Makam suci Imam Ridha as sejak dahulu hingga kini menjadi lokasi ziarah umat Muslim, khususnya pengikut Syiah. Setiap hari di hari-hari seperti ini, ribuan peziarah dari berbagai bangsa dan budaya berbeda, berbondong-bondong menuju makam suci Imam Ali bin Musa as untuk menunjukkan kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw dan Ahlulbainya yang suci.
Banyak pecinta Imam Ridha as berjalan kaki dari berbagai kota menuju kota Mashhad, namun tahun ini di tengah pandemi Corona diberlakukan pembatasan bagi para peziarah manusia suci ini. Saat ini, demi menjaga keselamatan diri dan orang lain, para pecinta Imam Ridha berziarah kepada beliau dari jauh. Mereka berziarah dari jauh seraya mengucapkan salam, اَللّهُمَ صَلِّ عَلی علی بن مُوسَی الِّرِضا المَرُتَضی اَلاِمامِ التَّقیِّ النَّقیِّ وَ حُجَتِکَ عَلی مَن فَوقَ الاَرضِ و َمَن تَحت الثَّری اَلصِدّیقِ الشَّهیدِ صَلاةً کَثیرَةً تآمَّةً زاکِیَةً مُتَواصِلَةً مِتَواتِرَةً مُتَرادِفَة کَاَفضَلِ ما صَلَّیتَ عَلی اَحَدٍ مِن اولیائِکَ.»
Di antara anak Imam Musa bin Jakfar as, Ali bin Musa paling alim, mulia dan zuhud. Setelah ayahnya, Imam Ridha as memegang tampuk imamah dan pemimpin umat Muslim. Dari 20 tahun imamah Imam Ridha as, 17 tahun dihabiskan di kota Madinah dan di antara Ahlulbaitnya. Dari Madinah beliau memimpin dan membimbing umat Islam.
Imam Ridha as juga mengumpulkan murid-murid ayahnya dan beliau sibuk mengajar dan menyempurnakan hauzah ilmiah yang dibentuk kakeknya, Imam Jakfar Sadiq as. Keberadaan Imam Ridha as di kota Madinah berhasil mempengaruhi seluruh ilmuwan dan tokoh politik serta sosial Hijaz. Beliua menjadi tempat rujukan masyarakat baik di bidang materi maupun spiritual.
Ketika Makmun yang diluarnya ingin menyerahkan posisi putra mahkota kepada Imam Ridha as, beliau berkata, “Menurut Saya posisi putra mahkota tidak akan meningkatkan posisiku, karena ketika Saya di Madinah, posisiku sudah tinggi sehingga suratku terkirim ke timur dan barat pemerintahan Islam. Di sana tidak ada yang lebih mulia dari Saya dan siapa saja yang memiliki hajat, mereka meminta dariku. Dan Aku pun memenuhi kebutuhan dan permintaan mereka sesuai dengan kemampuanku.”
Perjalanan Imam Ridha (as) dari Madinah ke Marv adalah salah satu fase terindah dalam kehidupan Imam. Kafilah yang membawa Imam Ridha (as) selama perjalanannya akan disambut dengan sambutan hangat oleh orang-orang yang sangat ingin mengunjungi cucu Nabi Saw. Nishabur adalah salah satu kota dalam perjalanan menuju Imam Reza (as). Kota Nishabur yang memiliki pusat ilmiah, adalah salah satu kota di mana orang-orangnya, terutama para ilmuwan dan elitnya, sangat ingin belajar lebih banyak tentang ajaran-ajaran pembebasan dari Ahlulbait Nabi Saw.
Imam kedelapan Syiah ini dengan wajah yang memikat dan penuh spiritual serta mengenakan pakaian yang sederhana tampil di hadapan halayak. Semua orang yang hadir tengah menanti ucapan berharga beliau. Halayak diam menanti sabda manusia suci ini dan pengajarannya atas ajaran Ilahi. Imam kemudian berkata, “Aku mendengar dari ayahku Musa bin Ja'far, dia berkata mendengar dari ayahnya, Ja'far bin Muhammad yang berkata mendengar dari ayahnya Muhammad bin Ali yang berkata mendengar dari ayahnya Ali bin al-Husain yang mendengar dari ayahnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as yang berkata mendengar dari Rasulullah saw yang berkata mendengar dari Jibril as yang berkata, Allah swt berfirman:
Kalimat Laa ilaha illaLlah adalah pagar dan bentengku. Barang siapa yang masuk kedalamnya maka dia akan aman dari azab. Setelah itu Imam Ridha as berkata, “Tapi dengan syarat-syaratnya, dan aku adalah salah satu dari syarat-syarat itu.”
Ahlulbait Nabi Saw adalah pemimpin manusia yang membimbing mereka ke arah kebahagiaan dan pengetahuan serta menyelamatkan mereka dari kebuntuan dan kegelapan. Di antara pengaruh yang berikan para Imam dan pemimpin saleh kepada masyarakat adalah gerakan ke arah kesempurnaan. Oleh karena itu, setiap masyarakat yang menjadikan ajaran para pemimpin seperti Imam Ridha as sebagai panutannya, maka mereka tidak akan terjebak di kekakuan pemikiran dan keletihan.
