Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini

Rate this item
(0 votes)
Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini

 

Pidato Duta Besar Republik Islam Iran di Universitas Gajah Mada

Berjudul “Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini”

 

 

          Pertama-tama saya harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada panitia penyelengara terhormat atas pelaksanaan seminar ini serta kepada pihak Universitas Gajah Mada yang menjadi tuan rumah siang hari ini.  Demikian juga saya harus berterima kasih kepada hadirin dan hadirat, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, khususnya para mahasiswa yang tercinta, yang menghadiri acara ini.

          Pada kesempatan singkat ini, pertama-tama saya harus menjelaskan secara singkat tentang nilai-nilai akidah dan latar belakang sejarah, pemikiran, dan pandangan politik Imam Khomeini. Setelah itu saya akan memberi penjelasan mengenai sosok politik Imam Khomeini sebagai seorang pengamat, pemimpin, dan pencetus kemenangan sistem pemerintahan  agamis. Selanjutnya saya akan melanjutkan pembahasan dengan menjelaskan dimensi-dimensi pemikiran dan pandangan politik Imam Khomeini.

          Akhirnya, saya akan menjawab pertanyaan hadirin dan hadirat tentang hal-hal tersebut dan lain sebagainya.

          Sebagian besar orientalis dan sosiolog Barat setuju bahwa Imam Khomeini adalah pembenah nilai-nilai dan pandangan Islam. Mereka mengakui bahwa apa yang disampaikan oleh kelompok Islamis, revisionis, reformis, dan para pembenah nilai-nilai Islam, sebagai impian pada abad ke-19 Masehi, sampai mulai bangkitnya Imam Khomeini, dilaksanakan secara konkret oleh Imam Khomeini, dan beliau adalah pencetus era kebangkitan Islam. Sebenarnya, Imam Khomeini untuk pertama kalinya setelah sejarah Islam membuat suatu pemerintahan agamis yang didasarkan pada hukum-hukum syariah dan dukungan rakyat. Beliau membuktikan bahwa agama mampu mengatur semua aspek kehidupan masyarakat.

          Dengan memperhatikan tema seminar ini, yaitu Islam, Iran, dan Barat untuk memahami hal-hal dalam pandangan politik dan nilai-nilai Republik Islam Iran, haruslah dilakukan perbandingan dan pertimbangan terhadap sistem yang berlaku di Barat dan apa yang diserukan oleh Islam. Pertama-tama saya harus menyampaikan bahwa pemahaman sikap politik Republik Islam Iran tanpa pemahaman pandangan politik dan itikad Imam Khomeini yang merupakan peletak dasar Republik Islam Iran, mustahil bisa dilakukan. Di sisi lain, untuk memahami dengan lebih baik tentang itikad-itikad, khususnya pandangan politik Imam Khomeini, membandingkannya dengan  pandangan-pandangan politik yang berlaku di Barat, adalah hal yang tak bisa dihindari.

          Dalam arti kata, pandangan yang dihasilkan oleh alasan-alasan rasional manusia hanya terbatas di lingkungan ideologi manusia dan bersifat menyeluruh untuk semua pandangan dan pemikiran manusia. Dengan kata lain, pemahaman setiap pandangan yang benar bergantung pada pemahaman dasar pemikiran dan ideologi. Hal lain adalah memperhatikan sikap politik pandangan-pandangan ini, maksudnya adalah makna politik yang sama pada setiap pandangan. Seperti Anda ketahui, politik memiliki bermacam warna, tetapi makna yang paling lengkap yang diterima oleh semua pandangan menyatakan bahwa politik sebagai ilmu pengaturan masyarakat dan pemerintah atau ilmu tentang kekuasaan. Dengan demikian, yang saya maksud dengan pandangan-pandangan Imam Khomeini, politikus dan filosof besar abad lalu adalah bagian yang mebicarakan mengenai cara mengatur masyarakat dan pemerintah. Di sini saya perlu memberikan satu penjelasan lagi, yaitu mengenai masyarakat atau pemerintah. Penjelasan yang sederhana dan lengkap mengenai masyarakat adalah kumpulan individu-individu, dan pemerintah adalah unit pengatur masyarakat tersebut. Dengan demikian, selama masyarakat tidak ada, maka pemerintahan tidak dibutuhkan.

 

          Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apa tujuan kehidupan duniawi dan pembentukan masyarakat. Tanpa menyinggung pandangan-pandangan yang berbeda-beda, salah satu penjelasan yang sederhana, sempurna dan menyeluruh menyatakan bahwa tujuan manusia pada kehidupan pribadinya dan juga tujuan pemerintahan yang mengatur masyarakat adalah pencapaian kesempurnaan dan kesuksesan karena manusia adalah makhluk samawi dan duniawi. Manusia selain memeliki kebutuhan duniawi, punya kebutuhan spritual juga, dengan demikian ia tidak hanya mencari kesenangan duniawi pada setiap aktivitasnya, tetapi juga selalu mengikutsertakan tujuan spiritualis. Maka dalam mengatur masyarakat, pemerintah harus selalu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan spiritual manusia dan masyarakatnya dalam  hal-hal seperti kebebasan, keadilan, persamaan, keagungan,   kejayaan bangsa, dan lain-lain.

 

          Mendiang Imam Khomeini dalam pandangan-pandangan islaminya yang unik percaya bahwa satu-satunya cara mencapai kesempurnaan adalah mengikuti jalan para Nabi. Dia percaya bahwa tidak ada satu pun yang tahu lebih baik kecuali Sang Pencipta mengenai karakteristik dan seluk-beluk ciptaan-Nya. Dan karena menurut dia Tuhan sebagai Pencipta makhluk yang kompleks dan multidimensi merupakan sumber yang paling baik bagi filsafat penciptaan, dan bagaimana pencapaian kesempurnaan, dia percaya bahwa untuk pemahaman yang benar mengenai kebutuhan-kebutuhan manusia dan penentuan jalan keluar yang langgeng bagi masyarakat, harus menjadikan hukum-hukum ilahiyah sebagai patokan. Menurutnya, pandangan-pandangan yang profan dan duniawi  hanya meliputi kebutuhan-kebutuhan sementara, yang biasanya bersifat duniawi, kesenangan dan kepentingan sementara, sedangkan untuk mencapai kesempurnaan dan kesuksesan yang sesungguhnya harus memiliki pandangan yang lebih luas dari biasanya, dan mata kita harus  melihat jauh ke depan. Di sinilah perbedaan pendapat antara pandangan samawi dan duniawi terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia.

