Sebelumnya telah kami sebutkan bahwa berdasarkan fatwa Mulla Ali Kani terkait seket Babisme (Babiyah) keluar dari agama Islam, kekuatan agama bergabung dengan pasukan pemerintah pimpinan Amir Kabir, kanselir pertama Nasser al-Din Shah bersatu melawan Babisme.
Kemudian atas perintah Amir Kabir, pendiri dan pentolan sekte Babiyah yakni Ali Mohammad Bab dibunuh. Tapi setelah kanselir ini justru menjadi korban skenario musuh. Kanselir dan perdana menteri kedua Nasser al-Din Shah, yakni Agha Khan Nouri adalah sosok yang mendapat dukungan Inggris dan penyebab pencopotan dan pembunuhan Amir Kabir.
Di awal kekuasaan Mirza Agha Khan Nouri, Inggris memisahkan Herat dan Afghanistan dari Iran. Ini adalah hasil dari dari ketidakmampuan kanselir dan kekalahannya melawan Inggris. Pada tahun-tahun inilah Organisasi Freemasonry (Tarekat Mason Bebas) didirikan di Iran untuk pertama kalinya. Organisasi ini, yang kemudian dikenal sebagai "rumah yang terlupakan" di Iran, tidak melakukan apa-apa selain memajukan tujuan budaya dan ekonomi kolonialisme di Iran.
Organisasi Freemasonry (Tarekat Mason Bebas) di Iran
Sementara itu, kanselir ketiga, Mirza Hosein Khan Sepahsalar secara resmi menjadi anggota organisasi Yahudi ini dan bersama Malkam Khan serta sejumlah pangeran dan kerabat Dinasti Qajar menyebarkan idologi anti-agama dengan berbagai alasan.
Alasan terpenting mereka untuk menentang Islam adalah apa yang mereka sebut "kebebasan". Sebuah nama yang sangat kita kenal saat ini dan kita semua tahu apa yang ada di balik tawanan itu. Atas nama kebebasan, mereka ingin melepas jilbab muslimah karena dianggap sebagai musuh utama mereka. Hilangnya jilbab dan hukum agama lainnya, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga, adalah satu-satunya hal yang dapat menciptakan suami yang istrinya tidak setia (Cuckold), pergaulan bebas perempuan, dan kehancuran fondasi keluarga bagi masyarakat Iran. Sebuah pencapaian budaya Barat saat ini bagi orang-orang yang telah ditangkap olehnya. Pada saat yang sama, hal inilah yang dapat membuka jalan bagi negara adidaya untuk menjajah Iran.
Mirza Hosein Khan Sepahsalar, kanselir masonik Shah, menyiapkan beberapa perjalanan ke negara-negara Eropa untuk Shah muda, dan Shah, yang telah kehilangan hati terhadap penampilan peradaban Barat, berencana mengeluarkan perintah untuk melepas jilbab wanita Iran, dan ia memulainya dari istana, tetapi tentu saja dia menghadapi tentangan dari para wanita mukmin di istana.
Di kondisi seperti ini, Mulla Ali Kani menulis surat kepada Shah Qajar dan memperingatkan tindakannya tersebut. Dalam suratnya Mulla Ali Kani menyebut kebebasan yang membuat manusia kembali ke habitat liar dan hasilnya adalah mengumbar syahwat sebagai kalimat busuk kebebasan. Mulla Ali Kani memperingatkan Shah bahwa meski kalimat ini di luarnya sangat menyenangkan dan menipu, tapi batinnya sepenuhnya buruk. Berkat surat yang cerdas ini, Nasser al-Din Shah tidak pernah mengumumkan perintah penghapusan hijab, meski pun penjajah tidak pernah berhenti menghasut dan menebar skenarionya, dan berusaha merealisasikan tujuannya dengan berbagai cara.
Selain itu, anggota organisasi Yahudi ini, menemukan peluang mengingat ketidaklayakan Shah Qajar ini, menorehkan luar setiap hari di ekonomi Iran melalui posisi resmi pemerintah. Salah satu pengkhianatan terbesar mereka adalah perjanjian Reuter atau Konsesi Reuter. Kontrak dan perjanjian yang dijika dilaksanakan maka bangsa Iran tidak akan menjadi pemilik kekayaan alam yang diberikan Tuhan kepada mereka, dan secara praktis mereka menjadi koloni Inggris.
Pada 1289 H, dengan upaya kanselir, Mirza Hussain Khan Sepahsalar dan broker Mirza Malkam Khan, pendiri loji Masonik pertama di Iran, konsesi Reuter ditandatangani antara pemerintah Iran dan seorang Yahudi Inggris bernama Baron Julius de Reuter. Menurut perjanjian ini, eksploitasi dan ekstraksi semua tambang di Iran, termasuk batu bara, besi, tembaga, timah, minyak, dan tambang lainnya yang dapat dieksploitasi di Iran kecuali emas, perak, dan batu berharga, serta eksploitasi hutan, pembangunan saluran air dan saluran irigasi tanah, pembangunan kereta api dan trem, pembangunan jalan, jalur telegraf dan pabrik industri selama tujuh puluh tahun dan mengizinkan semua bea cukai dan ekspor eksklusif produk apa pun ke Iran selama dua puluh lima tahun, dijual ke Reuter.
