu kotanya mendapat kunjungan istimewa dari Wakil Rahbar untuk Shiraz, Ayatullah Hadi Shirazy. Sebagaimana kebiasaannya mengikuti majelis-majelis ilmu, iapun bertemu dengan Ayatullah Hadi, dan menyampaikan keinginannya untuk menjadi hafiz Al-Qur'an. Ayatullah Hadipun menyarankan buat ia belajar ke kota Qom, sebab Qom lebih kondusif untuk menjadi pelajar agama, terutama buat menghafal Al-Qur'an. Beruntung, kedua orangtuanya mendukung ia untuk belajar ke Qom. Bahkan ayahnyapun berkat bantuan Ayatullah Hadi dapat dengan mudah mengurus kepindahan tugasnya mengajar ke Qom. Hanya saja, ibu Mujtaba harus rela meninggalkan pekerjaannya dan tugasnya sebagai kepala sekolah di sekolah khusus perempuan, sebab memutuskan untuk sepenuhnya menemani anaknya untuk meraih apa yang diimpikannya sejak kecil. Berkat tekadnya yang kuat, dukungan dan bantuan sepenuhnya kedua orangtuanya, Mujtaba dalam setahun sesuai dengan target program yang dia ikuti, berhasil menghafal keseluruhan ayat Al-Qur'an. Bukan sekedar menghafal, iapun fasih menyebutkan letak ayat-ayat tersebut dalam Al-Qur'an, nama surah, nomor ayat dan nomor halamannya. Bahkan menerjemahkan Al-Qur'an yang berbahasa Arab ke bahasa ibunya, bahasa Persia.
"Terus, adik kamu apa hafiz Qur'an juga?", dalam kertas biografi yang saya minta ia isi, ia menuliskan, hanya punya seorang saudara, seorang adik laki-laki.
"Sekarang juga ia sedang sibuk menghafal, setahu saya sudah hafal 10 juz."
"Usianya berapa tahun? Namanya?"
"Namanya Murtadha, umurnya 8 tahun. Sejak tahun lalu, ia juga masuk Jamiatul Qur'an."
"Bagaimana hubungan kamu dengannya, apa kamu sering bertengkar?"
"Hubungan kami baik, hanya saja karena di Hauzah Ilmiyah saya harus tinggal di asrama jadi jarang bermain bersama lagi. Bertengkar pernah, tapi tidak selalu."
"Apa yang kau lakukan jika adikmu melakukan kesalahan, atau curang dalam bermain, apa kamu memukulnya?"
"Saya sudah lupa apa pernah memukulnya atau tidak. Tapi meskipun marah, saya berusaha untuk menasehati saja, bukan memukulinya."
"Apakah aktivitasmu mengulang-ulang hafalanmu setiap hari, tidak mengganggu pelajaranmu di Hauzah?"
"Mengapa harus saling menganggu? Menurut saya, pelajaran Hauzah adalah penjabaran dan penguraian dari ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga antara saya mengecek hafalan dengan pelajaran hauzah saling bersinergi. Kita belajar Sharaf, belajar Nahwu justru memperkuat hafalan, belajar aqidah, fiqh, mantiq dan sebagainya membuat kita semakin mudah memahami Al-Qur'an."
Saya hanya mengangguk membenarkan.
"Sekarang, jika saya membaca satu ayat, apa kamu bisa memberitahu letaknya dimana?", tanyaku berikutnya, sambil membuka mushaf sakuku.
"Insya Allah…"
Setelah membaca ta'awudz, saya baca ayat-ayat suci yang tertulis di mushaf yang berada di genggamanku.
"Itu surah al Ahzab ayat 31 halaman 422." Jawabnya mantap. Saya mengangguk membenarkan. "Bisa kamu artikan?"
Dengan bahasa Persia, ia berkata (yang artinya) "Dan barang siapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan RasulNya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya."
"Kalau awal halaman 135?"
"Surah Al-An'am ayat 60, durust guftam (benar yang saya katakan)?"
"Iya, coba kamu baca?"
Ia pun melantunkan ayat yang saya maksud dengan bacaan yang fasih dan lancar.
"Oh iya Mujtaba, apa yang kamu kenal dengan Indonesia?" tanyaku sambil menutup mushaf.