 

          Dalam pandangan Barat, kebutuhan-kebutuhan manusia selalu dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan duniawi. Kebutuhan spritual seperti kebebasan, dan lain-lain, hanya untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan duniawi. Selama abad ke-20, pemerintahan-pemerintahan (liberalisme dan kapitalisme) yang lebih memprioritaskan kebutuhan dan kesenangan duniawi menghadapi beberapa perlawanan yang, di dunia materialisme, membentuk revolusi dan perlawanan masyarakat, antara lain, Marxisme dan Leninisme, dan membagi dunia materialisme ke dua bagian, yaitu Barat dan Timur. Pada bentuk terakhir pemerintahan, mereka harus mengumpulkan orang-orang yang dizalimi dan yang tidak mendapatkan kebutuhan-kebutuhan duniawi untuk mendirikan suatu pemerintahan baru, yang kali ini harus bersikeras menjawab kebutuhan-kebutuhan duniawi mereka dan pemerintah mengontrol semua fasilitas supaya tidak semua digunakan oleh kelompok tertentu.

 

          Sepanjang seratus tahun terakhir dunia dan juga Iran mengalami banyak perkembangan yang berarti. Pemahaman yang benar mengenai perkembangan-perkembangan ini sangat penting untuk memahami pandangan Imam Khomeini.

 

          Selama seratus tahun terakhir ini, dunia menyaksikan dua perang besar dan menghancurkan. Jumlah kematian pada perang selama seratus tahun belakangan ini, karena pembuatan senjata pemusnah yang baru, tercatat lebih dari jumlah kematian manusia sepanjang sejarah. Pada saat yang sama Iran mengalami banyak perubahan, mulai dari pemboikotan tembakau dan revolusi gerakan konstitusi, sampai ikut campurnya negara-negara adidaya dan pendudukan atas Iran, penindasan rezim Pahlevi, gerakan nasionalisasi minyak Iran, khususnya menangnya revolusi Islam Iran dan perkembangan selanjutnya.

 

          Pemikiran dan pandangan politik Imam Khomeini terbentuk di zaman penuh perkembangan di dunia dan Iran, dan dipengaruhi pemikiran tokoh-tokoh besar seperti Mirza Syirazi, Sayyid Jamaluddin Asadabadi, Syeikh Fadlullah Nuri, Moddares, dan lain-lain.

 

Dasar-dasar pandangan politik Imam Khomeini

         

          Nilai terpenting dari akidah dan pandangan politik Imam Khomeini adalah firman Ilahi, wahyu, atau dengan kata lain Al-Qur’an. Tidak ada kata selain  “Tuhan Maha Pemberi dan Maha Tinggi” yang sering diulangi dan dijadikan saksi oleh Imam Khomeini. Sebenarnya, pengulangan kata “Tuhan” oleh beliau bertujuan untuk memperingatkan suatu kenyataan yang selalu diabaikan oleh manusia dalam pandangan-pandangannya. dan dia juga bermaksud untuk memperingati sumber pemahaman, pengertian, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dia mempercayai bahwa pembenahan pemahaman ini adalah kunci kesempurnaan manusia dan sesungguhnya beliau telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk pembenahan kata :

"کلمه الله هی العیا"

          Tidak ada satu kata pun atau sumber apa pun dalam pandangan Imam Khomeini yang berharga selain kata Ilahi. Semua pandangan dan pemikirannya didasarkan pada kata ini. Dia mempercayai bahwa jika ada gerakan politik yang dilakukan oleh para pemimpin besar Islam, gerakan itu pasti permuasa pada pemahaman yang benar terhadap kata Tuhan dan Wahyu. Sebagian besar dari ayat Alquran adalah inspirasi-inspirasi prilaku politik dan berbagai pergerakan. Ayat-ayat tentang persatuan umat, perlawanan terhadap kaum kafir dan kebencian terhadapnya, pembatahan penguasaan kaum kafir, pembalasan yang sesuai, pembantahan, penyiksaan dan penzaliman, perlindungan terhadap kaum tertindas, perlawanan terhadap kaum penindas, perlawanan permanen di antara hak dan batil, imamah dan kepemimpinan, khalifah, jihad, syahadah, dan lain-lain, yang diturunkan tidak hanya menentukan hubungan antara Tuhan dan manusia. Sayangnya, penjelasan yang salah terhadap agama membatasi ayat-ayat ini hanya sebagai penghubung antara manusia dan Tuhan. Tentu saja, mungkin pada agama selain Islam, pernyataan tadi berlaku, tetapi pada agama Islam, karena sebagian penting dari ajaran-ajaran Islam adalah untuk menentukan bagaimana kehidupan masyarakat dan jenis pemerintahan. Saya akan menyampaikan sebagian dari ayat-ayat ini yang membentuk pikiran dan pandangan politik Imam Khomeini:

 

  1. Prinsip perlawanan terhadap kezaliman
    • Alquran selalu menekankan perlawanan terhadap kezaliman di masyarakat dan berbagai kegiatan sosial dan menyampaikan bahwa perlawanan terhadap kezaliman adalah tugas dan tanggung jawab semua masyarakat. Alquran, selain menentang kezaliman, juga menyalahkan penerimaan terhadap kezaliman. Jadi penerimaan terhadap kezaliman sama buruknya dengan kezaliman di mata Alquran. Terdapat hukuman yang berat untuk itu:

"لا تظلمون و لا تظلمون" ( بقره 279 )

yang berarti “Jangan menzalimi dan jangan menerima kezaliman”.

  • Dari aspek kepengaruhan, kezaliman adalah lebih buruk dari kekafIran. Oleh karena itu, hadis-hadis selalu menekankan pentingnya stabilitas sistem politik dan pertahanan yang didasarkan atas ketidak-zaliman yang selalu menyatakan:

"الملک یبقی مع الکفر و لا یبقی مع الظلم"

Yang berarti,"Pemerintahan dan kekaisaran bisa bertahan dengan kekafiran, tetapi dengan kezaliman hal itu tidak akan bertahan lama dan pasti runtuh". Salah satu akar kepercayaan pemikiran Imam Khomeini adalah perlawanan terhadap kezaliman dan penyiksaan di dalam masyarakat dan seluruh dunia.

