Bulan Rajab, salah satu bulan besar Islam. Bulan yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya. Kebesaran bulan Rajab semakin tinggi dengan kelahiran salah satu Ahlul Bait Nabi.
Hari pertama bulan Rajab dihiasi kelahiran Imam Kelima Muslim Syiah, Imam Muhammad Baqir as. Rajab adalah nama salah satu sungai di surga yang memiliki air berwarna putih lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Oleh karena itu barangsiapa yang di bulan Rajab ini mensucikan diri dari kekotoran jiwa dan dosa, dan mengambil manfaat darinya, maka ia seperti sungai itu, jiwa dan ruhnya bersih dan suci.
Tibanya bulan Rajab pada hakikatnya adalah sampainya kabar gembira tentang kelahiran kembali hamba-hamba Tuhan. Hamba-hamba yang setiap saat tenggelam dalam dunia materi, di bulan ini sibuk beribadah kepada Allah Swt untuk menutupi hari-hari itu dan memperkokoh penghambaannya.
Rasulullah Saw dalam mengenalkan penggantinya terkadang menyebutkan secara mutlak dan universal bahwa mereka seluruhnya dari Quraisy, dan terkadang pula di hadis lain menyebutkan nama mereka satu persatu. Rasul juga di hadis lain terkadang menyebutkan penggantinya ini dengan keutamaan dan sifat-sifat mulia mereka.
Terkait Imam Muhammad al-Baqir as, Rasulullah Saw bersabda, "Ketika masa Husein berlalu, Ali bin Husein akan memegang tampuk Imamah dan Allah Swt akan menganugerahkan anak kepadanya di mana namanya sama dengan namaku dan ia adalah orang yang paling mirip denganku. Ilmunya adalah ilmuku, hikmahnya adalah hikmahku. Ia akan memegang Imamah setelah ayahnya."
Para Imam yang menjadi pembimbing umat ke arah kebahagiaan menghadapi kehidupan yang sulit di kehidupannya dan mereka mempermudah jalan manusia untuk meraih petunjuk.
Imam Muhammad Baqir as hidup di puncak kekuasaan dan ketamakan Bani Umayah serta Bani Abbasiyah. Di kondisi seperti ini, Imam bangkit mengobarkan revolusi budaya dan memberi kehidupan baru di ajaran Syiah. Oleh karena itu, melalui perencanaan sistematis dan universal, Imam memulai setiap langkahnya.
Imam Muhammad Baqir mulai mengajarkan ilmu dan pengatahuan yang di zaman imam sebelumnya sulit untuk diajarkan karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Ini merupakan manifestasi dari hadis Rasulullah Saw, "Imam dan al-Quran tidak pernah berpisah."
Imam Baqir di kondisi politik yang sulit dalam prakteknya telah membuktikan bahwa al-Quran dan ilmu tidak berpisah dan para Imam Maksum adalah pembawa ilmu dan al-Quran. Perbedaan antara gerakan ilmiah Imam Baqir as dan aliran ilmiah saat ini adalah poin ini. Umat manusia saat ini butuh untuk belajar bahwa menuntut ilmu harus di jalan Tuhan.
Early Shi'i Thought : The Contribution of the Imam Muhammad al-Baqir, karya Dr. Arzina R. Lalani peneliti The Institute of Ismaili Studies, London. Buku ini diterbitkan lembaga Ismaili London tahun 2000.
Imam Muhammad al-Baqir adalah salah satu Muslim paling terpelajar di usianya, dan memainkan peran penting dalam sejarah Islam awal. Sekaligus pemimpin dan cendekiawan serba bisa di dunia Muslim abad kedelapan, ia juga seorang otoritas dalam penafsiran Al-Qur'an, tradisi Nabi, dan semua hal yang berkaitan dengan ritual, ritual, dan praktik Islam.
Arzina Lalani mengeksplorasi kontribusi penting al-Baqir pada pemikiran Islam pada periode awal pembentukannya, kontribusi yang sangat kuat untuk mempengaruhi perkembangan hukum, teologi, dan praktik keagamaan Syiah. Karya Dr. Lalani menyajikan kisah sistematis pertama tentang kehidupan, karier, dan ajaran para termasyhur abad ke delapan yang cemerlang ini.
Di bukunya ini, Lalani mengkaji pemikiran Imam Baqir as di masa hidupnya. Pertama-tama, ia berusaha menjelaskan nasib Syiah pasca meninggalnya Rasulullah Saw,,,gerakan politik, kebangkitan dan aliran pemikiran yang saat itu marak membahas isu-isu teologi dan pemikiran.
Ia juga menyinggung isu-isu penting seperti wilayah dan kepemimpinan, sifat-sifat Imam, tauhid, sunah, hadis nabi yang merupakan masalah enting serta di masa yang diwarnai dengan beragam ideologi serta pemikiran di masyarakat Islam saat itu dan membutuhkan jawaban komprehensif, penulis memanfaatkan ungkapan dan hadis Imam Baqir.
Di sinilah posisi Imam Baqir as sangat menonjol dan penting serta secara praktis menjadi rujukan untuk menjawab setiap pertanyaan ilmiah masyarakat Islam. Ketika peluang jihad seperti metode Imam Husein as tertutup, jihad ilmiah yang dipelopori Imam Muhammad Baqir as terbuka lebar.
Menurut para pakar, Imam Baqir as memulai jihad ilmiah dalam tiga fase. Pertama-tama beliau menyeru seluruh umat manusia menuntut ilmu. Di bagian lain Imam Baqir memerintahkan untuk menyebarkan ilmu dan selain membentuk budaya, manusia juga dianjurkan untuk menulis buku. Hal ini karena ilmu merupakan dasar setiap pekerjaan, pembentukan ideologi dan menyehatkan pemikiran.
