
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 107-110
Ayat ke 107
Artinya:
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya). Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.(6: 107)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menyinggung upaya manusia menyekutukan Allah Swt, ayat ini mengatakan, janganlah kalian menyangka dapat mempecundangi kekuasaan Allah Swt, bahkan apabila Allah menghendaki dan berbuat sesuatu, maka tak seorang pun mampu menyekutukan-Nya. Tetapi keinginan Allah terhadap umat manusia demikian bahwa Dia menghendaki agar manusia berbuat menurut ikhtiar dan pilihannyasendiri. Karena itu Allah Swt berbicara kepada Nabi-Nya dengan mengatakan,kamu pun tidak berhak memaksa umat manusia untuk beriman.Kamu bukan wakil dan penanggung jawab mereka. Atau dengan ungkapan lain menurut pandangan tasyri'i (tinta)semua umat manusia beriman kepada Tuhan.Karena itu para nabi diutus untuk mengarahkan fitrah itu. Adapun menurut pandangan takwini (cipta), keinginan manusia berdasarkan kehendak dan ikhtiarnya sendiri dalam memilih jalannya, sehingga mereka tidak terpaksa dalam menerima suatu agama.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehendak Allah Swt tergantung pada kehendakan manusia. Karena itu keberadaan kaum Musyrikin menunjukkan adanya ikhtiar di tengah umat manusia.
2. Tugas para nabi dan mubalig Islam adalah membimbing manusia,bukan memaksa mereka untuk menerima agama.
Ayat ke 108
Artinya:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(6: 108)
Ayat-ayat sebelum ini memperingatkan Nabi Muhammad Saw dan kaum Mukminin agar jangan melakukan segala bentuk pemaksaan terhadap orang-orang Musyrik. Sementara ayat ini melarang mereka melakukan segala bentuk gangguan dan penganiayaan kepada kaum Musyrikin. Ayat ini mengatakan, janganlah kamu berbicara jelek dan tidak pada tempatnya terhadap Tuhan sesembahan kaum Musyrikin, sehingga mereka dengan akan membalas dengan berkata jelek terhadap Tuhan kamu. Karena itu sewaktu kamu memiliki logika yang kuat, kenapa kamu tidak menggunakan logika saja? Ajaklah dan seru mereka dengan kekuatan logika!Bila mereka suka pasti akan menerima seruanmu.Dan bila mereka tidak suka,pasti tidak akan mendengarkanmu. Kamu tidak punya tugas lain.
Kelanjutan ayat ini menyatakan,setiap kelompok senantiasa berpegang teguh dengan keyakinannya.Mereka mengira semua perbuatannya mempunyai akibat yang baikdi masa depan. Tetapi padaHhari Kiamat, dimana segala hakikat akan menjadi jelas. Maka Allah Swt akan memberitahukan perbuatan-perbuatan setiap kelompok kepada mereka sendiri, sehingga mereka memahami apa yang telah mereka perbuat didunia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus waspada agar menjauhkan diri dalam berbagai perselisihan dengan para penentang. Karena terkadang mereka berlaku ekstrim
2. Melaknat dan bara'ah atau berlepas tangan itu berbeda dengan perhitungan berbuat dosa.Bara'ahmenunjukkan sikap dihadapan kekufuran dan syirik, dimana kita menyatakan berlepas tangan dari jalan mereka.
Ayat ke 109
Artinya:
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman.(6: 109)
Di antara alasan orang-orang Kafir dan Musyrikin pada zaman Nabi Muhammad Saw yaitu kenapa setiap kali kami menginginkan melihat mukjizat, Nabi Saw tidak mengeluarkannya. Allah Swt dalam ayat ini berfirman kepada Nabi-Nya agar berkata kepada mereka, mukjizat itu bukan di tanganku, sehingga setiap waktu dan kondisi apapun yang kalian inginkan, saya dapat mengeluarkannya. Mukjizat ditangan Allah.Oleh sebab itu,setiap kali Tuhan memandang perlu dan maslahat pasti akan Dia tunjukkan. Karena Mukjizat untuk menyempurnakan hujjah, dan bukan untuk hiburan atau memuaskan berbagai keinginan masyarakat.Apalagi sebagian besar dari keinginan masyarakat itu bertentangan dengan kebenaranseperti sebagian orang yang berkeinginan untuk melihat Tuhan.Padahal undang-undangan alam ini bukan permainan yang dapat memuaskan keinginan-keinginan Musyrikin.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jangan sampai kita termakan tipu muslihatyang dikemas dalam sumpah palsu para penentang.
2. Akar utama kekufuran adalah sikapkeras kepala, meski mereka telah menyaksikan mukjizat,tetapi mereka tidak ambil peduli, bahkan dianggap enteng.
Ayat ke 110
Artinya:
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.(6: 110)
Kufur dan keras kepala yang berkelanjutan akan berakibat lenyapnya kemampuan manusia dalam melihat, mendengar dan memahami hakikat. Akhirnya ia menganggap yang benar itu batil dan batil itu sebagai kebenaran. Dalam ayat ini al-Quran berfirman, ini adalah sunnatullah yang Allah ciptakan bahwa kufur itu adalah sumber kebingungan. Karena itu pandangan manusia bisa terbalik, sehingga tidak bisa memahami tujuan diciptakannya alam semesta ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah dan Nabi Muhammad Saw dapat membersihkan hati dan jiwa.Karena keras kepala dan berhati batu akan mencemari kecerdasan manusia, sehingga manusia itu tidak mau menerima kebenaran.
2. Jauh dari Allah dan jalan yang lurus mengakibatkan kerugian dan kebingungan didunia ini.(
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 103-106
Ayat ke 103
Artinya:
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(6: 103)
Sebelumnya telah disinggung tentang ayat-ayat yang menjelaskan sifat-sifat Allah Swt, yaitu suatu sifat yang sama sekali berbeda dari sifat-sifat patung sesembahan dan sekutu lainnya yang disejajarkan oleh manusia dengan Tuhan. Ayat ini juga menyinggung satu lagi ciri-ciri khusus Allah dan mengatakan, tidak hanya pada mata kasar, bahkan mata batin yakni akal manusia pun tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui Zat Allah Swt, meski ia dapat mengetahui dan memahami perwujudan-Nya Swt. Sebaliknya, Dia Maha Mengetahui segala perwujudan manusia, tidak hanya pada ucapan manusia, tapi Allah juga mengetahui pemikiran manujsia. Karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dia tidak bisa dilihat, namun Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dia adalah Zat yang Maha Lembut dan tidak ada satupun yang dapat menyembunyikan diri dari-Nya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zat Allah tidak bisa diketahui, bahkan tentang bagaimananya tidak bisa kita pikirkan.
2. Dengan demikian Allah Swt Maha Mengetahui atas segala kehidupan kita, juga dengan kasih sayang-Nya,Dia tidak pernah menarik dan mencegah segala nikmat-Nya kepada kita.