Hak istimewa seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya sehingga beberapa menganggapnya sebagai hadiah yang luar biasa dan yang lain menafsirkannya sebagai penjualan negara. Berdasarkan hak istimewa ini, Iran praktis akan kehilangan kemerdekaan politik dan ekonominya dan menjadi koloni Inggris tanpa perang atau pertumpahan darah. Menurut Lord Curzon, salah satu politisi Inggris: "Perjanjian ini mencakup penyerahan penuh semua sumber daya pemerintah kepada orang asing, yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun dan tidak pernah terlihat dalam sejarah."
Mulla Ali Kani saat itu berdiri teguh melawan kolonialisme Inggris, dan menyeru masyarakat untuk menentang implementasi kontrak ini. Saat itu, Mulla Ali Kani menjadi pelopor ulama anti penjajah.
Para abdi dalem dimabukkan oleh pengkhianatan sejarah mereka ketika sebuah surat yang sangat rinci dari para ulama dan ditandatangani oleh Mullah Ali Kani sampai ke Shah. Dalam surat itu, dia mengutuk keras kesimpulan dari kontrak semacam itu dan mengingatkan Nasser al-Din Shah dengan nada keras dan menegur bahwa dia bukanlah pemilik properti dan aset orang Iran, dan jika kerajaannya memiliki legitimasi, itu karena persetujuan ulama, dan meskipun dia seorang raja tetapi dia tidak berhak menjual harta rakyat dan negara tanpa izin ulama dan ahli hukum Islam.
Mulla Ali Kani mengingatkan Shah; Kontrak semacam itu, yang merupakan sumber dominasi asing atas tanah Islam, sama sekali tidak diterima oleh para ulama Islam, dan mereka yang terlibat dalam kontrak ini tentu saja adalah musuh Islam dan Iran. Dalam surat ini, beliau sangat mempertanyakan kompetensi Mirza Malakam Khan untuk berpartisipasi dalam urusan negara dan menuntut pemecatannya dan tentu saja pemecatan kanselir pengkhianat, Mirza Hosein Khan Sepahsalar dari semua jabatan pemerintahan.
Dalam suratnya Mulla Ali Kani juga menyinggung isu rel kereta api. Dia dengan tepat mengakui bahwa meskipun raja-raja yang tidak kompeten yang alih-alih memikirkan solusi untuk masalah-masalah seperti Herat dan Afghanistan, bepergian di Eropa, memberikan konsesi kereta api kepada orang asing hanya akan memungkinkan mereka untuk melanggar batas ibu kota. Visi tajam ahli hukum pejuang ini akan lebih kita pahami ketika kita mengetahui bahwa setengah abad setelah pengamatan Allamah ini, dalam Perang Dunia Kedua, Sekutu berhasil menduduki Tehran melalui jalur kereta api ini, dan kemerdekaan Iran terancam.
Efek surat Mulla Ali Kani sedemikian rupa sehingga Nasser al-Din Shah bahkan tidak berani membawa Perdana Menteri ke Tehran setelah kembali dari perjalanannya ke Eropa. Sebelum memasuki Tehran, Shah memberhentikan Mirza Hossein Khan Sepahsalar dari kepemimpinan dan mencabut surat hak istimewa Reuter. Dia pergi ke Tehran sendirian dan menghubungi Haj Mulla Ali Keni, meminta maaf kepadanya dan memberitahunya tentang pembatalan kontrak. Juga, setelah surat ini, sangat menentukan bahwa raja menghapus Rumah atau Organisasi Freemasonry Malkom Khan, dan setelah itu organisasi ini harus melanjutkan keberadaan mereka secara rahasia.
Setelah itu, metode Mulla Ali Kani dalam mempertahankan kepentingan nasional dan menangkis agresi asing menjadi dasar tindakan para ulama di bidang politik Iran. Cara yang tidak membiarkan raja menjadi otokratis, mewajibkan para ulama untuk menunjukkan penyimpangan pemerintah dan menghadapi mereka, dan benar-benar menganggap monarki sah secara konstitusional, hal yang sama yang dilembagakan oleh bangsa Iran selama bertahun-tahun.
Mulla Ali Kani setelah bertahun-tahun berjuang tanpa henti untuk menegakkan hukum ilahi, akhirnya menghembuskan nafas pada tahun 1306 H di usia 86 tahun. Pemakaman beliau dihadiri banyak warga Tehran, dan beliau dimakamkan di Haram Sheikh Abdul Azim di kota Rey. Ketenaran dan posisi sosial beliau bahkan mendapat penghormatan dari pengikut agama lain dan banyak dari mereka yang menghadiri prosesi pemakamannya. Tak hanya itu, pengikut agama lain juga menggelar majelis duka di berbagai kota di Iran mengenang ulama besar Islam ini.
Selama masa hidupnya, Nasser al-Din Shah tidak berani menandatangani kontrak lain setelah Konsesi Reuter, tapi setelah dua tahun kematian ulama besar ini, Shah Qajar ini menandatangani perjanjian memalukan lainnya terkait monopoli pembelian dan penjualan tembakau Iran selama 50 tahun dengan orang pedagang Inggris. Tapi untungnya dengan kecerdasan dan keberanian Mirza Shirazi dan rakyat, akhirnya perjanjian ini dibatalkan dan ekonomi Iran kembali terselamatkan dari cengkeraman kolonialis.