Mempelajari sejarah dan kehidupan para wali Allah yang hatinya hidup dan mencari kebenaran tak ubahnya seperti berjalan-jalan di taman surgawi dan membuat jiwa manusia merasa bahagia.
Tokoh-tokoh besar yang sama seperti ini, manusia dengan beragam kecenderungan dan insting serta hidup di muka bumi, dan meraih pengalaman dengan seluruh kesulitan dan penderitaan hidup di dunia. Namun demikian mereka tidak terjebak di hari-hari, jam dan tahun yang terus berulang dan membosankan di bumi. Mereka berhasil membawa dirinya ke tujuan sebenarnya dan menyinari jalan kebahagiaan dan petujung bagi seluruh pencari kebenaran.
Sebelumnya kami telah mambahas kehidupan dan karya Allamah Wahid Behbahani, salah satu ulama besar Syiah di abad ke-12 Hijriah. Kali ini kami akan menyajikan sejarah kehidupan salah satu murid beliau, yakni Allamah Bahrul Ulum yang memegang panji marjaiyah dan ketua Hauzah Ilmiah di kota Najaf setelah gurunya.
Sayid Mohammad Mahdi Taba'tabai Najafi atau yang dikenal dengan Allamah Bahrul Ulum adalah seorang pakar fikih dan hadis, serta arif besar Syiah. Beliau dilahirkan di hari Idul Fitri pada tahun 1155 H di kota Karbala, Irak. Ayah dan kakeknya juga seorang ulama besar saat itu dan termasuk cucu Majlisi Pertama. Sayid Mohammad Mahdi di masa remaja belajar dari guru besar Hauzah Ilmiah Najaf dan menyelesaikan pendidikan dasarnya di kota tersebut di bawah bimbingan ayahnya, Sayid Murtadha Taba'tabai Boroujerdi dan Sheikh Yusuf Bahrani, salah satu ulama besar saat itu. Setelah mengecap pendidikan yang cukup di bawah bimbingan para guru tersebut, ia kemudian kembali ke Karbala untuk belajar di bawah bimbingan Allamah Wahid Behbahani yang saat itu menjadi marja Syiah.
Sayid Mohammad Mahdi setelah belajar di Hauzah Ilmiah Najaf dan Karbala, tahun 1186 H pergi ke kota Mashad, Iran dan selama tujuh tahun belajar dan melakukan tazkiyah nafs di Haram Imam Ridha as. Selama kurun waktu tersebut, selain mengikuti pelajaran hauzah, Allamah Bahrul Ulum juga belajar filsafat kepada Mirza Mohammad Mahdi Khurasani (Sheikh Rabi').
Suatu hari Mirza Khorasani yang takjub dengan kecerdasan muridnya ini kepada Sayid Mohammad Mahdi berkata, "Sesungguhnya kamu adalah lautan ilmu (Bahrul Ulum)." Sejak saat itu, Sayid Mohammad Mahdi dikenal dengan sebutan Bahrul Ulum. Gelar yang tetap disematkan kepada beliau hingga akhir hayatnya dan setelahnya, keluarga ulama ini juga dikenal dengan gelar ini.
Allamah Bahrul Ulum selama belajar di Mashad mencapai derajat master di bidang ilmu fikih, hadis, filsafat dan seluruh ilmu yang marak di zaman tersebut. Ia mendapat perhatian khusus dari para ulama dan gurunya. Oleh karena itu, Allamah Wahid Behbahani, marja Syiah saat itu yang berada di akhir umurnya, meminta Allamah Bahrul Ulum untuk kembali ke kota Najaf dan mengambil alih tanggung jawab sebagai ketua Hauzah Ilmiah di kota tersebut dan juga marja baru Syiah.
Hal ini karena Allamah Behbahani yang usianya sudah sepuh dan kondisi fisiknya yang terus melemah merasa tanggung jawab besar ini harus diserahkan kepada sosok yang layak dan mampu. Dengan demikian, Allamah Bahrul Ulum yang saat itu usianya belum menginjak 40 tahun memikul tanggung jawab besar sebagai pemimpin Muslimin dan pembimbing mereka. Selain sibuk dengan urusan mengajar dan menulis buku, Allamah Bahrul Ulum juga tak melupakan urusan orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Beliau juga menyelesaikan kesulitan dan masalah yang dihadapi masyarakat saat itu.