Ayat ke 104
Artinya:
Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).(6: 104)
Ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan mengenai sifat-sifat Allah Swt dalam berbagai ayat sebelumnya serta lemahnya dalil-dalil sesembahan patung yang disejajarkan dengan Allah dalam mengatur nasib umat manusia dan dunia. Ayat ini mengatakan, sesuatu yang harus dinyatakan maka harus kita katakan sehingga jalan yang benar dapat dijelaskan. Kita juga harus menjelaskan sesuatu yang diperlukan untuk mengetahui hal-hal yang benar, begitu juga harus mengungkapkan dalil dan bukti untuk menerima hal itu. Dengan begitu ada orang yang berkeinginan lalu menerima. Hal itu akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Tetapi apabila seseorang tidak mau menerima kita tidak berhak memaksanya.karena Allah Swt telah membentangkan jalan kekufuran dan iman buat umat manusia dan setiap orang bebas menentukan pilihannya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas kita hanyalah membimbing umat manusia, sehingga hujjah dapat disempurnakan dikalangan manusia dan pintualasan tidak tersisa sama sekali. Selain itu, kita tidak berhak memaksa manusia.
2. Tanda-tanda kekufuran adalah tidak menganggap benar ajara para nabi. Itu petanda butanya mata hati mereka.
Ayat ke 105
Artinya:
Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)", dan supaya Kami menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.(6: 105)
Orang-orang Kafir dan Musyrikin menuduh Nabi Muhammad Saw telah belajar kepada para ilmuwan Yahudi. Apa yang dipelajari beliau dikatakannya sebagai al-Quran dan wahyu. Padahal semua itu telah beliau pelajari dan apa yang tertera dalam al-Quran bukan datang dari beliau, tapi dari ilmuwan Yahudi.
Allah Swt dalam menjawab Nabi-Nya justru memberikan semangat kepada beliau. Dalam ayat ini Allah Swt berfirman, janganlah engkau bersedih atas tuduhan ini. Karena tuduhan semacam ini tidak bisa diterima oleh para ilmuwan bahkan mereka akan membatalkan pernyataan semacam itu. Kelompok Kuffar dan Musyrikin itu sama sekali tidak menunjukkan dalil dan bukti. Karena itu dalam sejarah tidak terdapat sebuah dalil pun yang menguatkan bahwa Nabi Muhammad Saw telah belajar dan mengambil manfaat dari suatu ajaran apapun. Selain itu diantara isi al-Quran dan Taurat terdapat perbedaan yang sangat banyak sekali. Menurut pandangan al-Quran pada zaman Nabi Saw,kitab Taurat merupakan sebuah kitab yang sudah ditahrifkan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penentang al-Quran justru mengakui isi al-Quran sangat dalam. Mereka juga tidak mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan al-Quran itu kosong dan tidak ada artinya, tetapi mereka mengatakan ungkapan itu telah Nabi pelajari dari para ilmuwan zamannya.
2. Ilmu danpengetahuan tidak hanya tidak mampu menyembunyikan kebenaran al-Quran, justru memberikan persaksian atas kebenaran al-Quran.
Ayat ke 106
Artinya:
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.(6: 106)
Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai tuduhan orang-orang Kafir dan Musyrik bahwa al-Quran bukan wahyu samawi, tapi pernyataan yang dipelajari dari orang lain, dalam hal ini adalah para ilmuwan Yahudi. Ayat ini justru memberikan semangat kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengikuti al-Quran. Ayat ini mengatakan, janganlah kamu memperhatikan berbagai pernyataan orang-orang yang menentang, tetapi perhatikan dan dengarkanlah wahyu Tuhanmu. Karena kebenaran itu berasal daripada-Nya, dan Dia akan memberikan persaksian kebenaran buatmu.
Tugas para nabi dalam menghadapi orang-orang Musyrik dan Kuffar hanyalah sebagai penyampai dan pembimbing mereka. Karena itu, bila mereka tidak mau menerima, tidak ada hak bagi para nabi untuk memaksa mereka. Mereka bebas untuk melakukan apa saja yang menjadi keinginannya. Sekalipun demikian, tetaplah mengajak orang lain kepada. Kita tidak boleh mendesak dan meminta sehingga mereka menyangka bahwa kita memerlukan iman orang lain. Tetapi hendaknya pada tahap pertama kita ketengahkan pernyataan yang logis dan baik. sampaikanlah pernyataan hak atau kebenaran kepada mereka. Namun bila mereka tidak mau menerima, maka bersabarlah dan janganlah memaksa mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam rangka berjalan di atas kebenaran, kita senantiasa menemui tuduhan dan penghinaan dari para penentang. Karena itu janganlah mundur dan lemah semangat, tapi harus tegar.
2. Nabi Saw senantiasa mengikuti apa yang telah diwahyukan kepadanya dan bukan semata-mata mengikuti hawa nafsunya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 98-102
Ayat ke 98
Artinya:
Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.(6: 98)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan peran Allah Swt dalam menciptakan manusia, ayat ini mengatakan, Allah Swt dalam menciptakan kalian umat manusia belum pernah keluar dari batasan dan kalian adalah makhluk yang lebih baik dari seluruh makhluk lainnya. Kalian semua adalah umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan, berkulit hitam maupun putih, bahkan dari ras dan kabilah manapun, diciptakan dari satu jenis dan satu jiwa. Semua manusia yang pernah ada dan akan datang merupakan amanat Allah yang diletakkan di tulanag sulbi ayah dan ibu. Ketika tiba Hari Kiamat, manusia semua mati dan akan dibangkitkan dari kuburan untuk berkumpul di padang Mahsyar.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semua umat manusia antara yang satu dan yang lainnya adalah bersaudara, sedang perbedaan ras dan tingkat tidak ada makna samasekali.
2. Meski berasal dari satu jenis, namun keanekaragaman dalam ciptaan manusia ini justru menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Alllah.
Ayat ke 99
Artinya:
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.(6: 99)
Ayat sebelumnya menyinggung mengenai satunya sumber umat manusia. Ayat ini juga menyinggung sumber tumbuhnya tanaman yaitu dengan turunnya air hujan. Sumber air hujan dan berbagai tumbuh-tumbuhan adalah pekerjaan Allah Swt, sedang manusia tidak memiliki peranan. Dalam ayat ini juga diketengahkan nama berbagai buah-buahan seperti anggur dankurma yang dari jenis buah-buahan lainnya masih terdapat berbagai jenis yang lebih banyak lagi dan dari segi gizi memiliki nilai lebih dibandingkan dengan yang lainnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hubungan antara manusia dengan pepohonan yang berbuah, tidak boleh hanya sekedar bahan makanan saja, tetapi juga harus memiliki hubungan pemikiran yang mengarah kepada tauhid. Otak manusia juga harus seperti perut yang bisa mencerna buah-buah dan jenis makanan lalu mengambil sarinya dan menyampaikan dirinya kepada Allah Swt.