  1. Prinsip khalifah Ilahi
    • Menurut Alquran, manusia adalah khalifah Tuhan di bumi. Dia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemerintahan Tuhan, dan dialah waris terakhir bumi serta pemerintahannya. Manusia harus mencapai nilai-nilai tertentu untuk melasaksanakan tanggung jawab tersebut, serta harus menggunakan semua kekuatan duniawi dan spiritual yang diberikan Tuhan kepadanya.
    • Tuhan dalam ayat-ayat Alquran menyampaikan keinginan-Nya, yaitu memberi kepada manusia di muka bumi:

"واذ قال ربک للملائکه انی جاعل فی الارض خلیفه.." ( بقره 30 )

yang berarti, “Dan ketika Tuhan berfirman pada malaikat Aku menempatkan manusia sebagai khalifah dan wakil-Ku di muka bumi”

Dengan begitu, menurut pandangan Islami, seorang muslim hanya mematuhi suatu pemerintahan jika pemerintahan itu memenuhi syarat-syarat dan nilai-nilai tertentu;  jika pemerintahan itu tidak layak, maka hukum Islam menyatakan kaum muslimin harus bangkit untuk mendirikan pemerintahan yang layak untuk melaksanakan pemerintahan Ilahi di muka bumi.

  1. Menutupi jalan dominasi

"لن یجعل الله للکافرین علی المومنین سبیلأ" ( نساء 141 )

yang artinya, “Tuhan tidak akan membuka jalan bagi kaum kafir untuk berkuasa atas kaum yang beriman”.

Karena keinginan Tuhan, kamum muslimin tidak akan berada di bawah kekuasaan kaum kafir. Kelakuan, perjanjian, dan pertangung-jawaban apa pun yang menyebabkan kekuasan kafirin atas muslimin adalah haram, batil, dan tidak bernilai konkret. Perlawanan muslimin terhadap pemerintahan otoriter internal dan kekuasaan eksternal di sepanjang sejarah bisa dimengerti dan bisa ditafsirkan dengan hal tersebut di atas.

Prinsip Alquran ini sangat besar berpengaruhnya pada sejarah politik kaum muslimin, khususnya pada sejarah kontemporer, dan prinsip inilah yang menjamin kemerdekaan politik kaum muslimin. Perlawanan Mirza Shirazi terhadap pemberian hak istimewa dalam kasus tembakau dan pengambilan sikap Imam Khomeini terhadap kapitolasion didasarkan pada prinsip ini juga, dan kedua pemimpin ini juga menggunakan prinsip ini dalam perlawanan mereka.

  1. Mendirikan dan menyebarluaskan keadilan dan persamaan

Tercantum pada ayat Alquran bahwa tujuan utama para Nabi adalah mengajarkan manusia tentang kebenaran dan kebaikan, tetapi syarat utama tujuan itu adalah melakukan persamaan dan melaksanakan keadilan. Sesuai firman Allah dalam Alquran:

"لقد ارسلنا بالبینات و انزلنا معهم الکتاب و المیزان لیقوم الناس بالقسط"

yang artinya, "Kami mengutus para nabi dengan mukzizat dan alasan, dan menurunkan kepada manusia kitab dan cara melaksanakan keadilan, supaya masyarakat melaksanakan keadilan dna meyebarluaskan persamaan".

Dengna demikian, salah satu tanggung jawab para muslimin adalah berupaya untuk melaksanakan dan menyebarluaskan persamaan dan keadilan, dan seorang muslim akan selalu melawan ketidakadilan, dan hal ini adalah salah satu prinsip penting pada perlawanan dan pergerakan Islami sepanjang sejarah.

Gerakan dan bangkitnya Imam Khomeini atas rezim otoriter didasarkan pada penegakkan Alquran dan pentingnya melaksanakan persamaan dan keadilan.

  1. Membangun persatuan umat dan pemerintah kesatuan internasional

Alquran tidak hanya menganggap para kaum muslimin. Tetapi juga semua manusia sebagai kesatuan umat, dan mengajak semua untuk bersatu dan walaupun manusia berbeda-beda, Alquran menganggap manusia sebagai satu kesatuan dan megajak mereka ke suatu badan yang menyeluruh,

"و ما کان الناس الا امه واحده فاختلفوا" ( یونس 19 )

yang berarti, "Semua manusia adalah umat yang satu lalu perpecahan timbul diantara mereka".

Maka berdasarkan itu, muslimin bertanggung jawab untuk menyiapkan landasan untuk terciptanya persatuan umat dan juga menyiapkan landasan bagi berdirinya pemerintahan persatuan internasional, dan mereka harus meruntuhkan pemerintahan kaum yang zalim dan melawan mereka yang menghalangi upaya ini. Imam Khomeini dengan mengambil aspirasi prinsip ini melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Pahlawi. Dia menginginkan pemerintahan yang bisa membawa umat Islam ke arah persatuan.

  1. Perlawanan permanen antara hak dan batil

Perlawanan permanen ini senantiasa berlangsung antara hak dan batil sepanjang sejarah manusia dan perlawanan tiada henti para Nabi Allah dengan para kaum zalimin zaman mereka adalah atas dasar prinsip ini. Allah berfirman didalam Alquran,

"و یمح الله الباطل و یحق الحق بکلماته" ( شوری 24 )

yang berarti, "Allah akan menghancurkan kebatilan dan mendirikan serta melaksanakan kebenaran".

Prinsip ini adalah petunjuk bagi kaum muslim supaya di manapun dan kapan pun selalu membela hak dan kebenaran serta menolak kebatilan dan pemerintahan yang batil.

  1. Prinsip kekuasaan Ilahi

Berdasarkan ayat Alquran,

"ان الحکم الا لله" ( یوسف 40 )

yang berarti, "Kekuasaan di masyarakat adalah hak Allah,"

dan kekuasaan Ilahi ini mengambil aspirasi dari petunjuk-petunjuk dan hidayah ruhani. Hanya para Nabi Allah dan para Imam berhak atas pemerintahan dan kepemimpinan terhadap rakyat, dan jika mereka tidak berada dalam masyarakat, maka kewajiban ini adalah tanggung jawab ulama yang memenuhi persyaratan.

