Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 113-118

Rate this item
(4 votes)

Ayat ke 113-114

 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)

 

Artinya:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (9: 113)

 

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (9: 114)

 

Permohonan ampun atau istighfar merupakan sebuah ungkapan cinta. Dalam dua ayat ini, Allah Swt melarang orang mukmin untuk memohon ampunan bagi orang-orang Musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dan sanak saudara. Karena orang yang mati dalam keadaan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka tidak ada harapan pengampunan baginya. Ayat-ayat berikutnya mengisahkan kesediaan Nabi Ibrahim as untuk memohon ampunan bagi pengasuh beliau dengan syarat ia menerima petunjuk beliau. Namun Nabi Ibrahim berlepas diri dari pengasuh beliau yang tetap mempertahankan kesyirikannya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Syirik adalah dosa yang tak terampuni meskipun yang memohon ampunan bagi orang musyrik adalah para nabi. Satu-satunya jalan bagi mereka adalah bertaubat.

2. Ikatan keagamaan lebih mulia daripada ikatan darah. Karena itu kita tidak boleh menilai suatu ajaran agama dengan perasaan dan hubungan darah serta sanak famili.

 

Ayat ke 115-116

 

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115) إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (116)

 

Artinya:

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (9: 115)

 

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (9: 116)

 

Allah Swt telah membuka pintu hidayah bagi manusia melalui akalnya dan wahyu Ilahi. Allah Swt tidak akan pernah mengazab atau membiarkan hamba-Nya, kecuali jika manusia itu tidak mengerjakan kewajibannya dan tidak menghindari apa yang dilarang oleh Allah. Salah satu ancaman bagi orang-orang yang beriman adalah bahwa mereka yakin akan menjadi penghuni surga dan tidak merasakan adanya bahaya yang mengancam mereka. Padahal tidak ada jaminan apapun bahwa seorang mukmin tidak terjebak kekufuran.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penentangan secara sadar terhadap perintah Allah akan menutup pintu hidayah, dan bahaya ini mengancam semua orang yang beriman.

2. Balasan dan siksa Allah akan dilaksanakan setelah adanya penjelasan hukum dan penyempurnaan hujjah.

3. Seseorang harus lebih memikirkan hubungannya dengan Allah Swt, daripada memperkokoh hubungan kekeluargaan orang-orang Musyrik.

 

Ayat ke 117

 

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117)

 

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (9: 117)

 

Ayat ini menyinggung kondisi sulit yang dialami oleh kaum Muslimin dalam perang Tabuk yang disebabkan oleh jauhnya jarak perjalanan dan sengatan matahari di musim panas saat itu. Sebagian sahabat Nabi menolak ikut dalam perang tersebut dengan mengemukakan berbagai macam alasan agar mereka bisa tetap tinggal di kota dan melanjutkan rutinitas mereka di ladang perkebunan. Namun, berkat anugerah Allah, sebagian sahabat setia Nabi yang bukan termasuk orang-orang munafik, mematuhi seruan Rasulullah dan mereka tidak tergolong orang-orang yang sesat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tanda-tanda iman sejati adalah mengikuti bimbingan para pemimpin agama dalam kondisi sulit bukan hanya dalam kondisi normal saja.

2. Seluruh umat manusia bahkan para Nabi as mengharapkan anugerah Ilahi dan terkabulnya taubat bagi para pendosa merupakan salah satu bukti rahmat Allah Swt.

 

Ayat ke 118

 

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)

 

Artinya:

Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (9: 118)

 

Berdasarkan riwayat dalam sejarah Islam, tiga sahabat nabi yang tidak ikut dalam perang Tabuk, menghadap Rasulullah untuk menyatakan penyesalan mereka. Namun, Rasulullah Saw tidak menghiraukan mereka. Bahkan, Rasulullah memerintahkan para sahabat beliau dan istri ketiga orang itu tidak berbicara dengan mereka. Ketiga orang itu keluar dari kota Madinah dan untuk memohon ampunan dari Allah Swt. Setelah taubat mereka diterima oleh Allah Swt, Rasulullah menyampaikan kabar gembira itu kepada ketiga sahabat beliau.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Salah satu cara untuk menindak orang-orang yang menentang hukum-hukum sosial adalah dengan memboikot mereka.

2. Setelah tahap pemboikotan tadi, kita harus membuka peluang bagi mereka untuk membenahi diri dan kembali ke jalan yang lurus.

Read 12014 times