2. Pandangan manusia terhadap alam tidak boleh hanya sekedar pandangan biasa saja, tetapi harus bisa menyelami kedalam, lalu menerobos dari makhluk kepada pencipta alam semesta ini.
Ayat ke 100
Artinya:
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.(6: 100)
Sayangnya para pemeluk agama samawi sebelum Islam semuanya telah menyekutukan Allah Swt. Para pengikut Kristen mengatakan bahwa Isa adalah anak Tuhan, begitu juga pengikut Yahudi menyebut Uzair adalah anakTuhan. Bahkan sebagian mereka menganggap para malaikat adalah anak-anak Tuhan. Dalam hal ini para pemeluk Zoroaster menyebut bahwa Tuhan merupakan manifestasi kebaikan, sedang setan merupakan manifestasi keburukan dan kejahatan, padahal ia dianggapnya sebagai bediri sendiri, juga menjadi sekutuTuhan dalam mengelola alam semesta ini.
Sebagian orang Arab juga beranggapan bahwa jin itu ada hubungannya dengan Tuhan, bahkan mereka berkeyakinan diantara mereka yakni antara Tuhan dan bangsa jin ada hubungan famili. Maka ayat ini memberikan jawaban atas segala pemikiran yang menyimpangdan khurafat inidanmengatakan,jin sama seperti kalian adalah makhluk Allah, sedang Allah samasekali tidak memiliki anak baik perempuan maupun laki-laki yang bisa menjadi sekutu-Nya mengurus alamini. Allah Swt lebih mengetahui dari apapun yang diungkapan dalam bahasa maupun sesuatu yang terbetik dalam pemikiran, karena Dia maha suci dari sifat-sifat manusia. Oleh sebab itu,apabila Allah bersemayam dalam pikiran manusia, maka Dia menjadi makhluk manusia, padahal Allah adalah pencipta manusia itu sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebodohan merupakan akar segala penyelewengan, sedang dalam masalah-masalah keyakinan, manusia harus berbuat berlandaskan ilmu pengetahuan dan bukan khurafat.
2. Allah Swt tidak memiliki istri, sehingga memiliki anak. Lalubagaimana orang-orang itu bisa mengatakan bahwa Allah memiliki anak?
Ayat ke 101-102
Artinya:
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.(6: 101)
(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.(6: 102)
Di akhir kumpulan ayat-ayat ini dijelaskan bahwa sekali lagi Allah menekankan tentang Keesaan-Nya baik dalam mencipta maupun dalam mengatur alam semesta. Dua ayat ini mengatakan, alam semesta ini diciptakan dari sesuatu yang tidak ada dan Dia Maha Mengetahui atas segala rahasia. Karena itu Dia tidak membutuhkan seorangpun, sehingga kalian tidak perlu lagi menyiapkan untuk-Nya istri dan anak. DiaadalahTuhan Yang Maha Esa danPencipta kalian. Karenanya kalian harus menyembah Dia dan hanya kepada-Nya-lah kalian harus taat dan berbakti.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt yang telah dijelaskan dalam al-Quran, bandingkan dengan Tuhan yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab yang telah mereka selewengkan.
2. Akar penyembahan kepada Tuhan,adalah Dia Maha Mencipta. Dan Dia-lah Zat yang pantas disembah.Karena alam semesta ini telah diciptakan oleh-Nya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 94-97
Ayat ke 94
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).(6: 94)
Mengikuti ayat sebelumnya yang telah disampaikan tentang kondisi orang-orang Musyrik ketika mati, ayat ini turut menambahkan bahwa ketika manusia musyrik telah meninggal dunia akan dikatakan kepada mereka, kalian selama di dunia ini mencari orang banyak dan mengikatkan hati kalian kepada mereka. Bahkan nasib kalian sendiri telah kalian ikatkan kepada mereka. Untuk itu, kalian mengumpulkan harta yang banyak dan kalian menyangka bahwa orang dan harta yang banyakitu akan menjadi pelindung kalian. Namun, hari ini kalian meninggalkan dunia ini sendirian dan kembali kepada Kami tanpa seorang pendamping. Segala yang mengikat hati dan angan-angan kalian kini telah lenyap. Apakah yang kalian pikirkan untuk hari ini?
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sistem kehidupan setelah mati adalah berbentuk individu bukan masyarakat. Pada Hari Kiamat hubungan kekeluargaan dan masyarakat akan lenyap.
2. Segala kekayaan dan kekuasaan tidak berarti ketika seseorang itu mati.
Ayat ke 95
Artinya:
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?(6: 95)
Dalam lanjutan ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung peran Allah Swtdalam kematian dan kehidupan makhluk dan menyebutkan contoh dari kehidupan alam hayati. Meskipun menanamkan benih dan biji itu adalah pekerjaan manusia, tetapi menumbuhkan benih tumbuhan dari bumi adalah pekerjaan Tuhan. Air, tanah dan udara yang membuat benih tersebut bisa tumbuh adalah ciptaan Allah Swt. Allah yang menghidupkan benih dan biji-bijian yang tidak bernyawa itu keluar dari bumi. Selanjutnya, dari pohon yang hidup, Allah mengeluarkan benih atau biji-bijian yang mati.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penelitian kepada proses penciptaan alam dan perenungan akanciptaanAllahmerupakan jalan terbaik untukmengenali Tuhan.
2. Manusia yang diciptakan oleh Allahmaka bagaimana mungkin manusia mencari sesembahan selain dari-Nya?
Ayat ke 96
Artinya:
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(6: 96)
Ayat ini menyinggung kekuasaan Allah Swt yang bukan sekedar menumbuhkan butir, malah juga menyingsingkan pagi. Butir itu bisa tumbuh dari dalam perut bumi yang gelap gulita dan darinya tumbuh kehidupan. Begitu pula Allah menjadikan siang dan malam dengan pengaturan dan perhitungan yang sangat tepat. Malam diciptakan untuk manusia agar beristirahat dan siang diciptakan agar manusia bisa bekerja. Manusia bisa melihat fenomena yang terindah setiap hari yang dapat dilihat di langit, yaitu ketika pagi menyingsing dan diikuti dengan kehidupan.
Gerakan bumi dan bulan mengelilingi matahari, tidak saja melahirkan siang dan malam, namun juga merupakan sarana terbaik untuk menghitung hari dan berlalunya zaman. Dengan demikian, manusia bisa memprogram kerja hidup mereka dan membagi waktu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Merenungi sistem penciptaan yang amat sempurna dan teliti merupakan jalan untuk mengenal Tuhan.
2. Pekerjaan Allahberlandaskan kepada program yang telah diperkirakan dan penciptaan-Nya itu memiliki ketentuan dan ukuran. Oleh karena itu, kita harus bergerak menurut program tersebutagar menjadi wujud yang serasi dengan kehendak Allah.