"Sayang sekali saya tidak begitu banyak tahu, kecuali Indonesia itu ibukotanya Jakarta, dan Negara dengan penduduk muslim terbesar."
Saya cuman tersenyum. "Kalau Malaysia?"
"Saya prihatin dengan yang terjadi baru-baru di Malaysia. Mengapa Syiah harus dimusuhi dan dibenci?." Ternyata Mujtaba juga tahu, umat Syiah Malaysia yang mengadakan majelis duka Asyura pada 10 Muharram lalu digerebek dan dibubarkan secara sepihak. Media-media Malaysia secara besar-besaran menurunkan berita mengenai peristiwa tersebut sambil menyudutkan Syiah sebagai ajaran sesat dan dinyatakan sebagai aliran di luar Islam. "Perlu saudara-saudara Ahlus Sunnah mengetahui, bahwa kita bersaudara dalam iman, Al-Qur'an yang saya hafal dan baca adalah Al-Qur'an yang sama."
Bacaan ta'awudz dengan pembesar suara terdengar seketika ke seantero masjid, dilanjutkan dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Saya lirik jam besar di dinding tengah masjid, jarum jam telah mendekati angka 11. Memang tidak lama lagi, waktu shalat Jum'at akan dimulai. Saya merasa sudah cukup, saatnya mengakhiri wawancara.
"Pertanyaan terakhir, Mujtaba apa pesanmu buat teman-teman di Indonesia?"
"Yang saya tahu Indonesia negara multi etnis, agama yang dipeluk penduduknya beragam, karenanya pesan saya jagalah persatuan yang ada, khususnya sesama umat Islam. Harus kita terima, sulit menyatukan mazhab-mazhab yang ada dalam Islam. Karena itu kebutuhan kita saat ini bukan penyatuan, melainkan persatuan. Kelemahan bukan karena kita berbeda, tetapi merasa benar sendiri dan tidak menerima yang lainlah yang melemahkan. Tidak perlu lagi ada dikotomi Sunni dan Syiah, kesemuanya bersaudara, sama-sama umat Islam, Al-Qur'an kita satu. Anda sendiri melihatnya, di negeri ini, saya hanyalah salah seorang diantara ribuan hafiz yang ada. Apa yang kami hafal, baca dan kaji sama dengan Al-Qur'an yang dicetak di Negara anda. Anda juga tengah berada di dalam masjid yang sebentar lagi dipenuhi orang-orang untuk shalat Jum'at berjamaah, yang pada hari yang sama juga dilakukan oleh umat Islam di negeri anda."
Saya hanya mengangguk membenarkan. Saya tiba-tiba merasa kecil di hadapannya. Kalau bukan berhadapan langsung, sulit dipercaya, kata-kata yang bijak dan sangat dewasa ini keluar dari mulut seorang pemuda 14 tahun. Tampak ia masih mau melanjutkan pesannya, tapi alat perekam telah saya matikan. "Tak apa ya, jika saya potret?" HPku beralih fungsi menjadi kamera.
"Iya, tapi jangan sampai ketahuan."
Dengan hati-hati saya memotretnya. Hanya tiga kali pengambilan gambar. Saya khawatir jika petugas sampai harus menyita HP karena tidak mematuhi aturan mereka.
"Mujtaba, saya benar-benar berterimakasih atas waktu yang kamu luangkan untuk wawancara ini."
"Iya, sama-sama." Kujabat erat tangannya.
Kubenahi tasku. "Apa anda tidak ingin bersama duduk di shaff depan?" tanyanya.
"Oh, maaf, saya harus keluar dulu, masih ada waktu sejam. Saya ingin membeli sesuatu. Saya khawatir tokonya tutup sehabis Jum'atan." Ia mengangguk maklum.
Kujabat erat tangannya untuk kedua kalinya. Sekali lagi kuucapkan terimakasih.
