Dalam Bimbingan Imam Husein (9)

Rate this item
(0 votes)

Dalam al-Quran, izzah atau kemuliaan merupakan sifat terpuji yang menjadi ciri para Nabi, Rasul dan orang-orang yang beriman. Di Karbala, Imam Husein dan pengikutnya memberikan pelajaran penting mengenai martabat dan kehormatan yang dijelaskan dalam al-Quran.  Beliau bukan hanya menolak kehinaan yang menjadi slogan utama dalam gerakan Asyura, “Haihat Minna al-dzillah”, lebih dari itu, Imam Husein memberikan contoh mengenai kemuliaan hidup berdasarkan prinsip al-Quran.

Salah satu pelajaran penting dari gerakan Imam Husein adalah kehormatan dan kemerdekaan. Ketika kehinaan rezim fasik melingkar di leher umat Islam saat itu, Imam Husein tidak hanya menyuarakan penolakan terhadap kehinaan, tapi beliau bangkit menyuarakan kemuliaan. Kebangkitan Imam Husein bukan untuk kepentingan dirinya, tapi demi membela ajaran Islam yang telah dihina dan direndahkan oleh orang lalim dan fasik semacam Yazid.

Imam Husein berkata, “…bagaimana Tuhan menjauhkan kami dari kehinaan! Tuhan memerintahkan kami [Ahlul bait] supaya menolak kehinaan. Rasulullah Saw menentang kehinaan, dan orang-orang Mukmin pun mengikutinya. Pakaian bersih dan suci yang kami kenakan tidak akan pernah membiarkan nafas kami berada dalam kelaliman. Lebih baik kami mati mulia, dari pada harus taat kepada orang-orang tercela,”.

Bahkan, ketika titik darah penghabisan, Imam Husein tetap memegang prinsip hidupnya yang menjunjung tinggi kemuliaan. Pada saat puluhan anak panah beracun menancap di dada Imam Husein di hari Asyura, dan beliau sudah tidak bisa duduk di kuda serta melanjutkan pertahanan dirinya, kemuliaan dan kehormatannya tetap terjaga. Imam Husein tidak menyerah menghadapi musuh yang menghadang di depan mata.

Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein di padang Karbala adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaan adalah sebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.

Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam yang senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan. Mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di setiap kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, orang-orang Mukmin sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah, dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.

Imam Husein telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan. Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Meskipun Husein bin Ali telah tiada lebih dari seribu tahun lalu, tapi martabat kemanusiaan dan kemuliaan imannya tetap kekal abadi.

Pada dasarnya, Imam Husein mengajarkan kepada umat manusia tentang pelajaran menjaga kemuliaan hidup. Dalam ideologi Imam Husein, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan bukan kegagalan, tapi ia kemenangan sejati.

Imam Husein gugur syahid dalam membela agama dan berjuang melawan kezaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein telah menghidupkan sifat-sifat mulia kemanusiaan, dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan.

Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit menentang mereka.

Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein berkata,“Ketahuilah, sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman pasti menolaknya.”

Imam Husein mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan umat manusia. Keputusan Imam Husein menolak baiat sangat penting, karena hal itu sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah yang lalim. Penolakan tersebut memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan kepada generasi mendatang.

Imam Husein berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku, dan Tuhan kalian dari serangan kalian."

Ia menolak baiat yang hina, dan memperkenalkan Allah Swt hanya sebagai tempat berlindung. Menurut Imam Husein, seluruh kemuliaan dan kekuatan adalah milik Allah Swt, dan ini adalah puncak martabat kemanusiaan. Imam Husein selalu menghadirkan kemuliaan dan martabat kepada masyarakat, dan ia tidak membiarkan seseorang bertekuk lutut pada kehinaan dan kerendahan.

Akhlak mulia dan perhatian terhadap martabat kemanusiaan dalam mendidik dan memperkuat kemuliaan diri dapat ditemukan di seluruh fase kehidupan Imam Husein. Puncak kemuliaan ini dapat disaksikan bagaimana ia memperlakukan pasukan musuh.

Sikap Imam Husein saat menghadapi pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi adalah bukti keluhuran jiwanya. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah, Imam Husein dan rombongan dihadang oleh pasukan musuh pimpinan Hurr di sekitar Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah. Cuaca panas dan minimnya persediaan air memaksa semua orang untuk berhemat. Dalam situasi seperti ini, pasukan Hurr bertemu kafilah Imam Husein dengan terengah-engah kehausan.

Sebagian orang di kafilah menyarankan kepada Imam Husein as agar memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang pasukan Hurr. Akan tetapi, ia tidak hanya menolak usulan tersebut, tapi juga memerintahkan keluarga dan para sahabatnya untuk memberi air minum kepada pasukan musuh, dan ia bahkan meminta mereka untuk memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan. Bahkan, Imam Husein dengan tangannya sendiri memberi air minum kepada tentara musuh yang kehausan.

Salah seorang tentara Hurr berkisah, “Aku adalah orang terakhir dari pasukan Hurr yang bertemu Husein bin Ali. Aku dicekik rasa haus, bahkan aku tidak sangguh memegang girbah air untuk meminumnya, Husein menyaksikan kondisiku yang lemah, dan ia kemudian dengan tangannya sendiri memberiku minum hingga dahagaku hilang.”

Kebesaran jiwa dan kemuliaan Imam Husein akan tampak jelas ketika kita membandingkannya dengan tindakan pasukan Umar bin Sa'ad di kemudian hari. Mereka tidak hanya menutup aliran air kepada sahabat dan pasukan Imam Husein, tapi juga membungkam tangisan anak-anak yang kehausan.

Salah satu keutamaan kepribadian Imam Husein adalah perhatiannya akan keselamatan seluruh umat manusia. Beliau juga melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan musuh-musuhnya. Pada hari Asyura, ketika Imam Husein sudah dikepung dan genderang perang sudah ditabuh, ia bergegas menuju ke arah pasukan musuh dan memperkenalkan dirinya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan orang-orang yang lalai dan menyadarkan mereka.

Dalam kondisi tersulit sekalipun, Husein bin Ali masih tetap memikirkan keselamatan orang-orang yang memusuhinya dari kesesatan. Apakah mereka tidak tahu siapa Husein? Apakah sebagian dari ribuan tentara itu tidak temasuk orang yang pernah menulis surat kepada Husein bin Ali?

Bukankah sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan mendengar langsung dari Rasulullah yang bersabda, “Husein adalah pemuda penghulu surga.” Tapi, harta, tahta dan kebodohan telah menjadikan mereka buta dan tuli untuk menerima kebenaran.

Sikap Imam Husein membuktikan betapa tinggi pemikirannya. Ia masih mencari cara untuk menyelamatkan orang-orang dari kehancuran dan menolong mereka. Di detik-detik akhir hayatnya, ksatria Karbala tetap berjuang demi membela agama dan kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, kebebasan dan kemerdekaan sejati. Inna lillahi wa Inna ilahi rajiun.

Read 1951 times