Bulan Muharam telah tiba. Di bulan ini, hati orang-orang Mukmin di dunia berduka. Spanduk hitam dengan tulisan Husein menempel di masjid dan huseiniyah berbagai kota di Iran dan negara lain. Suasana duka bergema di mana-mana.
Berbagai acara duka peringatan kesyahidan Imam Husein dimulai tanggal satu hingga 10 Muharam. Semua ini menunjukkan kecintaan umat Islam kepada Imam Husein dan Ahlul Bait Nabi Muhamamd Saw.
Memasuki bulan Muharam, banyak pelajaran penting yang bisa dipetik sejak awal tentang perjuangan dan pengorbanan orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk agama Islam. Selain Imam Husein, banyak figur lain seperti Abul Fadl Abbas dalam peristiwa Asyura yang menunjukkan pengorbanannya dalam berjuang membela agama ilahi.
Di masjid dan Huseiniyah, orang-orang berkumpul untuk memperingati perjuangan Imam Husein dan pengikutnya. Kedatangan Imam Husein bersama keluarga dan pengikutnya ke Karbala dari Madinah untuk menjemput kesyahidan hingga kini masih terus dikenang dan diambil pelajaran darinya.
Salah satu tradisi Asyura yang melekat dalam peringatan dan diwariskan secara turun-temurun bukan hanya di bulan suci Muharam adalah budaya memberi atau nazri. Di bulan Muharam, terutama tanggal 1 hingga 10 Muharam, tradisi nazri tersebut sangat jelas terlihat dalam bentuk pemberian makanan dan minuman, teh, susu dan lainnya.
Selain itu, di berbagai tempat di Iran misalnya, ada tempat air yang disediakan untuk siapa saja yang membutuhkan. Tradisi ini mengingatkan kita terhadap perjuangan Imam Husein bersama keluarga dan pengikutnya yang kehausan dan berada dalam kepungan pasukan musuh. Oleh karena itu, ada kebiasaan di kalangan sebagian orang yang meminum air sambil mengucapkan salam kepada Imam Husein.
Muharamul Haram adalah sebutan untuk awal bulan Muharam. Penamaan ini untuk menunjukkan posisi penting bulan Muharam. Di bulan ini, meskipun perang diharamkan, tapi terjadi pembantaian yang dilakukan pasukan yang mengaku muslim, tapi justru membunuh cucu Nabi Muhammad Saw dan keluarga serta pengikutnya.
Meskipun menorehkan duka, tapi banyak pelajaran penting yang bisa dipetik. Prinsip utama yang bisa diambil dari perjuangan Imam Husein di Karbala yang diperingati sejak awal Muharam berkaitan dengan nilai keikhlasan dan ketulusan berjuang demi mendapatkan ridha Allah swt bukan karena kepentingan pribadi maupun keluaga dan kelompok. Nilai tersebut ditunjukkan dengan jelas oleh Imam Husein.
Ulama akhlak terkemuka, Sheikh Mirza Malik Tabrizi dalam bukunya "Al-Muraqabah" mengingatkan pentingnya keikhlasan dan ketulusan dalam berjuang.
Sheikh Tabrizi menulis, "Para pencinta Rasulullah Saw sebaiknya menyiapkan hatinya sejak awal Muharam dengan diisi suasana duka dan menghindari sebagian kelezatan yang halal sekalipun, terutama tanggal sembilan dan sepuluh Muharam. Dianjurkan juga membaca ziarah Asyura sejak awal Muharam,". Semua ini dilakukan untuk menyiapkan diri menerima pelajaran penting dari perjuangan Imam Husein.
Peristiwa duka yang telah berlalu lebih dari 1000 tahun ini, hingga kini telah menguras tetesan air mata jutaan orang yang senantiasa memperingati perjuangan dan pengorbanan Imam Husein. Lebih dari itu, peristiwa ini juga memberikan inspirasi bagi banyak orang dan dari berbagai bangsa dunia untuk melawan kezaliman dan mewujudkan keadilan.