Kutinggalkan masjid yang telah hampir dipenuhi jama'ah. Pesannya tadi masih juga terngiang, pasti ia mengucapkan pesan itu karena pengaruh pertanyaanku sebelumnya mengenai Malaysia. Iya, di era informasi yang seakan dunia bisa dilipat-lipat ini, sangat mengherankan, masih juga ada yang berkeyakinan bahwa Iran dengan warganya yang mayoritas Syiah mempunyai Al-Qur'an yang berbeda, bahwa mereka tidak menunaikan shalat Jum'at dan propaganda-propaganda negatif lainnya. Dari menara masjid yang menjulang tinggi, masih terdengar lantunan ayat suci yang menggetarkan, "Afalam yasiiruu fil ardi fatakuna lahum quluubun ya'qiluna bihaa…Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati mereka dapat memahami…." (Qs. Al-Hajj: 46)
**********
Wawancara ini setelah mengalami pengeditan seperlunya dimuat dalam buku "Bintang-bintang Penerus Doktor Cilik" terbitan Pustaka Iiman termasuk wawancara dengan Muhammad Husein Tabatabai (Doktor Cilik) setelah berusia 20 tahun dan dua hafiz cilik Iran lainnya.
Semoga bermanfaat;
Ismail Amin, Mahasiswa Program Studi Ulumul Qur'an, Mostafa Internationa University Republik Islam Iran
Assad: Hizbullah Berperang Melawan Israel dan Agennya
َWawancara َPresiden Suriah, Bashar al-Assad dengan stasiun TV Libanon, al-Manar dilaksanakan hari Kamis (30/5 /13) .
Pertanyaan 1: Kita sekarang berada di Istana Rakyat. Krisis Suriah sudah berlangsung 2 tahun dan taruhannya adalah, presiden dan rezim akan digulingkan hanya dalam tempo beberapa minggu. Bagaimana Anda menggagalkan musuh dan plot lawan? Apa rahasia ketabahan ini?
Jawaban: Ada sisi di Suriah yang menggagalkan plot, dan ada sisi yang terkait dengan pembuat rencana yang menggagalkan diri mereka sendiri. Mereka menggagalkan diri sendiri karena mereka mengabaikan kondisi Suriah dan tidak membaca situasi Suriah dengan tepat. Jadi mereka memulai [kegagalan] itu sejak awal dengan membawa judul 'revolusi' [dalam gerakan mereka].
Mereka bergerak dengan mengajukan konsep sektarian dan simbol-simbol yang ditujukan untuk menciptakan perpecahan dalam masyarakat Suriah. [Memang] mereka berhasil menguasai beberapa sudut dalam masyarakat Suriah. Dan sudut-sudut seperti ini selalu ada dalam berbagai masyarakat; mereka yang lalai dan tidak waspada. Tapi pada dasarnya, mereka gagal menciptakan perpecahan itu. Jika langkah itu benar-benar terwujud, maka sejak awal Suriah sudah akan terpecah belah.
Mereka [lalu] menggunakan judul lain yang mereka sendiri akhirnya jatuh ke dalamnya, yaitu perjuangan untuk tetap berada di sebuah kantor [presiden]. Pada realitanya, sudah jelas bahwa perang itu tidak berhubungan dengan sebuah kantor. Perang itu adalah perang sebuah negara; bukan perang sebuah kantor. Tak ada orang yang bersedia berperang dan tewas agar seseorang tetap berada di sebuah kantor.
Pertanyaan 2: Bapak Presiden, dalam pertempuran negara itu, Suriah tampaknya cukup bertahan di lapangan setelah 2,5 tahun. Di sini muncul pertanyaan. Kenapa setelah 2,5 tahun, Anda memilih menyerang daripada bertahan? Apakah Anda tidak berpikir Anda terlambat mengambil keputusan menyerang itu? Karena itu, harga [serangan] itu sangat tinggi seperti kasus di Al- Qusayr?
Jawaban: Dalam pertahanan atau serangan kami, kami tidak hanya bergantung pada taktik militer yang digunakan secara terpisah dalam pertempuran kecil. Kami juga berurusan dengan situasi, bukan hanya melalui aspek militer, tapi juga melalui beberapa aspek, seperti aspek sosial dan politik.
Banyak warga Suriah yang tertipu di awalnya. Banyak sahabat Suriah yang tak menyadari masalah itu. Secara internal, tidak mungkin bertindak dengan cara yang sama sementara belum ada konsensus tentang sebuah kasus tertentu. Tidak diragukan lagi, perkembangan peristiwa membantu Suriah menyadari apa yang terjadi, menyadari kebenaran, dan ini sangat membantu Angkatan Bersenjata dalam menjalankan tugas dan [meraih] prestasi mereka. Apa yang sedang terjadi saat ini bukanlah pergeseran dari pertahanan jadi menyerang, tapi sebuah pergerseran kekuatan yang menguntungkan Angkatan Bersenjata.