Ayat ke 97
Artinya:
Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.(6: 97)
Selain dari bulan dan matahari, bintang-bintang dengan segala keindahannya merupakan petunjuk akan kekuasaanTuhan dalam penciptaan dan pengaturan alam. Al-Quran menyebutkan penciptaan bintang-bintang adalah untuk manusia, tetapi masih banyak manusia yang tidak mengetahui akan peran besar bintang-bintang dalam kehidupannya. Ayat ini memberitahukan kepada manusia bahwa ketika melakukan perjalanan di laut, mereka dapat mengambil bintang-bintang sebagai petunjuk.
Islam memberikan perhatian khusus kepada fenomena alam ini. Sebagai contoh, penetapan waktu shalat pada setiap hari melalui matahari. Begitu juga akhir bulan Ramadhan ditetapkan lewat gerakan bulan. Ketika terjadi gerhana matahari dan bulan, umat muslim diwajibkan untuk shalat ayat. Demikian juga, ketika berlangsung musim kemarau, umat Islam disuruh untuk melakukan shalat memohon hujan. Perhatian dan keperluan yang besar terhadap fenomena alam inilah yang menyebabkan cendikiawan besar Islam mendirikan observatorium di Baghdad, Damaskus, Kairo, dan Andalusia, serta menulis banyak sekali buku mengenai ilmu alam.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sistem perbintangan di langit sedemikian tepatnya sehingga ia mampu menunjukkan jalan dan arah penduduk bumi.
2. Jika Tuhan memberikan petunjuk kepada manusia dalam perjalanan darat dan laut , sudah pasti Tuhan juga akan memberi petunjuk bagi manusia dalam menjalani perjalanan hidup sepanjang usia mereka.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 91-93
Ayat ke 91
Artinya:
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.(6: 91)
Sekelompok orang Yahudi, meski percaya bahwa Allah telah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa as, tetapi kepada Nabi Muhammad Saw mereka ingkar dan mengatakan, "Tidak mungkin Tuhan menurunkan wahyu kepada manusia dan memberinya kitab." Al-Quran menjawab kata-kata mereka ini dengan mengatakan, bagaimana kalian percaya bahwa kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, tetapi menolak diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad. Apa yang kalian miliki berasal dari Taurat, sementara agama yang kalian dan nenek moyang kalian yakini juga berasal dari Taurat. Meskipun kalian tidak jarang menutup-nutupi ajaran Taurat yang tidak menguntungkan kalian. Tetapi bagaimanapun juga kalian tetap mengakui bahwa Taurat adalah kitab yang diturunkan oleh Allah.
Bagian akhir ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw,wahai Rasul, berilah mereka jawaban, tetapi jangan engkau berputus asa jika mereka tidak beriman dan bertawakal kepada Tuhan. Tuhan sudah mencukupi buatmu dan biarkanlah para pengingkar itu tenggelam dalam kesesatan mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ingkar terhadap para nabi pada hakikatnya ialah pengingkaran terhadap nikmat Ilahi karena nubuwah berlandaskan kepada rahmat dan hikmah Tuhan.
2. Tanggung jawab para nabi adalah memberikan petunjuk kepada umat dan menyampaikan seruan Ilahi, bukan memaksa mereka untuk menerimanya. Orang yang tidak ingin menerimanya harus ditinggalkan.
Ayat ke 92
Artinya:
Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.(6: 92)
Menyusul ayat sebelumnya mengenai keingkaran orang-orang Yahudi terhadap Rasul, ayat ini mengatakan, meskipun kalian ahli Taurat, tidak menerima al-Quran, tetapi al-Quran tidak menolak Taurat. Al-Quran malah menyebut Taurat sebagai kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Musa as. Selanjutnya ayat berkata kepada Nabi Muhammad Saw, al-Quran telah diturunkan untukmu supaya pada peringkat pertama engkau akan dapat membimbing masyarakat Mekah dan kemudian masyarakat lain. Tetapi ketahuilah tidak semua manusia akan beriman kepadamu dan kitab yang engkau bawa. Mereka yang menerima kata-katamu ini tidak menganggap kehidupan hanya pada wujud yang terbatas di dunia dan apa yang mereka lihat dan dengar. Tetapi mereka meyakini adanya alam lain selepas dunia ini, dan kematian bukan berarti akhir dari kehidupan manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Meninggalkan agama lama tidak bermakna bahwa agama tersebut keliru. Tetapi hal itu bermakna akhir dari relevansi agama tersebut.
2. Islam dan al-Quran membenarkan semua agama dan kitab samawi yang lalu.
3. Shalat merupakan amalan yang paling jelas bagi seorang muslim yang tanpanya iman tidak akan sempurna.
Ayat ke 93
Artinya:
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah". Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.(6: 93)
Di sepanjang sejarah terdapat orang yang menipu dengan membuat dakwaan bahwa dirinya adalah seorang nabi dan menyebut dirinya telah mendapatkan wahyu dari Tuhan. Yang menarik ialah sebagian para pengaku nabi itu muncul pada zaman Nabi Muhammad Saw. Salah seorang dari mereka bernama Abdu bin Saad yang pada mulanya adalah penulis wahyu. Akibat pengkhianatan yang dilakukannya dia diusir oleh Nabi. Dia lantas mengumpulkan masyarakat dan berkata,"Saya juga bisa mendatangkan ayat seperti al-Quran."Seorang lagi bernama Musailamah yang pada akhir usia Nabi juga mengaku demikian tetapi tidak ada yang mempercayainya. Dalam ayat ini disebutkan,pembohongan seperti ini merupakan kezaliman yang besar kepada masyarakat. Para pendusta ini kelak di dunia akan menghadapi azab yang sulitsaat ajalnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kezaliman paling besar adalah kezaliman budaya,dimana yang merupakan cikal bakal dari penyimpangan sepanjang sejarah.
2. Berhati-hatilah terhadap para penipu yang adakalanya menyebarkan kebohongan di tengah masyarakat dengan kemasan agama.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 84-90
Ayat ke 84-87
Artinya:
Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (6: 84)
Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. (6: 85)
Dan Ismail, Alyasa', Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya). (6: 86)
Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (6: 87)
Sebelumnya telah dijelaskan panjang lebar tentang peran Nabi Ibrahim as dalam menyeru umat di zamannya kepada penyembahan Tuhan yang Esa serta menjauhi syirik dan penyembahan berhala. Ayat ini menjelaskan pengaruh tauhid pada generasi dan keturunan Nabi Ibrahim dengan menyatakan bahwa Nabi Ibrahim telah dikarunia anak-anak yang juga mandapatkan hidayah ilahi dan telah mencapai kedudukan sebagai nabi. Dari mereka inilah berdatangan generasi para nabi.
Dalam empat ayat ini, secara keseluruhannya terdapat nama delapan belas orang nabi yang sebagiannya hidup sebelum Ibrahim seperti Nabi Nuh AS, sementara sebagian yang lain adalah keturunan Nabi Ibrahim as.
Meskipun berlandaskan kepada ayat ini, sebagian keturunan Nabi Ibrahim telah mencapai derajat kenabian, tetapi tolak ukur kenabian bukanlah karena mereka keturunan Ibrahim, tetapi kebaikan dan ketakwaan mereka di sisi Tuhan yang melebihkan mereka dari orang lain di zamannya dan mengangkat mereka ke derajat kenabian.