Salah satunya adalah kemenangan Revolusi Islam Iran yang mengambil inspirasi dari kebangkitan Asura Imam Husein. Upaya Imam Khomeini menggandengkan masalah Revolusi Islam dengan Revolusi Asyura dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, di hari-hari Muharam pada tahun 1342 HS ketika para penceramah agama berbicara di setiap huseiniyah dalam acara pembacaan maqtal, karavan duka dan kidung duka.
Kedua, pada Muharram tahun 1357 HS, terutama ketika Imam Khomeini ra secara jelas menyatakan, "Bulan Muharam harus diperingati dan masyarakat menyelenggarakan acara Asyura."
Imam Khomeini menyebut bulan Muharam sebagai bulan kemenangan darah atas pedang, dan terjadinya perubahan besar dalam bentuk proses kebangkitan dengan spirit perjuangan Imam Husein.
Pemimpin India, Mahatma Gandhi belajar dari Husain tentang bagaimana kaum tertindas bisa bangkit menjadi pemenang, tanpa kekerasan. Karena itu, Asyura menjadi salah satu inspirasi utama dalam Islam, yang melampaui agama tapi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan keadilan. Imam Husein menampikan dirinya berjuang tanpa pamrih dan berkorban hingg syahid melawan penguasa lalim, Yazid.
Ketika segelintir Muslim mengkritik tindakan Imam Husein dan mengecam peringatan Asyura, Charles Dickens, seorang penulis dan kritikus sosial asal Inggris justru membelanya dengan mengatakan: “Jika Husein berjuang hanya untuk memuaskan keinginan dunianya saja… maka saya tidak mengerti mengapa saudari, istri, dan anak-anak menemaninya. Maka pasti ada sebuah alasan kuat, yakni dia berjuangan semata demi kemurnian Islam.” Oleh karena itu, Husein bin Ali bukan hanya sosok yang dapat menyatukan dua mazhab ahlusunah dan Syiah, bahkan lebih dari itu: menyatukan seluruh umat manusia.
Seorang penulis Kristen berkebangsaan Suriah, Antoine Bara, menghabiskan waktu selama enam tahun untuk melakukan penelitian tentang Imam Husein. Sekitar empat tahun dihabiskan untuk mempelajari berbagai macam referensi, dan dua tahun sisanya digunakan untuk menyusun buku yang berjudul Imam Hussein In Christian Ideology.
Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa dan telah dicetak lebih dari 20 kali. Ketika ditanya tentang penyusunan buku tersebut, apakah itu murni riset atau keinginan khusus belaka, Bara menjelaskan, “Kedua-duanya. Pada awalnya, menulis buku bertujuan ilmiah akan tetapi ketika saya semakin menyelami lebih dalam dan lebih luas tentang topik sejarah ini, tumbuh sebuah perasaan kebesaran Husein pada diri saya. Manusia ini telah mengorbankan dirinya untuk agama, prinsip-prinsip, dan menyelamatkan Muslim dari penyimpangan dari Islam guna memastikan berlanjutnya pesan dan penyampaiannya dari satu generasi ke generasi lain."
Ketika orang-orang dari belahan dunia mengapresiasi buku tersebut dan ingin menerjemahkannya, Antoine Bara langsung menyetujui dan tidak mengambil keuntungan darinya. Ia mengatakan, “Saya tidak menulis buku itu demi mencari keuantungan, tapi karena keyakinan saya kepada Sayyidina Husein,".
Antoine Bara juga menegaskan bahwa Imam Husein bukan hanya milik Muslim saja, tapi juga milik seluruh dunia. Bara mengatakan bahwa Sayyidina Husein adalah “hati nurani agama”.
Seorang penganut agama Kristen seperti Bara begitu terpengaruh oleh Imam Husein karena pengorbanan dan cinta yang tulus Imam Husein dalam perjuangannya demi umat manusia. Dua nilai ini: pengorbaan dan cinta melampaui sekat agama, karena yang diperjuangan Imam Husein adalah kemanusiaan.