Surah al-Qalam 42-47

Rate this item
(0 votes)
Surah al-Qalam 42-47

 

Surah al-Qalam 42-47

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (42) خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ (43)

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (68: 42)

(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. (68: 43)

Ayat ini mengisyaratkan kondisi orang-orang musyrik di hari Kiamat, dan menyatakan, rasa takut dan teror begitu menguasai orang musyrik sehingga menurut pepatah arab, kakinya seolah-olah tersingkap, maksudnya pisau sudah sampai ke tulangnya dan pekerjaannya menjadi berat. Dalam keadaan demikian, orang-orang musyrik akan merasa malu dan menyesal hingga mata mereka tertunduk dan seluruh diri mereka terhina.

Dalam kondisi yang sulit dan mengerikan itu, orang-orang beriman bersujud di hadapan kebesaran Tuhan; Namun orang-orang musyrik dan kafir tidak boleh sujud, karena di dunia ini dalam keadaan sehat dan sejahtera, ketika dipanggil shalat dan sujud di hadapan Allah, mereka belum siap sujud di hadapan Tuhan semesta alam karena kesombongan dan ketidaktaatan.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Orang-orang yang melawan dan durhaka kepada Allah dan perintah-perintah-Nya di dunia ini serta menganggap diri mereka berkuasa dan menguasai segala urusan, akan sangat terhina di Hari Kebangkitan sehingga mereka bahkan tidak bisa mengangkat kepala dan melihat ke depan.

2. Kiamat adalah hari perwujudan perbuatan manusia di dunia. Seseorang yang tidak siap bersujud di hadapan Tuhan di dunia ini tidak akan mampu bersujud di hadapan Tuhan dan mengungkapkan ketundukan dan kerendahan hati.

3. Selama kita sehat dan sejahtera, marilah kita menjaga kesehatan dan rajin mengabdi dan menaati Tuhan Yang Maha Esa.

فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (44) وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (45)

Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, (68: 44)

dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh. (68: 45)

Ayat-ayat ini menggambarkan cara Allah menghadapi orang-orang yang durhaka dan sombong dan mengatakan: Sebagian orang mengingkari risalah Rasulullah dan kebenaran Al-Qur'an dan ayat-ayat Ilahi karena keras kepala. Pada saat yang sama, Tuhan tidak menjebak mereka dengan kemarahan dan siksaan-Nya di dunia, namun terus melimpahkan nikmat-Nya. Orang-orang yang mengingkari ini tidak boleh berpikir bahwa Tuhan telah melupakan mereka atau bahwa mereka layak mendapatkan manfaat dari nikmat ini. Ini sebetulnya semacam azab Ilahi di dunia ini, yaitu Allah membiarkan orang-orang tersebut mabuk total dengan kesenangan duniawi dan memperbesar cakupan kesalahan dan kejahatan mereka. Dalam hal ini, tanpa mereka sadari, dia mendekatkan mereka ke jurang kejatuhan selangkah demi selangkah, lalu tiba-tiba dia mengambil berkah dari mereka, dan mereka terbakar dalam penyesalan karena kehilangan nikmat dan dihukum.

Imam Shadiq as bersabda, "Jika suatu dosa dilakukan dan orang yang berdosa itu masih dalam keadaan sejahtera dan berkah, ini adalah tanda istidraj ilahi dalam azab."

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Al-Qur'an adalah firman Tuhan, dan siapa pun yang mengingkarinya, lawannya adalah Tuhan, dan Tuhan telah merencanakan hukuman yang berat bagi orang-orang tersebut.

2. Memberkati orang-orang yang berbuat jahat dan mengingkari kebenaran belum tentu berarti kemurahan Tuhan kepada mereka, namun terkadang karena Tuhan memberikan kelonggaran kepada para penjahat dan pendosa.

3. Mengabaikan Tuhan dan wahyu-wahyu-Nya menyebabkan manusia tergiur dan termabukkan oleh nikmat-nikmat duniawi dan kenikmatan-kenikmatan sesaat, dan akibatnya, ia terjerumus dalam azab yang tidak diharapkannya.

أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِنْ مَغْرَمٍ مُثْقَلُونَ (46) أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ (47)

Apakah kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan hutang? (68: 46)

Ataukah ada pada mereka ilmu tentang yang ghaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan)? (68: 47)

Ayat-ayat ini menimbulkan dua pertanyaan dalam bentuk interogasi:

Salah satunya adalah apakah kaum musyrik mengingkari Rasulullah dan Al-Qur'an karena Rasulullah meminta uang untuk dakwahnya, yang mana memberatkan mereka untuk membayarnya?!

Meskipun pekerjaan para nabi ibarat guru dan pembimbing masyarakat; Namun tidak ada nabi yang meminta uang dari manusia untuk bimbingan dan petunjuk sehingga memberikan alasan kepada para penentang.

Pertanyaan kedua, apakah kaum musyrik mendapatkan akses terhadap hal-hal ghaib melalui para dukun dan apakah mereka sendiri yang menuliskan wahyu Ilahi dan rahasia-rahasia ghaib, sehingga mereka menganggap diri mereka tidak membutuhkan Al-Qur'an?

Jelas bahwa jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut adalah negatif dan tidak ada alasan bagi kaum musyrik untuk menentang kitab Tuhan.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Mereka yang mengajarkan ajaran ilahi kepada masyarakat, harus seperti Rasulullah, tidak menginginkan bayaran. Namun jika masyarakat sendiri yang ingin memberi hadiah kepadanya, maka diperbolehkan untuk menerimanya.

2. Satu-satunya cara yang pasti untuk memahami hal-hal gaib dan akses terhadap apa yang tersembunyi dari pengetahuan dan pengalaman manusia adalah wahyu ilahi melalui para nabi dan kitab-kitab surgawi yang otentik, bukan perkataan para peramal dan pendeta atau mimpi-mimpi orang yang berbeda.

Read 172 times