Dari empat ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perbuatan baik ayah dan ibu sangat berpengaruh pada pendidikan generasi seterusnya. Banyak balasan dari perbuatan baik tidak didapatkan saat hidup, tetapi Allah mengaruniakannya kepada keturunan mereka.
2. Anak-anak yang saleh merupakan karunia Ilahi kepada orang-orang yang suci dan saleh.
Ayat ke 88
Artinya:
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (6: 88)
Ayat ini menyinggung soal bimbingan atau hidayah khusus Allah kepada para nabi dan menyebutkan bahwa Allah akan memberikan bimbingan dan petunjuk khusus kepada hamba yang dikehendaki-Nya dan memberinya amanat risalah. Tetapi derajat itu tidak bertentangan dengan kebebasan mereka dalam berbuat baik. Sebab jika mereka tidak mensyukuri nikmat ini dan mengingkari Allah, maka Allah akan menurunkan mereka dari kedudukan mulia tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Hidayah yang benar hanyalah dari Allah Swt. Para nabi sendiri bahkan tidak bisa memberikan hidayah dari diri mereka sendiri. Dengan hidayah itulah mereka telah mencapai derajat kesempurnaan.
2. Dalam sunnah Ilahi tidak ada diskriminasi. Karena itu jika para nabi melakukan penyimpangan, mereka juga akan dibalas dan dikenai hukuman.
Ayat ke 89
Artinya:
Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (6: 89)
Masih melanjutkan ayat sebelumnya mengenai bimbingan khusus para nabi, ayat ini menyebutkan bahwa selain kitab samawi dan kedudukan sebagai nabi, Tuhan juga telah memberikan hikmah dan kedudukan sebagai pemimpin di tengah umat, sehingga para nabi bisa menjalankan undang-undang samawi di tengah masyarakat dan menyelesaikan perselisihan di kalangan mereka.
Lanjutan ayat ini menghibur Nabi Saw dengan menyatakan, seandainya umat mengingkari risalah kenabian seperti yang biasa dilakukan umat-umat terdahulu, janganlah khawatir sebab ada kaum lain yang akan menerima risalah ini dan sekali-kali tidak akan mengingkarinya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kepemimpinan dan kedudukan sebagai hakim di tengah masyarakat adalah hak para nabi dan pemimpin Ilahi.
2. Tolak ukur kebenaran, bukan dilihat dari sejauh mana umat menerima atau menolaknya. Janganlah kita merasa ragu dan sangsi ketika sekelompok orang mengingkari agama.
Ayat ke 90
Artinya:
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)". Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (6: 90)
Pada akhir bagian ayat ini, Allah swt berfirman, wahai Rasul, risalahmu juga merupakan lanjutan dari risalah nabi-nabi terdahulu. Oleh karena itu, katakanlah kepada umatmu bahwa aku juga sama seperti para nabi terdahulu yang menyeru kalian pada hal yang sama dan tidak membawa sesuatu yang baru. Tujuan dari ucapan ini tidak lain adalah untuk membimbing dan mengingatkan kalian, bukan karena uang dan bukan juga karena perkara-perkara lain.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penghapusan agama-agama terdahulu tidak bermakna penghapusan seluruh ajaran para nabi. Inti dari semua agama adalah penyembahan Tuhan yang Esa, hanya syariat dan metode praktisnya yang berbeda.
2. Metode seruan nabi adalah metode mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksa umat untuk beriman.
3. Para nabi dalam seruan mereka tidak memiliki motivasi materi dan duniawi. Para mubalig juga hendaknya bersikap demikian.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 80-83
Ayat ke 80
Artinya:
Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?" (6: 80)
Sebelumnya telah dibahas bahwa Nabi Ibrahim as pada awalnya menempatkan diri bersama-sama kaum yang menjadi obyek dakwahnya itu. Ia mengatakan apa yang menjadi keyakinan kaumnya bahwa bintang, bulan, dan matahari adalah Tuhannya. Akan tetapi, dengan menyentuh fitrah yang ada pada setiap manusia, Nabi Ibrahim as langsung menunjukkan kekeliruan keyakinan semacam itu dengan cara membuktikan bahwa benda-benda langit itu sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap nasib manusia dan dengan sendirinya tidak layak menjadi Tuhan.
Kemudian, pada akhirnya Nabi Ibrahim secara terang-terangan mengatakan bahwa Tuhannya ialah Zat yang menciptakan langit dan bumi, dan Zat Pencipta itulah yang diyakini memiliki kekuasaan penuh atas segala nasibnya.
Dalam ayat berikutnya, dijelaskan bahwa sikap kaumnya terhadap ajakan Nabi Ibrahim sangat keras. Mereka bukan hanya enggan menjadi pengikut Nabi Ibrahim, melainkan bahkan mengajak Ibrahim agar mengikuti keyakinan mereka. Menanggapi sikap seperti ini, Ibrahim as berkata, "Bagaimana mungkin aku akan meninggalkan Tuhanku, padahal Dia-lah yang memperkenalkan diri-Nya kepadaku dan telah memberiku petunjuk? Bagaimana mungkin aku meninggalkan Zat yang telah aku kenal sambil mengikuti keyakinan kalian yang betul-betul menyimpang sekaligus sesat?"
Ibrahim as juga mengatakan bahwa jika mala petaka terjadi kepadanya, semua itu bisa dipastikan bukanlah berasal dari patung-patung sesembahan kaumnya itu, melainkan karena Allah memang menghendaki. Karena tanpa izin dan kehendak-Nya, tidak akan mungkin sebuah perkara bisa terealisasi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang monotheis atau yang berkeyakinan terhadap Tuhan yang satu, sama sekali tidak akan takut terhadap kesendirian. Seandainya semua orang menjadi kafir, ia tidak akan pernah mau melepaskan keyakinannya.
2. Salah satu tanda keimanan seseorang adalah tidak takutnya ia kepada apapun atau siapapun selain Allah.
Ayat ke 81
Artinya:
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui? (6: 81)
Melalui ayat ini terlihat bahwa Nabi Ibrahim telah mengemukakan argumentasi yang sangat bersifat fitri. Ia berkata, "Kalian, wahai orang-orang musyrik, sama sekali tidak merasa takut akan murka Allah baik di dunia maupun di akherat dan kalian merasa sangat aman dengan kondisi kalian seperti ini. Anehnya, kalian berharap bahwa aku akan merasa takut dengan patung-patung sesembahan kalian. Padahal, patung-patung itu tidak lebih dari benda-benda yang kalian buat sendiri, dan kalian tidak memiliki argumentasi apapun, baik akal ataupun fitrah, yang bisa membenarkan perilaku syirik kalian itu".