Karakteristik moral, kezuhudan dan ketakwaan Imam Ridha as bahkan dipuji oleh musuhnya. Beliau sangat bersahaja dan penuh welas asih saat berhubungan dengan masyarakat dan tidak pernah merasa terpisah dari rakyat.
Salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, serta para pecinta bahkan musuh-musuh beliau.
Salah seorang sahabat Imam as berkata, "Setelah menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, beliau as selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang terhadap anggota keluarga dan orang-orang sekitarnya. Setiap kali menyambut hidangan makan, beliau as selalu memanggil anak kecil, orang dewasa bahkan para pekerja." Ketika para budak tidak memperoleh hak-hak minimalnya, Imam Ridha as memperlakukan mereka dengan baik dan penuh kasih sayang. Mereka mendapat tempat dan dihormati di rumah sang Imam. Mereka banyak belajar etika dan nilai-nilai kemanusiaan dari Sang Imam. Selain memperlakukan mereka dengan kasih sayang, Imam as senantiasa menasehati bahwa jika kalian tidak memperlakukan manusia dengan seperti ini, maka kalian telah menzalimi mereka.
Salah seorang yang menyertai Imam Ridha as berkata, "Dalam perjalanan ke Khorasan, aku menyertai Imam Ridha as. Suatu ketika Imam meminta dihidangkan makanan. Beliau as mengumpulkan seluruh rombongan di dekat jamuan, termasuk para budak dan orang-orang lain. Aku berkata kepada beliau: "Wahai Imam, sebaiknya mereka makan di tempat lain." Beliau berkata: "Tenanglah! Pencipta kita semua adalah satu, ayah kita adalah Nabi Adam as dan ibu kita semua adalah Hawa. Pahala dan siksa bergantung pada perbuatan masing-masing."
Ketika berusia 35 tahun Imam Ridha as memegang tugas Imamah dan membimbing umat Islam. Imamah Imam Ridha as berlansung selama 20 tahun. Setiap ucapan beliau menunjukkan semangat untuk meraih keridhaan Allah Swt, oleh karena itu beliua dikenal dengan julukan Ridha, yakni orang yang telah meraih puncak kesempurnaan akhlak dan rela atas apa yang diberikan oleh Tuhan.
Ajaran dan bimbingan ilmiah, ideologi dan politik Imam Ridha as yang bersumber dari Islam yang otentik membuat Khalifah Makmun sangat khawatir, karena setiap hari masyarakat Muslim semakin menyadari akan keluasan ilmu dan keutamaan Imam Ridha as. Masyarakat pun sadar akan keunggulan beliau. Kesadaran masyarakat atas posisi unggul Imam Ridha membuat rakyat meragukan Makmun dan kekuasaannya, meski ia sendiri berulang kali memuji keagungan ilmiah dan pengaruh spiritual Imam Ridha as, namun karena ia terjebak di rawa haus kekuasaan maka Makmun hanya berpikir untuk mempertahankan kekuasaannya.
Makmun berjalan sambil diam dan tangannya memetik buah anggur di bejana serta memakannya. Kemudian ia maju dan mencium kening Imam. Ia memberi seikat anggur kepada Imam dan berkata, Wahai anak Rasulullah! Aku tidak melihat anggur yang lebih baik dari anggur ini. Imam menjawab, “Tapi anggur surga lebih baik dari yang ini. Makmun kemudian berkata, silahkan makan anggur ini. Imam menolaknya. Tapi Makmun bersikeras memberi buah yang telah diracun kepada Imam.
Imam tersenyum dengan kecut. Saat itu, kulit beliau langsung pucat dan kondisinya berubah. Kemudian beliau melempar anggut tersebut ke tanah dan bangkit. Dengan lesu, beliau berjalan. Abu Salt, salah satu sahabat dekat Imam Ridha yang tidak menyadari apa yang terjadi dengan Imam, sangat gembira ketika menyaksikan Imam muncul. Ia gembira karena berada di sisi salah satu keturunan Rasulullah, Imam Ridha as. Menurutnya adalah mentari yang menerangi hati-hati yang telah siap dan memberi mereka kehidupan.
Abu Salt yang tengah merenung akhirnya menyadari kondisi tak wajar Imam Ridha as. Ia menyadari bahwa Makmun telah menggunakan tipu daya terakhirnya. Ia kemudian melolong dan menangis, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak lama kemudian Imam Ridha as gugur syahid. Hari itu adalah hari terakhir di bulan Safar tahun 203 H.
Meski Imam Ridha gugur syahid dalam kondisi terasing, namun cahaya hidayahnya yang disampaikan Allah Swt melalui Ahlulbait Nabi untuk kebahagiaan manusia tidak pernah padam.