Jika kita menginginkan ilmu marak di tengah masyarakat, maka pertama-tama pentingnya menuntut ilmu, nilai dan keagungan ulama serta tujuan menuntut ilmu harus disebarkan. Imam Baqir as dengan baik melaksanakan langkah pertama ini dengan mejnelaskan hadis dan perkataan serta nasehat penting di bidang ini.
Imam Baqir as menerapkan strategi revolusi kultural melalui penyebaran dan pengembangan Islam. Dengan seluruh daya upayanya, Imam Baqir berusaha menyelamatkan umat dari kesesatan dan kegelapan dengan menyusun dan menghimpun kembali ajaran Islam yang diwariskan Rasulullah Saw.
Imam Baqir membangun pondasi madrasah keilmuan dan budaya. Kelak, pondasi itu terus dilanjutkan pembangunannya oleh putra beliau, Imam Jakfar Shadiq as. Perjuangan ilmiah dan reformasi kebudayaan yang dijalankan Imam Baqir as di masa-masa akhir abad pertama hijriah, sejatinya merupakan pengantar untuk mengaplikasikan pemikiran dan nilai-nilai Islam serta meningkatkan kecerdasan umat. Untuk itu, Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin as dikenal dengan julukan Bagir Al Ulum, sang penyibak ilmu pengetahuan.
Imam Baqir meski sibuk melakukan aktivitas keilmuan dan budaya, namun tidak melalaikan masalah politik dan sosial. Beliau selalu memprotes penguasa lalim dan penindas. Demi menyadarkan masyarakat, Imam Baqir menjelaskan kriteria pemimpin yang adil dan saleh sehingga masyarakat bisa mengukur para penguasa dengan standar itu dan memahami kelemahan serta penyimpangan mereka.
Menurut prespektif Imam Baqir as, menuntut ilmu saja tidak cukup, tapi harus dibarengi dengan pengamalan dan penyebarannya. Di sebuah hadis, Imam Baqir berkata, "Siapa saja yang mengajarkan petunjuk, maka pahalanya sama dengan orang yang mengamalkannya dan pahala orang yang mengamalkan tidak akan berkurang."
Usia Imam Baqir as 57 tahun dan masa Imamah beliau 10 tahun. Masa kehidupan Imam Baqir as merupakan fase yang tepat untuk menyebarkan ajaran dan ideologi Islam. Oleh karena itu,keistimewaan Imam Baqir adalah peletak dasar revolusi budaya dan kebangkitan ilmiah Syiah, bahkan Islam.
Salah satu metode Imam Baqir as untuk menyadarkan opini publik dan mengenalkan posisi unggu Ahlul Bait adalah berdialog dengan para penentang.
Imam Ja’far Ash-Shadiq as menceritakan, bahwa suatu ketika beliau berada di Syam bersama ayahnya (Imam Muhammad Al-Baqir as). Keberadaan mereka di Syam karena Khalifah Hisyam bin Abdul Malik meminta mereka untuk datang ke sana.
Pada suatu hari, Imam Al-Baqir as melihat kerumunan orang-orang di sebuah tempat. Semua sedang menantikan seseorang. Beliau menanyakan perihal mereka itu. Dijawab, “Mereka itu sedang menunggu salah seorang pendeta, karena ia hanya muncul setahun sekali. Mereka bertanya dan meminta fatwa darinya.”
Imam as ikut menunggu bersama mereka sampai pendeta tersebut datang. Tatkala pendeta itu melihat Imam, ia menyapa beliau, “Apakah Anda dari golongan kami atau dari umat yang perlu dikasihani ini?”
Imam as menjawab, “Aku dari umat ini.”
Pendeta bertanya lagi, “Dari orang awam umat ini atau dari ulamanya?”
Imam menjawab, “Aku bukan dari orang awamnya.”
Pendeta berkata lebih serius, “Aku punya beberapa pertanyaan untuk Anda; dari mana Anda percaya bahwa penghuni surga makan dan minum tapi mereka tidak buang air?”
Imam as menjawab, “Bukti kami adalah janin yang ada dalam rahim ibunya. Ia makan tapi tidak buang kotoran.”
Pendeta itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang setenggat waktu yang tidak terhitung malam juga tidak terhitung siang.”
Imam as menjawab, “Waktu di antara terbitnya fajar dan terbitnya matahari.”
Mendengar jawaban-jawaban Imam as, sang pendeta terkejut. Ia ingin sekali membungkam Imam dengan pertanyaan lain. Ia berkata, “Kabarkan kepadaku tentang dua bayi yang keduanya dilahirkan pada hari yang sama dan meninggal pada hari yang sama juga. Umur bayi yang pertama 50 tahun dan yang kedua 150 tahun.”
Imam as menjawab, “Uzair dan saudaranya, saat itu usia Uzair 25 tahun. Tatkala melewati suatu desa di Antakia yang ditinggal mati oleh penduduknya, ia merenung, ‘Bagaimana Allah akan menghidupkan penduduk ini setelah kematian mereka?’
“Kemudian Allah SWT mematikan Uzair selama 100 tahun, lalu membangkitkannya lagi dan ia kembali ke rumahnya dalam keadaan muda, sementara saudaranya sudah tua-renta. Uzair hidup bersama saudaranya selama 25 tahun, dan kedua bersaudara itu pun meninggal pada hari yang sama.”
Melihat keluasan dan ketinggian ilmu Imam Al-Baqir as ini, pendeta itu lagi-lagi takjub. Tak ayal lagi, ia pun menyatakan keislamannya di depan khalayak, dan diikuti oleh sahabat-sahabatnya.