  1. Prinsip jihad dan berjuang demi Allah

Jihad adalah salah satu prinsip terpenting dalam Alquran, yang para kaum muslimin mengambil aspirasi dari aspek ini dalam melawan kezaliman dan penindasan sepanjang sejarah. Allah dalam Alquran memnberi izin kepada kaum muslimin, bahwa ketika mereka dizalimi atau ditindas agar mereka bangkit dan berjihad,

"اذن للذین یقاتلون بانهم ظلموا" ( حج 39 )

yang artinya, “Yang dizalimi diijinkan untuk melawan dan berjihad”.

Hidup para Nabi dipenuhi dengan jihad di jalan Allah dan revolusi Islam Iran di bawah kepemimpinan Imam Khomeini sebenarnya adalah melawan dan berjihad terhadap pemerintahan zalim Pahlevi.

  1. Membela kaum mustad’afin dan melawan Mustakbarin

Salah satu unsur yang ditekankan dalam Alquran adalah membela mustad’afin dan menentang mustakbirin.

"وما لکم ان لا تقاتلون فی سبیل الله و المستضعفین من الرجال و انساء و الولدان الذین یقولون ربنا اخرجنا من هذه القریه الظالم اهلها و اجعل لنا من لدنک ولیا و اجعل لنا من لدنک نصیرا" ( نساء 75 )

 

yang berarti, "Mengapa tidak berjihad di jalan Allah, sedangkan sebagian mustad’afin dari laki-laki, perempuan dan anak-anak selalu berkata, Ya Allah, tolong bawa kami keluar dari kota yang penduduknya zalim dan mengirimkan pelindung dari sisi-Mu Ya Allah".

Berdasarkan ayat Alquran semua muslimin berkewajiban untuk melindungi dan membela kaum mustad’afin di dunia, dan juga membantu mereka melawan mustakbirin.  Gerakan Imam Khomeini juga dibentuk dengan tujuan membela mustad’afin dan melawan mustakbirin.

  1. Prinsip Pengawasan Menyeluruh (Amar Ma’ruf Nahi Munkar)

Salah satu ciri terpenting muslimin, yang membedakan bangsanya dari bangsa lain, adalah prinsip pengawasan menyeluruh. Peran setiap muslimin dalam penentuan masa depan bangsanya, dan juga pengaruh prilaku orang lain untuk masa depannya serta kewajiban dia atas penerimaan terhadap tanggung jawab sosial mengharuskan ia untuk mengawasi semua yang ada di sekitarnya. Alquran, di samping menyatakan muslimin sebagai umat terbaik, memberikan alasan  bahwa anda melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dan beriman kepada Allah,

"کنتم خیر امه اخرجت للناس تامرون بالمعروف و تنهون عن المنکر و تومنون بالله" ( آل عمران 110 )

yang berarti, "Andalah umat terbaik karena melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dan beriman kepada Allah".

Berdasarkan prinsip ini, kaum muslimin berkewajiban untuk mencegah penyimpangan dan kejahatan di masyarakat, serta berjihad dan melawan jika diperlukan. Prinsip ini adalah salah satu dasar pemikiran terpenting pada revolusi Islam Iran, pertahanan pemerintahan Islam, dan pemisahan masyarakat Islam dari kemaksiatan, pada pelaksanaan prinsip ini.

  1. Prinsip Imamah,Wilayat( perwalian ) dan Marjaiet

Ciri-ciri paling khas tasayuk adalah itikad dan percaya mereka kepada prinsip Imamah. Pada kebudayaan politik Islam, imamah disebut sebagai politik dan kepemimpinan yang didasarkan atas idiologi Ilahi dan bergantung pada wahyu, serta melingkupi nilai-nilai Islam, semua hubungan antarmanusia, dan antarlembaga, hubungan sosial, pilihan-pilihan dan akidah, kebudayaan, perspektif, sunah dan semua nilai-nilai diarahkan kepada peningkatan dan kejayaan rakyat. Dengan demikian, kepemimpinan pada sistem Imamiah memiliki nilai itikad dan revolusioner serta tidak sesuai dengan sikap pasrah. .

 Berkaitan dengan Wilayatul Faqih dan Marja’i. Karena saat ini kami sedang barada dalam zaman kegaiban Imam, dan kita tidak bisa mencapai para Imam Maksum, maka masyarakat pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda harus mendapatkan hukum Islam dari para Marja yang mengenali kondisi zaman dan tempat dan juga sumber-sumber syariat Islam. Menurut cara pandang Islam, kepemimpinan masyarakat pada zaman kegaiban adalah kewajiban fiqih yang memenuhi syarat, serta seluruh faqih harus mengikuti hukum/ajaran para Imam Maksum dan Allah SWT. Hal lain yang melindungi kaum syi’ah dalam sejarah kontemporer terhadap rencana-rencana para penindas pada saat menangnya gerakan revolusi Islam dan pada saat rakyat Iran menggunakan berkah dari revolusi ini adalah Marja’iah Taklid, khususnya wilayatul faqih. Dengan memperhatikan pentingnya kedudukan kepemimpinan pada pandangan Islami dan peran marjai’ah dan kepemimpinan faqih pada zaman kegaiban tentu saja salah satu tiang revolusi Islam sebelum dan setelah kemenangannya adalah kepemimpinan. Sosok Imam Khomeini sebagai seorang marja taklid serta popularitasnya di antara rakyat dan pandangan-pandangan uniknya terhadap Islam memiliki peran yang kuat dalam kemenangan revolusi Islam.

 

Karya dan buku politik Imam Khomeini

   Sumber lain untuk memahami pandangan politik Imam Khomeini adalah karya politik, sosial, dan ekonomi beliau. Imam menulis berbagai buku dan kitab risalah yang menyangkut pemikiran dan pandangan beliau tentang bagaimana cara mengatur masyarakat dan pemerintahan. Berikut adalah beberapa karya Imam Khomeini:

  1. Buku Iktishaf Al Asrar (Pengungkapan rahasia). Imam Khomeini pada buku ini setelah menolak semua pemerintahan sekuler, membuktikan bahwa pemerintah Islami merupakan satu-satunya pemerintahan yang sesuai dan satu-satunya yang mampu membawa manusia pada kesempurnaan. Belia berkata:”Allah Yang Maha Adil tidak akan menerima pemerintahan yang zalim. Satu-satunya pemerintahan yang diterima oleh Allah adalah pemerintahan Allah, yakni pemerintahan yang menjalankan syariat Allah; … pemerintahan seperti itu tanpa pengawasan para fuqaha adalah mustahil.
  2. Buku Wilayatul Faqih (Pemerintahan Islam). Imam Khomeini dalam buku ini, setelah menyatakan pentingnya berdirinya pemerintahan Islam yang didasarkan atas kekuasaan wilayatul faqih, beliau memberikan argumentasi atas pentingnya terbentuknya pemerintahan Islam.
  3. Tahrir Al Wasilah adalah buku lengkap tentang fikih.
  4. Kitab Al-Bai.
  5. Wasiat