Allama Bahrul Ulum, untuk dapat mengatasi berbagai tantangan dan masalah sosial umat Islam dan untuk menertibkan hauzah ilmiah (seminari), mengundang ulama dan ahli hukum terkemuka sezamannya, dan dalam inisiatif yang bisa diterapkan, membagi pekerjaan di antara mereka. Pembagian kerja yang sistematis ini tidak umum di antara para ulama sebelumnya. Hal ini membuat menjalankan konstituen dan menanggapi masyarakat lebih cepat dan lebih mudah.
Sayid Mohammad Mahdi Taba'tabai atau Allamah Bahrul Ulum
Ia mengangkat Sheikh Ja'far Kashif al-Ghita sebagai penanggung jawab fatwa, mengangkat Shekh Hussein Najafi sebagai imam salat berjamaah di Najaf, menyerahkan urusan peradilan dan litigasi kepada Sheikh Muhyyiddin, dan mengangkat Sayid Mohammad Javad Ameli untuk menulis dan menyusun fikih (dan karya terbesarnya adalah penyusunan kitab fikih Miftah al-Karamah).
Sementara Allamah sendiri lebih memperhatikan administrasi seminari Najaf dan urusan pendidikan dan ilmiahnya. Oleh karena itu, selama kepemimpinan beliau, hauzah ilmiah Najaf semakin kuat. Banyak ulama dan ilmuwan dilatih dan dididik di hadapan Allamah Bahrul Ulum. Di antara mereka ada nama besar seperti Sheikh Jafar Kashif al-Ghita, Sayid Mohammad Javad Ameli (penulis Miftah al-Karamah) dan Sheikh Mohammad Taqi Isfahani.
Allamah Bahrul Ulum memiliki berbagai karya di bidang ilmu-ilmu keislaman dan di antara karya terpenting beliau adalah Masabih al-Ahkam, buku penting di bidang ilmu fikih khusus bab ibadah dan muamalah, al-Durrah al-Najafiyah dan Mishkah al-Huda. Selain di bidang ilmu fikih dan teologi, Allamah Bahrul Umum juga memiliki karya di bidang ilmu lain seperti sejarah Islam, ilmu rijal, syair dan sastra.
Allamah juga mahir di bidang puisi dan sastra, serta ia juga meninggalkan karya dalam bentuk puisi di fikih, usul fikih dan ilmu rijal. Kecakapannya yang mampu menyusun pembahasan rumit fikih dan usul dalam bentuk puisi, menunjukkan bahwa Allamah selain memiliki ketajaman di bidang puisi, juga menguasai penuh ilmu-ilmu di bidang ini. Karya Allamah ini bukan saja membuat siswa lebih mudah mempelajari pembahasan yang rumit dan berat, bahkan membuat pembahasan ini lebih lama diingat.
Salah satu kisah instruktif tentang kehidupan Sayid Bahrul Ulum adalah perjalanan yang dilakukan ulama berpandangan jauh ini pada tahun 1193 H ke tanah wahyu, Hijaz. Di Hijaz, dia merahasiakan mazhabnya, Syi'ah, sehingga dia bisa berdiskusi dan mengkritik ilmu pengetahuan dari kedengkian dan pikiran sempit. Orang-orang biasa dan tokoh-tokoh ilmiah menyambut kehadiran ulama besar ini, dan ketika Allamah melihat kondisi untuk diskusi dan bimbingan orang-orang, dia tinggal di Hijaz selama dua tahun.
Penguasaannya terhadap yurisprudensi Sunni dan perilaku serta perbuatan Islamnya membuatnya begitu populer di kalangan penduduk negeri itu, terutama para ulama, sehingga sejumlah besar orang dan ulama datang menemuinya setiap hari dan mengambil manfaat darinya. Menarik untuk dicatat bahwa para pengikut masing-masing agama Islam menganggap Bahrul Ulum sebagai pengikut agama mereka, dan kelasnya di bidang teologi didirikan sesuai dengan ideologi empat mazhab (Mazhab Arbaah).