Nabi Ibrahim as melanjutkan, "Logika justru mengharuskan aku untuk takut kepada Tuhanku, tidak kepada patung-patung itu, hingga Hari Kiamat kelak, kita semua akan lebih dekat pada keamanan. Yang kalian lakukan ini sangatlah ironis, karena kalian telah meninggalkan satu perkara yang betul-betul pasti sambil mencoba mengikuti hal-hal yang masih serba meragukan"
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemikiran dan keyakinan agama haruslah berlandaskan kepada logika dan argumen, bukannya berlandaskan kepada persangkaan, ilusi, mimpi, ataupun khayalan.
2. Dalam berdebat dengan para penentang agama, cara efektif yang seharusnya dipakai adalah metode tanya jawab, untuk kemudian kita ajukan solusinya. Ayat tadi memberikan contoh, ketika disebutkan bahwa Nabi Ibrahim bertanya, "Jika kalian memang mengetahui, katakanlah, siapa di antara kita, dua kelompok yang berbeda ini, yang berhak memperoleh keamanan di Hari Kiamat?"
Ayat ke 82
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (6: 82)
Pada akhir perdebatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, Ibrahim as mengajukan pertanyaan kepada kaumnya dan Quran memberikan jawabannya. Di Hari Kiamat hanyalah kaum Mukminin yang saleh, kuat iman, dan tidak melakukan kesyirikan, serta tidak berbuat kezaliman yang akan memperoleh keselamatan di Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menjaga iman lebih penting dari iman itu sendiri. Keteguhan dan keistiqamahan di jalan yang benar adalah faktor penting untuk memperkuat dan mempertahankan iman.
2. Keamanan yang sejati ada dalam lindungan iman yang sejati pula. Keamanan sejati itu adalah keamanan pada hari ketika tidak ada seorang pun yang mendapatkan keamanan.
Ayat ke 83
Artinya:
Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (6: 83)
Di bagian akhir perdebatan Nabi Ibrahim dan kaumnya, Allah berfirman bahwa "Inilah argumen yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk berdebat dengan kaumnya. Dalil atau argumen yang berdasarkan wahyu dan logika itu, dibawa oleh Rasul Tuhan kepada umatnya agar dipahami oleh mereka. Ibrahim telah Kami angkat sebagai nabi dan rasul, atas dasar hikmah. Umat manusia memerlukan petunjuk dan teladan dan orang terbaik di dalam masyarakatlah yang harus dipilih untuk urusan ini. Orang-orang yang tidak punya kebijaksanaan dan kemuliaan tidak akan mencapai derajat kenabian."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Peningkatan derajat dan kedudukan dalam sistem sosial haruslah berdasarkan ilmu dan hikmah, bukan karena kekuatan dan kekayaan.
2. Metode dakwah para nabi adalah berdasarkan pada penjelasan dan argumentasi, bukan pada taklid dan pemaksaan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 75-79
Ayat ke 75
Artinya:
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (6: 75)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim as bangkit menentang dan memberantas berbagai penyelewengan yang dilakukan umatnya dengan menggunakan akal dan argumen. Pada saat yang sama, Ibrahim as juga menyatakan berlepas diri dari segala bentuk patung serta yang mereka yang menyembahnya. Dalam ayat ini, Allah Swt menjelaskan bahwa berbagai tindakan tegas Ibrahim tadi telah membuat ia memperoleh anugerah berupa kemampuan melihat tanda-tanda Allah yang ada di langit ataupun yang ada di bumi. Diperlihatkannya tanda-tanda Allah itulah yang kemudian membuat Ibrahim bertambah yakin bahwa segala sesuatu adalah milik-Allah dan Dia-lah penguasa mutlak segala sesuatu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Siapa saja yang mengetahui kebenaran dan mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran itu, pasti akan memperoleh hidayah Allah Swt berupa diperlihatkannya tanda-tanda-Nya yang ada di langit dan di bumi.
2. Kita diperintahkan untuk tidak hanya membatasi pandangan kita terhadap hal-hal yang lahiriah di dunia. Kita tidak boleh melupakan hubungan antara Allah, manusia, dan alam semesta.
Ayat ke 76
Artinya:
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". (6: 76)
Pada zaman Nabi Ibrahim as hidup, masyarakat penyembah berhala juga sangat memperhatikan benda-benda langit. Mereka menganggap bahwa perputaran benda-benda itu sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Kepercayaan seperti ini hingga sekarang masih dengan mudah kita temukan dalam karya-karya sastra.
Dalam menghadapi pemikiran-pemikiran yang sesat seperti itu, Nabi Ibrahim mengambil langkahyang agak unik. Pertama-tama ia menempatkan diri seakan-akan seperti mereka yang sangat menggantungkan diri kepada bintang, rembulan, dan mentari. Ketika disaksikannya benda-benda langit itu senantiasa muncul dan tenggelam, Ibrahim lantas mengambil kesimpulan bahwa benda-benda itu tidak layak untuk disembah. Dengan kata lain, dalam benak Ibrahim yang tergambar adalah logika bahwa alih-alih mampu mengusai alam, benda-benda tadi malah tidak bisa melepaskan diri dari hukum alam. Karenanya, sangatlah aneh jika benda-benda itu sampai bisa menguasai nasib seseorang.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satau cara berdakwah adalah dengan menempatkan diri kita seolah-olah bersama mereka yang tersesat dan menjadi obyek dakwah kita itu. Setelah itu, kita tunjukkan kekeliruan mereka itu dengan menggunakan logika dan membangkitkan fitrah mereka.
2. Sesuatu yang disembah haruslah dicintai oleh penyembahnya. Karena aktivitas penyembahan sendiri berkaitan dengan hati dan perasaan, bukan dengan indera atau akal.
Ayat ke 77-78
Artinya:
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat". (6: 77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (6: 78)
Mengikuti ayat sebelumnya mengenai penyembahan bintang dan bantahan terhadapnya, ayat ini menunjuk kepada para penyembah bulan dan matahari. Di sana disebutkan bahwa Ibrahim dengan melihat bulan dan matahari, sebagaimana orang-orang lain, menunjukkan penghambaan kepadanya. Namun ketika dilihatnya matahari dan bulan tenggelam, Ibrahim memperingatkan kaumnya bahwa benda-benda langit itu bisa terbit dan tenggelam. Artinya benda-benda tersebut tidak layak untuk disembah.
Ibrahim menyatakan kepada kaumnya, "Tindakan kalian itu adalah sebuah penyelewengan dan jika aku mengikuti kalian, aku akan tersesat. Bagaimana mungkin kalian bisa menjadikan bulan dan bintang sebagai sekutu Tuhan dalam mengatur bumi sementara mereka itu tidak mampu mengatur dirinya sendiri."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pembangunan fitrah dan pengaktifan pemikiran merupkan metode dakwah para rasul Allah.
2. Menghadapi pemikiran dan perilaku yang menyimpang harus dilakukan langkah demi langkah. Misalnya, Nabi Ibrahim awalnya menolak bintang, kemudian bulan, dan terakhir matahari.