 

 

 

Dasar Historis Pandangan Politik Imam Khomeini

 

  1. Pandangan politik dan pembenahan Seyed Jamal Al Din Asad Abadi

          Serangan besar para penindas Barat ke dunia Islam dari segala arah pada abad 19 & 20 Masehi melalui dimensi pemikiran, kebudayaan, sosial dan nilai-nilai spiritual, dan juga melalui dimensi politik, militer dan ekonomi, dengan memperhatikan dasar-dasar ketidakmampuan dna ketertinggalan pemikiran, kebudayaan, politik dan ekonomi muslimin menyebabkan munculnya ide pembenahan pemikiran agama dan perlawanan terhadap pengaruh Barat pada masyarakat Islam.

Pelopor dan pencetus gerakan ini pada abad akhir-akhir ini adalah seyed Jamal Al Din Asad Abadi.

Seyed Jamal Al Din Asad Abadi (lahir 1828) adalah pelopor dan pencetus gerakan pembaruan agama pada abad-abad terakhir ini di kalangan kaum muslimin. Pandangan pembaruan beliau sangat berpengaruh terhadap cendekiawan yang muncul setelah beliau.

Pandangan politik dan pembaruan seyed Jamal terdiri dari dua hal yaitu: Permasalahan & Solusi.

Seyed Jamal mempercayai bahwa alasan kesesatan kaum muslimin dan masalah-masalah yang muncul di masyarakat Islam adalah sebagai berikut: meninggalkan nilai-nilai akhlak, menjauhi Islam yang sebenarnya, berkembangnya ajaran yang tidak benar dan tersebut dalam akidah Islam, penindasan internal, penjajahan eksternal (penjajahan di samping membantu penindasan internal adalah penyebab terbesar terjadinya perpecahan dan permusuhan antar umat Islam), ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, westernis, rasialis, perpecahan antara kaum muslimin dan mazhab Islam serta perpecahan antara para ulama dan pemimpin.

Seyed Jamal mempercayai cara mengatasi masalah-masalah umat Islam adalah sebagai berikut:

Mencapai nilai-nilai akhlak, memperkokoh dan mengikuti ajaran-ajaran tarbiah dan kebudayaan masyarakat Islam, perlawanan terhadap penindasan internal dan kejahatan penguasa, mempersiapkan diri dengan menggali ilmu pengetahuan dan teknologi baru, kembali kepada Islam yang terdahulu dan menjauhi kemaksiatan, melawan kezaliman eksternal antara lain: kezaliman politik maupun dan ekonomi, kebudayaan dan pada akhirnya persatuan umat Islam terhadap Barat.

  1. Gerakan Tembakau

          Gerakan tembakau (di bawah kepemimpinan Marja Besar Ayatollah Al-Uzma Mirza Hassan Shirazi) adalah pengalaman pertamanya pada upaya perlawanan Islami, melawan penjajah yang terjadi pada puncak penindasan internal kerajaan Qajar terjadi. Gerakan ini adalah pukulan yang berarti bagi pemerintah otoriter dan juga penjajah pada waktu itu. Gerakan ini bertujuan  menghilangkan akses dunia Barat yang menyebabkan turut campurnya mereka dalam urusan internal negara Islam Iran. Gerakan Islam tembakau bisa dinamakan sebagai gerakan pertama bangkitnya bangsa Iran untuk mendapatkan hak-hak mereka dari negara-negara asing dan penindasan kerajaan Iran. Gerakan ini menjadi awal gerakan konstitusi, yang menyebabkan perkembagan berarti bagi politik dan sosial dalam sejarah Iran.  

  1. Gerakan revolusi konstitusi (penegakan UU dengan syarat yaitu sesuai dengan syariah Islam)

Gerakan revolusi konstitusi adalah salah satu titik terpenting pada sejarah Iran yang memiliki kedudukan istimewa dalam sejarah perlawanan masyarakat Iran terhadap kezaliman.  Gerakan konstitusi adalah kebangkitan dan gerakan positif pertama bangsa Iran yang bertujuan untuk mengurangi kekuatan otoriter kerajaan. Gerakan ini sangat berpengaruh terhadap revolusi Islam Iran dan pandangan politik Imam Khomeini. Salah satu hal yang penting dalam gerakan ini adalah peran nyata kaum ulama. Marja taklid terbesar di Najaf, Qom dan Teheran berada di garis paling depan pergerakan ini dan memberikan nuansa dan warna keislaman dalam gerakan ini. Di sini kami akan menjelaskan peran penting dua ulama besar gerakan konstitusi yaitu, Mirzaye Naini dan Syeikh Fazlullah Nuri.

 

Mirzaye Naini

Naini adalah salah satu tokoh antikezaliman dan penindasan pada abad ke-20. Di Irak, dia mengenal pandangan politik Mirza Shiraza dan Seyed Jamal Al Din Asad Abadi. Naini sangat menguasai politik zaman itu, dan dia familiar dengan tantangan-tantangan pemerintahan-pemerintahan adidaya dan keinginan mereka dalam membuka hubungan negara ini dengan negara-negara lain.

Berdasarkan teori, naskah politik yang paling bermakna dan berarti pada upaya dukungan Gerakan Konstitusi dituliskan oleh Mirzaye Naini. Buku “Tanbih Ummah wa Taziah Millah” adalah hasil karya Naini dengan maksud untuk membenarkan harapan-harapan Gerakan Konstitusi. Dalam buku ini Naini berupaya  membuktikan nilai-nilai Gerakan Konstitusi antara lain adalah: kebebasan, persamaan, parlemen dan pembagian kekuasaan. Dia dalam bukunya memberi warna keagamaan pada harapan Gerakan Konstitusi dan menekankan bahwa harapan-harapan tersebut tercantum dalam syariat Islam. Naini percaya bahwa penindasan adalah akibat dari ketidaktahuan rakyat terhadap hak-hak mereka serta ketidakwaspadaan terhadap kinerja pemegang kekuasaan.