Allamah Bahrul Ulum mengungkapkan mazhabnya di akhir masa tinggalnya di Mekah. Ketika berita Allamah menjadi pengikut Syi'ah menyebar di Hijaz, beberapa fanatik agama lain berdebat dengannya, tetapi Allamah, dengan lautan pengetahuannya, mengatasi semua kontroversi dan mampu menarik banyak orang pencari kebenaran ke Islam yang sebenarnya, bahkan Imam Jum'at Mekah, seorang ulama Sunni masuk Syi'ah pada usia delapan puluh tahun.
Selama tinggal di Mekah, Bahrul Ulum melakukan tindakan berharga lainnya, termasuk menentukan lokasi haji yang tepat, dan mengidentifikasi tempat ihram yang dikenal sebagai miqat, serta tempat-tempat penting lainnya yang penting untuk keabsahan haji. Allamah juga mengambil langkah yang mampu mengubah paving dan lantai Masjidil Haram sedemikian rupa sehingga menurut fikih Syi'ah, sujud pada mereka adalah benar.
Allamah Bahrul Ulum, karena derajat keilmuan dan spiritualnya, ketakwaan, dan derajat irfannya, sangat dihormati oleh para ulama Syi'ah sampai-sampai posisinya dalam kesucian perbuatan dianggap mendekati posisi ismah (terjaga dari dosa). Ketaatannya pada moralitas Islam dan perilaku kenabiannya tidak membuat terpesona hati kaum Syi'ah, tetapi telah memikat pengikut agama lain dan bahkan orang Yahudi dan Kristen yang akrab dengan mereka. Bahrul Ulum telah menggabungkan ilmu dan praktek serta menggambarkan manifestasi dari kehidupan Muhammad yang indah yang selamanya bisa menjadi teladan murni bagi manusia.
Banyak cerita tentang kepedulian Sayid Bahrul Ulum terhadap orang miskin. Seperti leluhurnya Amir al-Mu'minin Ali (as), ia biasa berjalan di kegelapan malam Najaf dengan sekantong makanan di pundaknya dan menaruh sejumlah uang dan makanan di rumah setiap orang miskin. Suatu malam dia memanggil salah satu muridnya yang terkemuka dan menegurnya dengan keras karena tidak tahu bagaimana keadaan tetangganya yang malang. Allamah memberi tahu siswa itu bahwa tetanggamu yang malang menidurkan anak-anaknya dalam kondisi lapar malam ini dan kamu tidak merawat mereka!
Murid itu meminta maaf dan malu dan berkata bahwa saya tidak mengetahui kondisinya dan Allamah berkata: "Jelas bahwa kamu tidak sadar, karena jika kamu makan malam dengan sepengetahuan orang miskin itu dan tidak memperhatikannya, kamu telah menjadi kafir, tetapi yang membuat saya khawatir dan kesal adalah mengapa kamu tidak tahu tentang saudara Muslimmu? "Anda harus mencari saudara-saudara seagamamu dan menemukannya." Allamah memberikan siswa nampan penuh makanan dan uang dan meminta dia untuk pergi ke rumah saudara yang beriman dan makan malam bersama dan melunasi hutang tetangga.
Allamah yang serius melakukan pembersihan jiwa (tazkiyah nafs) dengan serius, juga mendidik murid-muridnya melakukan hal serupa. Guru besar hauzah ilmiah Najaf ini senantiasa mendorong siswanya untuk mengerjakan shalat malam. Bahkan ada satu cerita, Allamah meliburkan kelasnya karena mendengar para muridnya mengabaikan ibadah shalat malam. Allamah kepada muridnya berkata, mengaka aku tidak mendengar tangisan dan rintihan kalian di tengah malam saat menunaikan shalat malam ? Saat muridnya mendengar ucapan gurunya tersebut, mereka tergerak hatinya dan mulai mengerjakan shalat malam. Ketika Allamah menyaksikan perubahan moral di setiap muridnya, maka ia kemudian melanjutkan kelasnya.
Di akhir usianya, Allamah sempat menderita sakit dan tidak mampu melanjutkan pengajarannya dan ia fokus di rumah dan menulis. Akhirnya pada 24 Dzulhijjah atau Rajab tahun 1212 H, ulama besar dan pejuang ini menghembuskan nafas terakhirnya. Setalah proses tasyi' jenazah dan shalat mayit terhadap ulama besar ini, akhirnya Allamah Bahrul Ulum disemayamkan di sisi makam Sheikh Tusi di kota Najaf.