Ayat ke 79
Artinya:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (6: 79)
Di akhir perdebatan logis dan fitri dengan kaum penyembah berhala dan penyembah bintang, bulan, dan matahari, Nabi Ibrahim as berkata, "Tidak ada satupun dari benda-benda itu yang bisa menjadi Tuhanku. Tuhanku adalah yang menciptakan aku, pencipta benda-benda itu, dan pencipta langit dan bumi. Aku mengikuti jalan yang benar dan lurus. Tanpa ada sekutu dan penyelewengan, aku hadapkan diriku secara ikhlas kepada-Nya dan kepada-Nya-lah aku mengikatkan hatiku."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap kali kebenaran tampak kepada kita, dengan tegas dan jelas, kita harus mengumumkan kebenaran itu dan kita harus berlepas diri dari kebatilan.
2. Menjauhkan diri dari syirik artinya semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia hanyalah dipersembahkan kepada Tuhan dan segala bentuk keterikatan kepada benda atau orang lain akan menjauhkan diri dari tauhid dan akan masuk ke dalam batasan syirik.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 71-74
Ayat ke 71-72
Artinya:
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (6: 71)
Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya". Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan. (6: 72)
Sebelumnya telah dibahas tentang orang-orang Musyrik dan para penyembah patung yang selalu mengajak kaum Muslimin yang baru saja beriman untuk kembali kepada kaum dan agama nenek moyang. Mereka juga berusaha menarik Muslimin dari iman dengan cara senantiasa menjelek-jelekkan Nabi dan ajaran Islam.
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw agar menjawab dengan tegas dan terang-terangan kepada mereka bahkan mempertanyakan keberadaan mereka. Dalam ayat ini ditanyakan kepada mereka, apakah kalian menggantikan posisi Allah Swt dengan pergi menuju sesuatu atau orang lain yang mempunyai kekuasaan? Karena sesungguhnya berpegangan dengannya tidak akan mendatangkan keuntungan apapun bagi kita, bahkan tidak pula membahayakan kita.
Selain itu, orang-orang Muslim ini sebelumnya telah menghabiskan umurnya dengan menyembah patung, namun saat ini mereka telah melangkah lebih jauh dengan meninggalkan penyembahan terhadap sesuatu yang bersifat material. Karena itu kembalinya mereka pada penyembahan patung berarti kembalinya mereka pada kemunduran dan kejumudan, sedikitpun tidak ada perkembangan dan kesempurnaan yang dapat terlihat. Orang-orang Arab jahiliyah digambarkan sebagai orang tersesat yang berjalan di hamparan padang pasir luas, dan mengalami kebingungan. Setelah itu dengan perantaraan setan dan bangsa jin mereka semakin jauh tersesat.
Al-Quran al-Karim justru mengetengahkan perumpamaan dasar keyakinan mereka dan mengatakan, kemurtadan mereka dar tauhid kepada syirik berarti telah mengambil jalan yang gelap dan penuh bahaya. Di sanalah tempat persembunyian bangsa setan dan jin. Di akhir ayat ini mengatakan, hanya satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatan dan kebingungan, yaitu berserah diri dihadapan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Karena itu akhir pekerjaan manusia terhadap Allah Swt adalah mencari keridhaan-Nya merupakan suatu yang penting dalam kebahagiaan manusia.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Patung tidak memiliki nilai, tidak bermanfaat dan tidak dapat mendatangkan bencara. Lalu apa motivasi manusia yang menyembah patung?
2. Segala sesuatu tunduk dan berserah diri kepada Allah Swt. kita pun harus tunduk dan berserah diri dihadapan Allah, sehingga tidak terjadi pada kita kekacauan dan ketidakserasian.
Ayat ke 73
Artinya:
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (6: 73)
Dalam ayat-ayat sebelumnya al-Quran menekankan tunduk dan berserah diri dihadapan Allah Swt, serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Maka ayat ini sebagai dalil terhadap masalah ini dan mengatakan, apakah kalian masih tidak menerima bahwa penciptaan dan dimulainya kehidupan jagat raya ini di tangan Allah? Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia pula yang menciptakan Hari Kiamat. Dialah Pencipta jagat raya ini dan Maha Mengetahui tehadap segala sesuatu di Alam ini. Apabila demikian, maka seharusnyalah kalian taat kepada-Nya, sehingga kalian melangkah dalam perjalanan menuju kepada-Nya. Dia menciptakan jagat raya ini berdasarkan kebenaran, pembicaraan-Nya juga benar, lalu akan menghakimi seluruh makhluk di jagat raya ini dengan benar pula.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penciptaan alam semesta memiliki tujuan yang sangat bijaksana, sedang Allah Swt menciptakan segala makhluk yang ada alam ini berdasarkan kemaslahatan.
2. Hukum dan perintah Allah berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan, maka Kemahakuasaan Allah harus berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan.
Ayat ke 74
Artinya:
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (6: 74)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan berbagai keyakinan orang-orang Musyrik Mekah serta jawaban-jawaban Nabi Muhammad Saw kepada mereka, ayat ini berbicara kepada Nabi Saw dan mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa penyembahan patung merupakan cara penduduk Mekah. Pada zaman Nabi Ibrahim as juga terdapat sebagian masyarakat yang menyembah patung, meskipun Nabi Ibrahim pernah berkata kepada pengasuhnya yang secara zahir merupakan pemuka dan tokoh kaumnya, "Bagaimana kalian (tuan) bisa menjadikan patung yang tak bernyawa itu sebagai Tuhan, kemudian patung-patung tersebut kalian sembah? Perbuatan kalian ini justru merupakan penyelewengan dan sesat." Azar merupakan salah satu paman Nabi Ibrahim as bukan ayah beliau tetapi dikarenakan dia mengasuh Nabi Ibrahim maka dia dihukumi seperti ayah bagi beliau as. Hal itulah yang membuat al-Quran menggunakan kata "ab" yang berarti ayah untuk Azar.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang anak tidak harus mengikuti akidah ayahnya, tapi ia harus berperilaku yang benar agar dapat meyakinkan akidahnya yang benar. Bahkan kalau bisa anak harus membimbing mereka kepada jalan yang lurus.
2. Adat istiadat dan keyakinan yang batil harus ditolak, sekalipun telah diyakini secara turun-temurun. Karena tolok ukur kebenaran adalah logika akal sehat, bukan pengalaman atau dilakukan oleh mayoritas.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 66-70
Ayat ke 66-67
Artinya:
Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: "Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu". (6: 66)
Untuk setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui. (6: 67)
Sebelumnya telah telah dijelaskan bahwa Rasulullah telah memberi peringatan kepada orang-orang yang melanggar perintah Allah dan mengingatkan mereka atas azab dunia dan akhirat yang akan diberikan Allah kepada orang-orang yang ingkar.
