Ketika orang Barat memasuki berbagai negeri, sekelompok cendekiawan berusaha memahami budaya Timur. Hasil dari usaha ini adalah disiplin ilmu yang disebut "Orientalisme". Salah satu topik yang awalnya dipertimbangkan oleh para sarjana Timur adalah pengetahuan tentang Nabi Muhammad Saw. Pengakuan ini, meskipun kadang-kadang disertai dengan pandangan bias, termasuk, dalam banyak kasus, pengakuan tentang kebenaran Nabi Muhammad Saw dan agama Islam yang akan kita bahas dalam rangkaian program ini.
Nabi Muhammad Saw adalah mata rantai terakhir dalam rangkain para nabi ilahi yang dipilih untuk memimpin umat manusia dan dengan kemunculannya dan agama transendennya telah mengubah dunia. Ia adalah seorang nabi dari Timur yang menonjolkan kemanusiaan dan kesalehan serta mengajarkan kesetaraan, persaudaraan, kedamaian, dan persahabatan. Suara pertamanya kepada umat manusia adalah untuk mengatakan, "Qulu La Ilaha Illallah Tuflihu", Katakan tidak ada tuhan selain Allah, kalian selamat.
Dan ini menandai awal dari perubahan di dunia dan pencarian yang benar atau salah akan nabi pamungkas.
Ketika orang Barat memasuki berbagai negeri, termasuk Timur, sekelompok cendekiawan berusaha memahami budaya Timur. Hasil dari upaya ini adalah disiplin ilmu yang disebut "Orientalisme". Orientalisme adalah ilmu yang berhubungan dengan penelitian dan pengetahuan dari semua pengetahuan dan adat istiadat masyarakat Timur. Dengan kata lain, siapa pun yang mempelajari atau mengajar tentang Timur, apakah antropolog, sosiolog, ahli bahasa, atau sejenisnya, dianggap sebagai orientalis.
Oleh karena itu, orientalis adalah mereka yang menulis atau memberi kuliah tentang Timur dan isu-isu serta budaya dan sejarahnya, dengan motif atau niat apa pun, baik secara ilmiah atau karena keingintahuan atau kesadaran atau untuk tujuan politik dan untuk tujuan dominasi militer, ekonomi, budaya dan kristenisasi. Mereka semua memiliki satu kesamaan, klaim telah mengetahui Timur atau sebagiannya. Salah satu tema umum yang dipelajari adalah Nabi Muhammad Saw.
Di program baru ini, kami akan mengetengahkan pandangan para oriantelis tentang Nabi Muhammad Saw dan mencoba untuk meninjau perubahan pandangan mereka.
Realitas Timur dalam arti terdalamnya melampaui Asia dan bahkan sampai ke sebagian besar Afrika. Ajaran budaya Timur menekankan keunggulan spiritual atas materi, kebermaknaan hidup dan telah memperjelas status tinggi manusia dalam sistem eksistensi. Pandangan singkat tentang sejarah kuno peradaban Timur yang besar mengungkapkan bahwa agama dan spiritualitas adalah unsur pemersatu budaya Timur yang paling penting dan bahwa kebenaran abadi yang dibawa para nabi ilahi kepada umat manusia sepanjang sejarah adalah pusat peradaban Timur.
Pemikiran kaum orientalis, dalam perhatian khususnya pada dunia Islam, telah menantang Islam di segala bidang sambil mencoba memahami agama, sumber dan akarnya. Barat pernah mengalami otoritas Islam bahkan di Maroko, di Andalusia, dan kemunculan Islam sejak awal dianggap oleh orang-orang Kristen yang setia sebagai peristiwa yang luar biasa. Dari sini, beberapa sejarawan peradaban Eropa, dengan rasa bahaya dari kekuatan Islam, berusaha sekuat tenaga untuk mempublikasikan apa saja melawan Islam dan Nabi Muhammad Saw serta membuat fitnah yang paling menjijikkan dan penghinaan tentang Rasulullah Saw. Bahkan orang yang menonjol, seperti Voltaire, yang kemudian merevisi pandangannya tentang Islam, menulis drama menentang Nabi dan ditampilkan di Perancis.
Sedemikan luasnya cara pandang negatif dan fanatik ini, sehingga sejauh penulis buku Muhammad di Eropa di pendahuluan teks Inggrisnya menulis, "Dalam karya-karya mayoritas penulis Eropa, Muhammad digambarkan sebagai seorang pria dengan ketidaksempurnaan moral yang besar..."
Barat berusaha menghancurkan, memutarbalikkan, salah mengartikan dan salah menggambarkan tokoh-tokoh terkemuka untuk merongrong Islam dari ketinggian martabatnya, serta untuk menumbangkan intelektual masyarakat Islam. Dalam hal ini, berbagai kelompok peneliti Islam di Eropa masing-masing berurusan dengan kepribadian Nabi.