Pertanyaan # 3: Bagaimana keseimbangan pergeseran kekuasaan itu? Suriah sedang dikritik karena menggunakan para pejuang asing. Mari kita sebut sebagaimana yang ada, Suriah disalahkan karena menggunakan pejuang Hizbullah. Mengingat dalam wawancara sebelumnya, Anda mengatakan bahwa warga Suriah 23 juta dan kami tidak membutuhkan siapa pun. Lalu apa yang dilakukan Hizbullah di Suriah?
Jawaban: Alasan pertama pergeseran keseimbangan kekuasaan itu adalah pergeseran dukungan. Ada dukungan di beberapa daerah untuk teroris dan saya jamin pada Anda bahwa [dukungan] itu bukan akibat dari kurangnya patriotisme, tapi kurangnya kesadaran.
Ada banyak cerita tentang orang-orang yang bergabung dengan kelompok militan karena berpikir [gerakan mereka] itu adalah sebuah revolusi. Dukungan ini lalu bergeser dan banyak militan yang meninggalkan kelompok ini dan kembali pada kehidupan normal mereka. Ini alasan yang mendasar. Bagi saya, apa yang muncul mengenai Hizbullah dan partisipasi pejuang asing merupakan isu yang sangat besar dan memiliki beberapa elemen. Jika kita ingin menjelaskannya, kita harus menjelaskan unsur-unsur terkait ini:
Kita tidak bisa memisahkan antara apa yang baru-baru ini muncul tentang Hizbullah dalam pertempuran Al-Qusayr dengan serangan Israel. Ada tiga unsur dalam satu kasus. Biarkan saya berterus terang. Baru-baru ini, terutama setelah pidato terakhir Sayyid Hasan Nasrullah, media Arab dan Barat mengatakan bahwa para pejuang Hizbullah bertempur di Suriah dan membela negara Suriah; tentu saja dalam bahasa mereka, mereka mengatakan 'rezim'. Tapi kami mengatakan negara; bukan 'rezim'.
Mari kita berbicara secara logis, jika Hizbullah ingin membela Suriah atau perlawanan [anti Israel], Hizbullah akan mengirim sejumlah pejuang. Berapa banyak akan mereka kirim? Ratusan, 1000, 2000? Kita berbicara tentang pertempuran yang mencakup ratusan ribu Angkatan Darat Suriah dan puluhan ribu teroris; paling tidak lebih dari 100 ribu, karena jumlah mereka terus meningkat. Ini berarti bahwa mengirimkan teroris dari negara tetangga dan negara luar yang mendukung masih terus berlangsung. Jadi jumlah yang bisa dikirim Hizbullah untuk membela negara dalam pertempuran dibandingkan dengan jumlah teroris dan Tentara Suriah, dan dibandingkan dengan ukuran Suriah, tidak akan melindungi sebuah rezim atau negara.
Ini di satu sisi. Jika mereka mengatakan Hizbullah membela negara [Suriah], kenapa hari ini? Kenapa saat ini? Pertempuran dimulai setelah bulan Ramadhan tahun 2011, dan terus meningkat sampai kami memasuki musim panas 2012. Pemberontak memulai pertempuran 'membebaskan Damaskus'. Mereka menentukan zero hour [waktu yang telah ditetapkan untukmemulai sebuah opperasi militer] pertama dan kedua, dan empat perwira tewas dibunuh. Banyak yang melarikan diri dari negara Suriah dan banyak yang percaya bahwa rezim Suriah akan segera jatuh. Tapi rezim tidak juga jatuh. Hizbullah tidak ikut campur pada waktu itu, lalu kenapa Hizbullah ikut campur hari ini?