Naini percaya bahwa jalan terbaik untuk mencapai pemerintahan yang adil dan yang melindungi kepentingan bangsanya adalah munculnya seorang pemegang kekuasaan pemerintahan yang memiliki nilai-nilai jiwa yang tingi supaya hanya Allah yang bisa berkuasa atas dirinya. Sampai saat pemerintahan yang adil ini tidak terbentuk maka upaya untuk mencapai pemerintahan yang dikuasai oleh oran-orang adil harus terus dilakukan, karena kedua sifat keadilan kejiwaan dan pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang yang adil tidak terlalu umum dan pada biasanya ada diluar kemampuan orang-orang, maka dari itu dalam pembentukan setiap pemerintahan harus memperhatikan dua aspek, yaitu penentuan undang-undang serta pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang tersebut.

Sheikh Fazlullah Nuri

Almarhum Nuri adalah salah satu ulama besar Teheran dan merupakan salah satu pemimpin gerakan Revolusi Konstitusi. Pada awal pergerakan ini, beliau bangkit untuk memberikan dukungannya, tetapi setelah dia mengetahui mengenai nilai-nilai pemikiran Barat, gerakan Gerakan RK dan juga sebagian anggota gerakan ini yang bergantung pada dukungan negara-negara asing, beliau meminta penyesuaian undang-undang Gerakan RK dengan hukum Islam. Di samping beliau menekan terbentuknya parlemen nasional kebangsaan, beliau juga menginginkan parlemen yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dan agar tidak mengesahkan undang-undang yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Di sini saya harus menyebut nama Syahid Modaresh, yang merupakan salah satu tokoh agama dan politik Iran yang menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan penjajah serta mempertahanankan nilai-nilai Islam.

Moddares percaya bahwa hubungan antara agama dan politik adalah hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Atas dasar itu beliau berkata “agama kami sama dengan politik kami, politik kami sama dengan agama kami dan dasar-dasar politik kami bersumper pada agama kami”.

  1. Gerakan Nasionalisasi Minyak dan Kudeta 29 Mordad

     Minyak adalah salah satu sebab terjadinya konflik pada abad ke-20 ini. Pada saat Iran sedang diduduki oleh beberapa negara berkoalisi, perusahaan-perusahaan AS dan Inggris dengan tujuan mendapatkan izin eksplorasi sumur-sumur minyak di bagian selatan Iran, mulai bernegosiasi dengan pemerintah Iran, dan ketika upaya mereka terbongkar, Uni Soviet dengan menduduki wilayah utara Iran menekan Iran untuk mendapatkan izin eksplorasi minyak utara Iran. Dalam situasi seperti ini, gerakan nasionalisasi minyak Iran, dengan kerjasama para ulama dengan politikus mencapai kemenangan dan dapat memutuskan tangan negara-negara adidaya dari sumber-sumber minyak negara.

*****

     Secara keseluruhan kejadian-kejadian tertentu pada sejarah berpengaruh atas sejarah kontemporer Iran mempegaruhi pandangan politik Imam Khomeini, sebagai contoh: Imam sangat perhatian terhadap gerakan Gerakan Konstitusi, sebenarnya Imam mendapatkan banyak pelajaran dari kegagalan gerakan tersebut. Selain itu, beliau sangat memperhatikan gerakan nasionalisasi minyak Iran, pendudukan atas Iran pada perang dunia I & II serta tokoh-tokoh sejarah seperti Syahid Ayatollah Moddares, dan sudah sewajarnya semua kejadian-kejadian ini berperan dalam pembentukan dan menciptakan dasar pada pemikiran dan pandangan politik beliau.

Pandangan politik Imam Khomeini:

Imam Khomeini menyatakan bahwa pembentukan pemerintah Islam adalah lazim dengan alasa-alasan sebagai berikut:

  1. Kelaziman lembaga-lembaga pelaksanaan

Kumpulan peraturan tidaklah cukup bagi bembenahan masyarakat, supaya peraturan menjadi penyebab pembenahan dan kesempurnaan manusia dibutuhkan lembaga-lembaga pelaksana. Oleh karena itu, Allah SAW selain menurunkan sejumlah peraturan yaitu hukum syariat menempatkan juga satu pemerintahan dan lembaga pelaksana dan pengawas. Nabi Muhammad saaw pada saat itu ada di puncak lembaga-lembaga pelaksana dan pengurus kaum muslimi, selain mendapatkan wahyu dan menyampaikan tafsir akidah, hukum-hukum syariat dan sistem Islam, dia juga melaksanakan peraturan dan sistem Islam sampai pemerintahan Islam terwujud. Karena itu, Islam menetapkan peraturan, dan juga menempatkan lembaga pelaksana. Pemimpin Muslimin kepada lembaga eksakutif tersebut.

  1. Sunah dan prilaku Nabi Muhammad saaw

Sunnah dan prilaku Nabi Muhammad saaw adalah alasan yang membuktikan lazimnya pembentukan pemerintahan, karena: pertama, beliau sendiri membentuk pemerintahan, dan melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku dalam sistem Islam untuk membimbing masyarakat.

  1. Kelaziman pelaksanaan peraturan-peraturan secara permanen

Pelaksanaan peraturan-peraturan adalah yang melazimkan terbentuknya pemerintahan Nabi Muhammad saaw dan pelaksanaan ini tidak hanya terbatas pada zaman Nabis saja, tetapi setelah beliau wafat tetap berlanjut. Berdasarkan ayat suci Alquran, peratuan-peraturan Islam tidak terbatas dengan waktu atau tempat dan akan tetap ada serta lazim untuk selamanya. Pernyataan yang menyatakan bahwa peraturan Islam terbatas oleh waktu dan tempat sangat bertentangan dengan nilai-nilai itikad Islam. Jadi, karena pelaksanaan peraturan setelah Nabi Muhammad saaw lazim sampai akhir zaman, maka pembentukan pemerintah dan lembaga-lembaga pelaksana tetap diperlukan.