Dalam pengertian yang paling optimistis, sebagian besar orientalis entah tidak memiliki akses ke ajaran-ajaran Timur yang asli atau tidak dapat menangkapnya dalam ruang mental mereka sendiri. Oleh karena itu, budaya dan peradaban Timur telah dideskripsikan sebagai sangat rusak dan tidak memadai bagi orang Barat sehingga telah membuat citra yang sia-sia dari tradisi Timur. Dengan demikian, dalam penelitian mereka, kami menemukan bahwa orientalis pertama, dengan asumsi spesifik, memberikan laporan yang tidak akurat dan hampir kosong. Sekelompok pemikir, terutama di abad ke-5, membuat studi yang lebih tulus, dan para peneliti telah memperoleh hasil luar biasa dalam beberapa dekade terakhir.
Sayangnya, orientalisme ilmiah secara diam-diam terikat pada tujuan-tujuan politik, dan bahkan beberapa orientalis telah mendapat kritik serius. Annemarie Schimmel, dalam esainya tentang kualitas komunikasi dan praktik Orientalisme, dan khususnya penguasa gereja tentang Islam menulis:
"Dari semua agama yang ditemui oleh agama Kristen, agama Islam adalah yang paling disalahpahami dan merupakan hasil dari serangannya yang parah. Gambaran yang ada dalam pikiran para narator di abad pertengahan tentang Islam dan Nabi Muhammad benar-benar telah terdistorsi. Perubahan ini terkadang mengambil dimensi sedemikian rupa sehingga Muhammad, yang umumnya ditulis dan diucapkan sebagai Mahomet di Barat, dianggap semacam dewa yang mahakuasa dan ia berbicara tentang penyembahan patung emas!"
Tingkat distorsi dan kesalahpahaman terhadap agama yang bahkan melarang tanda-tanda terkecil dari penyembahan berhala dan nabinya menyebut dirinya sebagai hamba Allah, dapat disebabkan oleh kesalahpahaman bahasa agama Islam. Selama tahun-tahun (1143 - 1616 M) beberapa sarjana ditemukan yang secara bertahap mempelajari al-Quran dan bahasa Arab. Annemarie Schimmel menulis tentang karya kelompok orientalis ini pada abad keenambelas dan ketujuhbelas:
"Saya yakin bahwa (di antara mereka yang menuduh Islam memiliki kekurangan) hanya ada beberapa yang telah melakukan studi terhadap al-Quran, dan ada jauh lebih sedikit dari mereka yang benar-benar membacanya, dimana telah mencoba memberikan kata dan frasa di dalamnya makna yang tepat sesuai kata tersebut..."
Pada tahun 1842 M, Gustav Weil berusaha mengomentari kehidupan Muhammad Saw berdasarkan pemisahan sesuai peristiwa sejarah. Di dekade-dekade setelahnya, William Muir, Aloys Sprenger dan Margoliouth ingin membuat wajah negatif dari Muhammad Saw dengan mendistorsi citra Muhammad yang merupakan kumpulan sempurna semua kebajikan sepanjang sejarah para nabi dan menyebut beliau dalam kondisi terbaik hanyalah seorang pembaharu masyarakat.
Karl Heinrich Emil Becker pernah menulis, "Kita tahu banyak tentang memberikan aspek ilusi pada pribadi Muhammad, tetapi kita tidak tahu banyak tentang cara adil berurusan dengannya."
Salah seorang orientalis yang banyak melakukan penelitian tentang sejarah Islam dan benar-benar dikritik oleh bahkan non-Muslim adalah Henri Lammens. Ilmuwan Kristen George Jordac telah mengkritik dengan bijak seraya menyesalkan atas kritik pendeta Belgia ini dan menganggap karya-karya seperti itu bertentangan dengan semangat sains dan metode ilmiah.
Seiring waktu, meskipun sikap menjadi agak adil dan mulai dilakukan penelitian, tidak ada upaya yang dilakukan untuk memahami pesan Nabi dan ajarannya di Barat. Kemunculan dan kebangkitan Eropa modern selama Renaisans, yang ditentukan oleh kemajuan ilmiah dan teknologinya, tidak dapat menghentikan konflik dengan kepribadian agung dan spiritual Nabi dan menghilangkan ketakutannya akan penyebaran Islam. Sekalipun demikian, Muhammad bagaikan cahaya yang bersinar dalam kegelapan dunia ini, membawa pesan terbesar tentang martabat, hak asasi dan kebebasan manusia, dan ia telah menjadi mentor bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah.
Muhammad Saw memikat hati setiap manusia. Kenyataan ini memaksa para orientalis untuk mengakui kepribadiannya yang luar biasa dan ajarannya yang berpengaruh. Annemarie Schimmel dalam hal ini menulis, "Muhammad Saw adalah pelita Islam. Cahaya yang menerangi kegelapan dunia di mana para hadirin berkumpul. Ia adalah lilin yang menyala, sehingga hati manusia seperti laron yang terbang mengitarinya."