Ada sisi lain yang penting. Mengapa kita tidak melihat Hizbullah di Damaskus dan Aleppo? Pertempuran terbesar terjadi di Damaskus dan Aleppo, bukan di Al-Qusayr. Al-Qusayr adalah sebuah kota kecil. Mengapa kita tidak melihat Hizbullah di Homs? [Jadi] semua data ini tidak akurat. Al-Qusayr kota strategis. Perbatasan itu sangat strategis bagi teroris. Semua perbatasan itu digunakan untuk menyelundupkan teroris dan tentara. Jadi semua judul yang diajukan tentang partisipasi Hizbullah tidak relevan. Semua ratapan dan kesedihan yang kita dengar di media Arab, dalam pernyataan pejabat Arab, dalam pernyataan pejabat Barat, dan bahkan (Sekjen PBB) Ban Ki-Moon menyatakan ketakutannya [tentang kehadiran] Hizbullah di Al-Qusayr, semua ini bertujuan untuk mencekik perlawanan [anti Israel]. Ratapan itu tidak ada hubungannya dengan membela negara Suriah. Padahal perkembangan, seperti yang Anda sebutkan, telah terjadi di Aleppo, Damaskus, pinggiran Damaskus dan tempat-tempat lain, tapi kita tidak mendengar ratapan yang sama.
Pertanyaan 4: Mengenai sifat pertempuran di al-Qusayr di mana Anda dan Hizbullah terlibat di dalamnya. Anda disalahkan bahwa pertempuran ini bertujuan membangun jalan aman yang akan menggabungkan pantai Suriah ke Damaskus. Karena itu, sebagaimana sudah diatur, jika pembagian atau perubahan geografis diterapkan di wilayah tersebut, akan muncul sebuah negara baru Alawi. Apa sebenarnya sifat pertempuran itu dan bagaimanan Anda menghubungkannya dengan perjuangan melawan Israel?
Jawaban: Pertama, dari aspek geografis, pantai Libanon dan Suriah tidak melewati Al-Qusayr. Jadi [alasan] ini tidak rasional. Kedua, tidak ada orang yang bersedia terlibat dalam pertempuran untuk meraih sebuah pembagian wilayah (divisi). Jika mereka ingin pembagian itu, biarkan mereka melakukannya; bukannya terlibat dalam pertempuran di seluruh Suriah. Mereka bisa mengambil satu poin [kawasan] tertentu. Dan jalannya pertempuran tidak mengungkapkan bahwa ada bagian-bagian [Suriah] yang berusaha meraih pembagian. Sebaliknya, pertempuran ini dilakukan demi menjaga persatuan Suriah, bukan sebaliknya.
Ketiga, nenek moyang kami pernah menghadapi masalah yang sama dengan Perancis ketika Perancis mengusulkan pembagian Suriah. Tapi nenek moyang kami berhati-hati tentang hal itu. Lalu apakah pantas jika kami, cucu-cucu mereka, tidak berhati-hati di beberapa abad kemudian?
Saya yakin bahwa pertempuran itu, perkembangan di Al-Qusayr, dan semua raungan yang kita dengar itu berhubungan dengan Israel. Mereka ingin mencekik perlawanan [anti Israel]. Pertempuran lama-baru ini akan selalu terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda. Sekarang, hal yang penting bukanlah Al-Qusayr sebagai kota, tapi sebagai sebuah perbatasan. Mereka ingin mencekik perlawanan lewat darat dan laut, dan di sinilah letak pertanyaannya.
Dikatakan bahwa gerakan perlawanan harus mengarahkan senjatanya pada musuh, karena itu [diarahkan] ke Selatan. Hal ini dikatakan 7 Mei lalu ketika beberapa agen Israel di Libanon mencoba mengusik jaringan komunikasi perlawanan. Mereka mengatakan bahwa perlawanan menggeser senjatanya ke dalam [Suriah]. Mereka juga mengatakan hal yang sama tentang Tentara Suriah. Mereka mengatakan bahwa Tentara Suriah harus berjuang di perbatasan melawan Israel. Dengan jelas kami katakan bahwa tentara Suriah akan memerangi musuh di mana pun musuh hadir. Ketika musuh di Utara, atau datang ke Utara, kami akan bergerak menuju Utara; atau Timur atau Barat. Hal yang sama berlaku untuk perlawanan. Mengapa Hizbullah hadir di perbatasan di Libanon atau di Suriah? Karena pertempuran yang ada adalah pertempuran melawan Israel dan agen-agennya di Suriah atau Libanon.[IT/M/NAT]