  1. Inti dan kualitas Peraturan Islam

Alasan lain bagi lazimnya pembentukan pemerintahan Islam adalah inti serta kualitas peraturan-peraturan Islam (Peraturan Syariat). Inti dan kualitas perintah-perintah ini menunjukkan bahwa mereka ditetapkan untuk  melengkapi suatu pemerintahan dan mengatur politik serta ekonomi dan budaya masyarakat. Pertama: peraturan syariat Islam terdiri dari berbagai macam hukum & peraturan yang mendirikan suatu sistem sosial yang menyeluruh. Kedua: dengan memperhatikan inti dan kualitas peraturan syariat Islam, maka kita akan memahami bahwa pelaksanaan dan kepatuhan terhadap peraturan tersebut membutuhkan terbentuknya suatu pemerintahan, dan tanpa terbentuknya lembaga pelaksana yang besar dan luas yang bersifat mengatur, maka peraturan Ilahi tidak dapat dilaksanakan.

* Persyaratan bagi pemegang kekuasaan menurut pandangan Imam Khomeini:

Imam Khomeini setelah menjelaskan pentingnya pemerintahan Islam dan menjelaskan mengenai cara serta mekanisme pemerintahan ini, dia akan menjawab pertanyaan pokok ini dari sudut pandang politik, yaitu: Siapa yang akan memegang kekuasaan? dan apa prasyarat untuk pemegang kekuasaan tersebut? Dia menjawab, persyaratan yang lazim bagi pemegang kekuasaan adalah setelah memenuhi persyaratan umum seperti berakal, bijak, serta ada dua persyaratan utama, yaitu memiliki pengetahuan atas peraturan Ilahi dan yang kedua adalah adil. Setelah itu Imam akan menjelaskan mengapa kedua persyaratan utama ini sangat lazim dan beliau berkata “pertama karena pemerintahan Islam adalah pemerintahan hukum maka pemegang kekuasaan harus memiliki pengetahuan atas peraturan tersebut. Kedua, pemegang kekuasaan harus memiliki kesempunaan itikad, akhlak serta harus adil; dan terjaga dari kemaksiatan.

Di sini Imam Khomeini mengemukakan tentang wilayatul faqih, yang memiliki dua persyaratan. Beliau berkata jika ada orang yang pantas, yang memenuhi dua persyaratan ini mendirikan serta membentuk suatu pemerintahan, maka dia akan memiliki kekuasaan yang sama seperti kekuasaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saaw dalam hal mengatur masyarakat; dan wajib bagi semua masyarakat untuk mematuhi pemerintahannya.

* Imam Khomeini dan upayanya untuk menjatuhkan pemerintahan zalim

Imam Khomeini percaya bahwa untuk menjatuhkan pemerintahan zalim “harus menghentikan hubungan dengan lembaga-lembaga pemerintahan itu, tidak bekerjasama dengan mereka, menghindari melakukan sesuatu hal yang menguntungkan bagi mereka. Menjatuhkan kekuasaan politik yang berkuasa atas tanah air Islam merupakan kewajiban bagi kami. Pemerintahan zalim dan anti rakyat harus digantikan dengan lembaga-lembaga pelayanan umum; dan diatur sesuai dengan perintah-perintah Islam dan secara bertahap pemerintahan zalim akan digantikan dengan pemerintahan Islam”.

* Rakyat dalam pandangan politik Imam Khomeini

Imam Khomeini berkata bahwa ada beberapa masalah yang harus dijelaskan.Terdapat satu permasalahan yang menyebabkan timbulnya anggapan yang tidak benar bahwa Islam tidak memiliki asas demokrasi. Penempatan kata lain, yaitu Demokrasi untuk mendampingi kata Islam membuat kita merasa sedih, karena Islam yang melengkapi semua hal, harus didampingi sesuatu yang sudah terdapat di dalam Islam. Bagaimana kita bisa bilang kalau kita menginginkan Islam tetapi Islam harus didampingi oleh kata demokrasi? Islam adalah segalanya. Hal ini sama seperti kita menyampaikan bahwa kita menginginkan Islam dan menginginkan itikad pada Allah juga… kedua, kata demokrasi yang sangat dicintai oleh anda tidak memiliki arti yang jelas… dan kita tidak bisa menggunakan kata yang tidak memiliki arti yang jelas dan juga dapat diartikannya setiap orang secara berbeda-beda di dalam kitab undang-undang kita… di sini saya akan memberikan contoh kebebasan dan demokrasi yang tercatat dalam sejarah. Di dalam sejarah tercatat bahwa ketika ikhtilaf  antara Amirul Mukminin Ali bin Aqbi Thalib sebagai Khalifah dengan seorang Yahudi, hakim mengundang Amirul Mukminin untuk menghadiri sidang dan memberikan penjelasan kepada hakim, Amirul Mukminin pergi dan menghadiri sidang,Pada saat hakim ingin memberi hormat kepadanya, Amirul Mukminin menplak dan berkata seorang hakim tidak boleh memberikan penghormatan lebih kepada salah satu pihak yang hadir di sidang, dan harus selalu memperhatikan keadilan. Dan ketika hakim memenangkan perkara pihak Yahudi, maka Amirul Mukminin menghormati serta menerima keputusan hakim tersebut.

Walaupun Imam Khomeini sangat memperhatikan kata “republik” dan berkata bentuk pemerintahan kita adalah Republik Islam, tetapi jelas bahwa apa pun bentuk pemerintahan tanpa kehadiran masyarakat, tidak berarti. Oleh karena itu, beliau berkata “bentuk hukum suatu pemerintahan tidak penting, melainkan inti pemerintahan itulah yang penting dan sewajarnya bisa menganggap bentuk pemerintahan Republik Islam Iran sebagai bentuk pemerintahan republik yang sebenarnya.

Karena itu, semua upaya dan usaha Imam Khomeini difokuskan pada:

“Bentuk pemerintahan tidak terlalu penting dalam menjaga demokrasi dan mencapai cita-cita bangsa”.

dan penjelasan menegenai republik Islam Iran yang Imam Khomeini berikan adalah sebagai berikut:

“Rezim harus mengambil jalan dan cara yang disetujui dan didukung seluruh masyarakat, yaitu Republik Islam”.

Jika rakyat menolak pemerintahan kerajaan Pahlavi,  alasannya adalah pemerintahan itu tidak didasarkan pada pilihan rakyat.

