Imam Husein as adalah pewaris seluruh keutamaan dan akhlak mulia Rasulullah Saw. Sama seperti kakeknya, beliau sangat tersiksa dan tidak dapat berdiam diri menghadapi penyimpangan dalam masyarakat. Penyaksian penyimpangan masyarakat di jalan kebatilan dan kekufuran, menciptakan duka yang mendalam di hati beliau. Oleh karena itu, meski beliau tahu bahwa musuh tidak akan mendengarkan ucapannya, beliau tetap menyampaikan bimbingan dan nasehat hingga detik akhir kehidupannya.
Rasulullah Saw tersiksa menyaksikan kebodohan dan penyimpangan dalam masyarakat sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam firmannya dalam surat Al-Syuara ayat tiga: "Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman." Dan Imam Husein as adalah buah dari risalah. Dia adalah pewaris Rasulullah Saw dan bagian dari wujud beliau, sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw disebutkan, "Husein bagian dariku dan aku bagian dari Husein."
Pada hari Asyura, Imam Husein as selalu menasehati dan memberikan bimbingan kepada musuh, yaitu mereka yang bahkan mencegah keluarganya mendapatkan air. Di hadapan riuh dan keributan di barisan musuh, Imam Husein as, sebagai pemimpin umat, tidak berhenti menasehati mereka. Nasehat yang setiap kata di dalamnya mengandung makna yang sangat dalam.
Bahkan beliau menasehati para panglima pasukan Yazid yang memiliki catatan kejahatan panjang. Tujuan Imam Husein as adalah menyelamatkan manusia-manusia yang telah menjual jiwa mereka dan orang-orang yang akan mendapatkan azab dan siksa neraka dengan membunuh cucu Rasulullah Saw. Pada hari Asyura, dalam pertemuan dengan Omar bin Saad, panglima pasukan Yazid, Imam Husein as berkata, "Celakalah kau wahai putra Saad! Apakah kau tidak takut pada Tuhanmu yang kau akan kembali kepada-Nya? Apakah kau akan memerangiku meski kau tahu putra siapa aku? Tinggalkanlah kaum itu dan bersamalah denganku sehingga kau akan dekat dengan Allah Swt!"
Ucapan peduli Imam Husein as meski tidak berpengaruh pada mayoritas pasukan keji Yazid, akan tetapi ada orang-orang yang kemudian bergabung dengan pasukan Imam Husein as dan menggapai keridhoan Allah Swt dan kebahagian abadi. Ini adalah cara yang ditempuh pewaris Rasulullah di mana pada saat-saat genting, beliau tidak melupakan hidayah untuk umatnya.
Imam Husein as adalah buah pohon risalah di mana sirah akhlaknya memberikan gambaran jelas nilai-nilai luhur Al-Quran. Dia adalah teladan keutamaan, kemuliaan dan kepahlawanan bagi kawan dan lawan. Lautan kepahlawanan dan kemuliaan Imam Husein as tidak dapat dituangkan melalui otak dan pena kita yang kecil. Akan tetapi keluhuran dan kemuliaan jiwa Imam akan memuaskan jiwa-jiwa manusia yang dahaga.
Dalam sejarah disebutkan seorang laki-laki asal Syam menyimpan dendam dan permusuhan terhadap Imam Husein as karena terpengaruhi propaganda keji Muawiyah terhadap Ahlul Bait Nabi as. Dia tiba di Madinah. Ketika berhadapab dengan Imam Husein as, dia langsung menghina dan melontarkan kata-kata tidak sopan. Imam Husein as menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Jika kau meminta bantuan dari kami, kami akan membantumu, jika kau menginginkan sesuatu, kami akan memberikannya padamu, dan jika kau menginginkan bimbingan dan hidayah, kami akan membimbingmu." Lelaki itu merasa malu mendapat jawaban Imam Husein as. Beliau menyaksikan penyesalan itu dan berkata, "Tidak ada celaan dan hardikan untukmu, semoga Allah Swt mengampunimu, karena Dia-lah Yang Maha Pengasih." Lelaki itu merasa sangat malu dan meninggalkan majlis Imam Husein as itu. Namun kali ini dengan hati penuh kecintaan pada Ali as dan Ahlul Bait as.
Manifestasi terindah kepahlawanan Imam Husein as dapat disaksikan melalui perilaku beliau yang sangat mempesona di padang Karbala. Rombongan Imam Husein as dalam perjalanan menuju Kufah berpapasan dengan pasukan yang dipimpin Hur bin Yazid Ar-Riyahi. Mereka diperintahkan untuk mencegat Imam Husein as beserta rombongannya dan menahan mereka di sebuah wilayah yang kering tanpa air. Namun pasukan Hur sendiri juga telah kehabisan air. Imam Husein as memerintahkan para sahabat dan keluarga beliau untuk berbagi air dengan pasukan Hur.