Apa Kata Tokoh Indonesia Tentang Syiah
KH. Alie Yafie (Ulama Besar Indonesia):
“Dengan tergabungnya Iran yang mayoritas bermazhab Syiah sebagai negara Islam dalam wadah OKI tersebut, berarti Iran diakui sebagai bagian dari Islam. Itu sudah cukup. Yang jelas, kenyataannya seluruh dunia Islam, yang tergabung dalam 60 negara menerima Iran sebagai negara Islam.”(tempointeraktif)
Said Agil Siradj (Ketua Umum PB NU):
“ Ajaran syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya sunni. Di universitas di dunia manapun tidak ada yang menganggap Syiah sesat “(tempo.co)
Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah):
“ Tidak ada beda Sunni dan Syi’ah. Dialog merupakan jalan yang paling baik dan tepat, guna mengatasi perbedaan aliran dalam keluarga besar sesama muslim” (republika.co.id)
Buya Syafii Ma’arif (Cendikiawan Muslim, Mantan Ketua PP Muhammadiyah):
“Kalau Syiah dikalangan mazhab, dianggap sebagai mazhab kelima,” (okezone.com)
Amin Rais (Mantan Ketua PP Muhammadiyah):
“Sunnah dan Syi’ah adalah madzhab-madzhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam “
(satuislam.wordpress.com)
Marzuki Ali (Ketua DPR RI):
“ Syi'ah itu mahzab yang diterima di negara manapun diseluruh dunia, dan tidak ada satupun negara yang menegaskan bahwa Islam Syi'ah adalah aliran sesat “
(okezone.com)
Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI):
“ Harus ada toleransi terhadap perbedaan karena perbedaan adalah rahmat ” (tempo.co)
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Cendikiawan Muslim, Direktur Sekolah PascaSarjana UIN Jakarta):
“Syiah adalah bagian integral dari umat Islam dan tidak ada perbedaan yang prinsipil dan fundamental dalam Syiah dan Sunni, kecuali masalah kepemimpinan politik”
“ Fatwa haram atau sesat Syiah itu tidak diperlukan, baik secara teologis, ibadah dan fiqh karena pertaruhannya Ukhuwah Islamiyah di Indonesia,”
(republika.co.id)
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta):
“ Syiah merupakan bagian dari sejarah Islam dalam perebutan kekuasaan, dari masa sahabat, Karenanya akidahnya sama, Alqurannya, dan nabinya juga sama,”
(republika.co.id)
KH. Alie Yafie (Ulama Besar Indonesia):
“Dengan tergabungnya Iran yang mayoritas bermazhab Syiah sebagai negara Islam dalam wadah OKI tersebut, berarti Iran diakui sebagai bagian dari Islam. Itu sudah cukup. Yang jelas, kenyataannya seluruh dunia Islam, yang tergabung dalam 60 negara menerima Iran sebagai negara Islam.”(tempointeraktif)
Rhoma Irama ( Seniman dan Mubaligh ):
“Tuhan kita sama, nabi kita sama, kiblat kita sama, sholat kita sama, puasa kita sama, zakat kita sama, haji kita sama, kenapa harus saling mengkafirkan” (tempo.co)
Slamet Effendy Yusuf (Ketua PB NU):
“ Caranya terus menjaga persamaan sesama Umat Islam, bukan mencari perbedaannya,”
(republika.co.id)
Muhammad Mahfud MD (Ketua MK):
“ Kalau saya mengatakan semua keyakinan itu tidak boleh diintervensi oleh negara. Keyakinan itu tak boleh diganggu orang lain, kecuali dia mengganggu keyakinan orang lain,”
(Okezone.com)
Prof. Dr. Umar Shihab (Ketua MUI Pusat):
“ Syiah bukan ajaran sesat, baik Sunni maupun Syiah tetap diakui Konferensi Ulama Islam International sebagai bagian dari Islam,”
(rakyamerdekaonline.com)
Alm, Buya Hamka (Mantan Ketua Umum MUI Pusat):
Mengutip pernyataan Imam Syafi’i
“ Jika saya dituduh Syiah karena mencintai keluarga Muhammad Saw, maka saksikanlah wahai Jin dan Manusia, bahwa saya ini orang Syiah. Jika dituduhkan kepada saya bahwa saya Syiah karena membela Imam Ali, saya bersaksi bahwa saya Syiah”
(majalah.tempointeraktif.com)
KH Nur Iskandar Sq (Ketua Dewan Syuro PPP):
“ Kami sangat menghargai kaum Muslimin Syiah, ”
(Inilah.com)