Saya menentang dasar pemerintahan kerajaan Iran karena pemerintahan kerajaan adalah pemerintahan yang tidak didasarkan pilihan rakyat

Imam Khomeini mempercayai bahwa keikut-sertaan seluruh golongan masyarakat pada urusan politik negara adalah sesuatu yang lazim. Dan ketika ada sekelompok orang yang berupaya menghalangi peran masyarakat dalam urusan politik atau menguranginya, beliau akan melawannya. Penafsiran Imam Khomeini terhadap upaya ini adalah sebagai berikut:

“Waspadalah dan perhatikanlah bahwa mereka ingin melaksanakan niat jahat mereka. Pemikiran mereka adalah memisahkan antara Agama dengan politik. Pemikiran ini sudah gagal. Sekarang mereka berkata bahwa berpolitik adalah hak para mujtahid yakni hanya 500 orang yang berperan dalam urusan politik Iran dan yang lain, yakni masyarakat melepaskannya begitu saja dan tidak berperan dalam urusan sosial serta hanya beberapa orang yang sudah tua bisa berperan dalam urusan tersebut. Fitnah ini adalah lebih buruk daripada sebelumnya, karena yang sebelumnya hanya mengabaikan sebagian dari ulama, tetapi kali ini seluruh bangsa diabaikannya.

* Kepuasan Rakyat Menurut Imam Khomeini

Pemerintahan yang terbaik dan yang terorganisir yang selalu ditekankan oleh para pemikir dan ilmuwan adalah pemerintahan yang diterima oleh masyarakat. Walaupun terdapat perbedaan pendapat tentang bentuknya pemerintahan dan lain-lain tetapi pernyataan yang menyatakan pemerintahan yang pantas adalah pemerintahan yang diterima oleh rakyatnya diakui oleh semua pihak.

Imam mempercayai bahwa walaupun menurut para pemegang kekuasaan, rakyat tidak bisa membedakan kepentingan mereka sendiri, tetapi tetap saja pilihan merekalah yang menentukan dan beliau berkata “Demokrasi adalah pilihan yang terbanyak yang menentukan, pillihan yang terbanyaklah yang sah. Walaupun pilihan yang mereka lakukan itu tidak berguna bagi mereka sendiri. Anda bukanlah Wali masyarakat yang bisa menentukan sesuatu bermanfaat atau tidak”. Beliau melanjutkan, “Anda hanya berkerja sesuai dengan apa yang menjadi tugas anda dan berjalan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh rakyat, walaupun anda percaya bahwa jalan yang diinginkan rakyat tidak memberikan manfaat bagi mereka sendiri. Biarkanlah, hal ini adalah kemauan rakyat dan jika mereka berkeinginan seperti itu, maka hal itu tidak berhubungan dengan saya atau kalian, namun rakyatlah yang memilih dan pilihan itulah yang sah.”. “Melanggar keinginan rakyat tidak diperbolehkan bagi kita semua.

“Pada dasarnya ketika masyarakat memilih seseorang secara bebas, pilihan mereka tidak mungkin salah”.

* Imam Khomeini dan perlawanan beliau terhadap pemerintahan tiran

Imam Khomeini mempercayai ketidaksahan diktator Iran karena alasan sebagai berikut:

“mereka memadamkan setiap protes dan setiap nada yang menginginkan kebebasan dengan peluru… rakyat sudah tidak memiliki kebebasan lagi dalam semua aspek. Rakyat tidak pernah memiliki hak untuk memilih… para penulis dan para penceramah sudah dibunuh atau dipenjarakan, atau mereka sudah dilarang untuk menulis atau berceramah. Mereka melarang media untuk menulis kebenaran dan dengan satu kata mereka telah menghancurkan dasar-dasar dan nilai-nilai pokok demokrasi… kami menginginkan pemerintahan islami dan dengan mencapai hal itu, semua pembunuhan dan pengkhianatan ini akan berakhir.”

Imam pada dasarnya menolak kediktatoran dalam Islam.

“Di Islam tidak pernah, tidak ada dan tidak akan ada kediktatoran.”

“Pemerintahan Islami … adalah pemerintahan nasional, pemerintahan yang didasarkan pada hukum Ilahi dan pilihan rakyat. Dia tidak datang dengan kekerasan dan tidak harus berusaha dalam mempertahankan eksistensinya Dia datang berdasarkan pilihan rakyat dan rakyatlah yang akan menjaganya, dan jika pada suatu hari, pemerintah ini melakukan sesuatu yang menentang pilihan rakyat, maka sudah sewajarnya pemerintahan ini harus turun dan bangsa Iran akan menurunkannya.

* Pengakuan Rakyat terhadap kepemimpinan menurut pandangan Imam Khomeni

Imam mempercayai bahwa syarat bagi berpengaruhnya kata-kata seorang pemimpin adalah pengakuan rakyat terhadapnya. Ketika mereka memillih seseorang sebagai pemimpin tentu saja mereka akan mengakuinya. Dengan demikian seorang pemimpin menjadi wali rakyat dan kata-katanya akan berpengaruh.

* Amar Ma’ruf Nahi Munkar menurut pandangan Imam Khomeini

“Kita memfokuskan perhatian kita sendiri kepada maksiat-maksiat yang kecil, sedangkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah mengundang keislaman dan menolak serta melawan zalim dan kezaliman. Dan ini adalah tujuan utama dari Amar Ma’ruf Nahi Munkar… kita tidak memperhatikan kemaksiatan-kemaksiatan besar, sebagian orang yang sedang menghancurkan kredibilitas Islam, merekalah yang mengabaikan hak-hak orang-orang yang tidak mampu (dhu’afa)… harus kita melakukan Nahi Munkar.”

* Nasihat Imam Khomeini kepada para pemimpin kaum muslimin

“Para pemimpin harus memberikan nasihat kepada rakyat dan rakyat berkewajiban untuk melakukan hal yang sama. Terlaksananya hal ini memerlukan hubungan hati ke hati antara wali dan rakyat. Dan di bawah rasa persahabatan, saling menasehati sehingga keadilan terlaksana dan bertahan. Menghargai hak-hak masing-masing menyebabkan munculnya rasa sayang antara pemimpin dan rakyat, yang juga menyebabkan terjadinya persatuan dan kesatuan, serta membawa kejayaan, kekuatan bagi agama dan pemerintahan mereka. Karena itulah nasihat, dengan mengharapkan kebaikan dan saling membantu untuk menegakan hak dan keadilan serta menolak kebatilan dan penindasan adalah salah satu kewajiban Ilahi terpenting bagi para hamba Allah.

Read 1082 times