Seorang tentara dari pasukan Hur yang tiba paling akhir, sedemikian haus dan lemas tubuhnya bahkan tidak mampu turun dari kuda untuk meminum air. Imam Husein as menyaksikan hal itu dan beliau sendiri yang memberikan air ke mulut tentara itu. Akan tetapi pada hari Asyura, mereka bahkan tidak mengijinkan bayi Imam Husein as yang barus berusia enam bulan untuk minum air. Bahkan mereka melesatkan panah ke leher bayi yang sedang berada di tangan ayahnya.
Pada hari Asyura, Imam Husein as menampilkan puncak keberanian dan kepahlawanan beliau di hadapan puncak kehinaan musuh. Sebuah pemandangan yang mengingatkan masyarakat pada kepahlawanan Ali as di medan pertempuran. Tamim bin Qahtabah, salah satu tentara handal pasukan musuh, kehilangan salah satu kakinya ketika berduel dengan Imam Husein. Tamim yang menyaksikan kematian di depan matanya, langsung meminta belas kasihan dari Imam Husein as. Imam pun mengabulkannya dan membiarkan musuh menggotongnya kembali ke barisan musuh. Peristiwa ini terjadi di sat Imam Husein as dan keluarga Nabi sedang dirundung duka besar karena kejahatan pasukan Yazid. Akan tetapi Imam Husein as tetap menunjukkan belas kasihan kepada musuhnya yang sama sekali tidak menunjukkan belas kasih kepada beliau dan keluarganya.
Ketika seluruh sahabatnya telah berguguran di medan pertempuran, Imam Husein as menyaksikan kesyahidan seluruh putra-putranya, dan kini giliran beliau yang harus terjun ke medan tempur. Namun sebelum itu, Imam kembali menyampaikan hidayah terlebih dahulu dan berseru, "Apakah ada orang yang akan membela keluarga Rasulullah Saw? Apakah ada penyemah Allah Swt yang takut akan murka-Nya karena kami? Apakah ada penolong yang akan menolong kami demi keridhoan Allah? Apakah ada yang membatu kami demi keridhoan Allah Swt?"
Setelah seruan penuh kesedihan Imam Husein as itu terdengar musuh, suara tangis mereka menggelegar. Rasulullah Saw kembali ke perkemahan beliau dan berkatan kepada Sayyidah Zainab, "Bawakan putra kecilku (Ali Asghar) agar aku berpisah dengannya."
Imam Husein as memeluk erat putaranya di saat Sayyidah Zainab as berkata, "Wahai saudaraku! Anak ini sudah lama tidak menyentuh air. Mintalah sedikit air untuknya dari pasukan itu."
Imam Husein as membawa putranyanya itu mendekati musuh. Beliau menjunjungnya sambil berseru: "Hai para pengikut keluarga Abu Sufyan, jika kalian menganggapku sebagai pendosa, lantas dosa apakah yang diperbuat oleh bayi ini sehingga setetes airpun tidak kalian berikan untuknya yang sedang mengerang kehausan."
Sungguh biadab, tak seorangpun di antara manusia iblis itu yang tersentuh oleh kata-kata Imam Husein. Yang terjadi justru keganasan yang tak mengenal sama sekali rasa kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan.
Tangisan Ali Asghar terus memuncak. Ia seperti tahu penderitaan yang dialami ayahnya sendiri. Namun tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menangis. Dalam kondisi mengenaskan itu, tiba-tiba Umar Saad pimpinan komando musuh mengarahkan pandangannya kepada pasukannya.
Ketika itu, seseorang bernama Harmalah bin Kahil Al-Asadi menarik anak panah dan membidikannya menuju Ali Asghar. Melihat ulah serdadu musuh itu, Imam Husein berteriak, "Jika kamu tidak mengasihaniku, setidaknya kasihanilah bayi ini." Namun perkataan Imam Husein itu tidak memengaruhi Harmalah. Bahkan ia mengarahkan anak panah menuju Ali Ashgar.
Anak panah Harmala melesat ke arah Ali Asghar. Tidak berapa lama bayi malang itu menggelepar di atas telapak Imam Husein yang tak menduga akan mendapat serangan sesadis itu, sehingga tak sempat berkelit atau melindunginya dengan cara apapun. Beliau tak dapat berbuat sesuatu hingga bayi itu diam tak berkutik setelah anak panah itu menebus lehernya. Ali Akbar telah gugur syahid dalam kondisi yang kehausan. Darah segar mengucur dari lehernya hingga menggenangi telapak tangan ayahnya.
Dengan hati yang tersayat-sayat, Imam berkata, "Ya Allah! Hakimi antara kami dan kaum ini. Mereka mengundang kami untuk membantu, akan tetapi mereka bertekad membunuh kami."
Imam Husein as memenuhi telapak tangannya dengan darah putranya kemudian melemparkannya ke arah langit seraya berkata, "Setiap musibah yang aku alami, mudah bagiku untuk bersabar karena semuanya disaksikan Allah Swt." Setelah itu beliau turun dari kudanya dan dengan sarung pedangnya, beliau menggali tanah dan menguburkan putranya.