Dalam ayat 66 Allah Swt mengatakan, wahai Rasulullah, kaum Quraisy tidak mendengar perkataanmu dan mereka mengingkari Hari Kiamat. Sesungguhnya Hari Kiamat benar-benar akan datang dan al-Quran selalu mengingatkan tentang hari itu. Katakanlah kepada mereka bahwa engkau adalah penyampai wahyu Ilahi, bukan utusan yang memaksa mereka untuk beriman. Katakanlah kepada mereka bahwa kalianlah yang harus mengambil keputusan untuk dirimu dan memutuskan apakah akan menerima perkataan ku atau menolaknya.
Sementara dalam ayat selanjutnya disebutkan, apapun yang disampaikan Allah maupun rasul-Nya mengenai turunnya hari azab akan menjadi kenyataan di waktu yang telah ditentukan dan kalian akan segera mendapatinya. Oleh karena itu, janganlah tergesa-gesa dan jangan kalian mengira bahwa ketika kalian mengingkari kebenaran Ilahi, azab akan segera diturunkan kepada kalian. Karena Allah selalu memberi kesempatan kepada hamba-Nya agar terbuka jalan bagi mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang yang memahami kebenaran perkataan Rasulullah namun mendustakannya harus siap menunggu azab Allah yang pedih.
2. Pendustaan dan pengingkaran para penentang Allah tidak akan mengurangi kebenaran al-Quran, betapapun banyaknya orang yang ingkar itu.
Ayat ke 68
Artinya:
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (6: 68)
Sekalipun ayat ini pada awalnya ditujukan kepada kaum Muslimin dan pengikut Rasulullah, namun yang diajak berbicara adalah Rasulullah demi menekankan pentingnya masalah ini. Allah Swt dalam ayat ini memberitahukan hukum ketika kita memasuki sebuah majlis atau pertemuan yang di dalamnya menghina dan merendahkan ayat-ayat al-Quran.
Allah memerintahkan kita untuk menukar pembicaraan dalam majlis tersebut. Bila kita tidak mampu, maka kita wajib meninggalkan majlis tersebut dan jangan membiarkan agama Allah dihina di hadapan kita. Jika kita lupa dan kita tetap duduk di dalam pertemuan itu, begitu kita teringat kembali kepada hukum Allah tadi, maka kita wajib keluar dari ruangan pertemuan itu. Jangan merasa tidak enak atau tidak sopan dalam melakukan hal ini, karena inilah perintah Allah.
Ayat ini secara jelas melarang kita duduk bersama orang-orang yang berbuat dosa dan keikut-sertaan kita dalam majlis mereka sama artinya dengan ikut berbuat dosa. Allah berfirman bahwa jika engkau ikut serta dalam majlis seperti itu karena tidak tahu atau tidak perhatian, begitu engkau menyadari bahwa majlis tersebut adalah majlis yang berdosa, usahakanlah untuk mengubah topik pembicaraan atau sebagai bentuk protes, keluarlah dari ruangan tersebut, walaupun peserta majlis itu sanak saudara mu sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus memperlihatkan kecintaan dan rasa memiliki yang besar atas agama yang suci dan jangan biarkan musuh mencaci dan menghina agama suci kita.
2. Memprotes majlis yang berisi dosa dan berjuang melawan para pendosa adalah salah satu cara untuk mencegah kemungkaran.
Ayat ke 69
Artinya:
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (6: 69)
Mengikuti ayat sebelumnya mengenai protes terhadap majlis yang berisi dosa, ayat ini menyampaikan kepada kita bahwa bila kita mengikuti majlis itu dengan tujuan untuk memperingatkan dan menunjuki mereka, kita tidak dianggap ikut serta dalam perbuatan dosa. Adalah wajar bila tidak semua orang mampu menghadiri sebuah majlis yang di dalamnya ada perbuatan dosa dengan tujuan memperbaiki majlis itu, karena bisa-bisa malah dia akan terseret dan terpengaruh untuk berbuat dosa. Oleh karena itu, hanya orang yang bertakwa dan sekaligus mempunyai daya tahan serta mampu mempengaruhi orang lain yang boleh mengikuti sebuah majlis dosa dengan tujuan untuk mencegah kemungkaran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus mencegah diri untuk berteman dengan orang yang gemar berbuat dosa dan harus menjauhkan diri dari mereka. Hal yang seperti ini disebut sebagai takwa dan merupakan perlindungan bagi manusia agar tidak terjebak dalam perbuatan dosa.
2. Sekelompok orang yang bertakwa harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan para pengingkar kebenaran dan menghadiri majlis mereka untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
Ayat ke 70
Artinya:
Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu. (6: 70)
Ayat ini sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya yang berisikan pembahasan tentang perintah untuk menjauhi orang-orang yang sesat dengan segala lingkungannya. Ayat ini memberi penegasan kepada Rasulullah Saw agar beliau memutuskan hubungan dengan mereka sambil menyatakan berlepas diri dari segala perbuatan mereka itu. Tentu saja, sebelumnya Rasulullah juga diperintahkan untuk menyampaikan petunjuk seperlunya dengan cara menyampaikan ucapan-ucapan yang benar di telinga mereka. Akan tetapi, jika mereka tetap membangkang dan tidak mau meninggalkan pekerjaan buruk mereka itu, maka Rasulullah diperintahkan untuk segera meninggalkan mereka.
Hal yang menarik di sini adalah bahwa bagi orang-orang yang religius, penyembahan terhadap dunia dan sikap rakus atas dunia adalah sebuah tindakan main-main. Sebaliknya bagi para pecinta dunia, justru agama dan segenap aturan yang ada di dalamnya itulah yang menjadi obyek permainan dan senda gurau. Kelompok inilah yang melakukan beberapa kesalahan ganda. Di satu sisi, mereka mempermainkan fitrah mereka dan dari sisi lain, mereka juga memperolok-olok ucapan Rasulullah Saw. Lebih parah lagi, mereka sama sekali tidak merasa takut akan akibat dari perbuatan mereka itu.
Sebagian ulama melihat bahwa maksud ayat ini adalah bahwa kaum Musyrikin itu telah menjadikan agama dan keyakinan mereka sebagai obyek permainan menggantikan berbagai obyek permainan lainnya yang biasanya mereka kerjakan. Mereka kemudian bangga dan sombong atas permainan mereka itu. Karenanya, mereka tidak pernah mau mendengarkan kata-kata kebenaran Rasulullah Saw. Yang jelas, kewajiban kaum Mukminin dalam menghadapi orang-orang yang memahami kebenaran tetapi mengingkari kebenaran itu adalah menjauhi mereka agar kesesatan mereka itu tidak berbekas dalam diri kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam masyarakat Islam, siapapun yang mempermainkan agamanya harus dijauhi dan diboikot, hingga ia tidak bisa menyebarkan perkataan sesat di tengah masyarakat.
2. Ketertambatan kepada dunia bisa membuat orang mempermainkan agamanya. Hal itu terkadang terlihat dalam bentuk pengingkaran dalam hal yang prinsip seperti hukum-hukum Allah, atau dalam bentuk pencarian pembenaran agar bisa lari dari hukum Allah tersebut.