Imam Shadiq as, Sang Pemimpin Ilmu Pengetahuan telah Pergi

Rate this item
(0 votes)
Imam Shadiq as, Sang Pemimpin Ilmu Pengetahuan telah Pergi

 

Imam Shadiq as adalah imam Syiah keenam. Nama panggilan beliau (kunyah) adalah Abu Abdillah, Abu Ismail, dan Abu Musa.

Gelar terkenal beliau adalah Shadiq yang menurut riwayat ini adalah gelar teresar yang diberikan oleh Rasulullah Saw. Di berbagai riwayat terkait karakteristik akhlak Imam Shadiq as disebutkan beliau orang zahid, gemar berinfak, memiliki ilmu yang tinggi, senang beribadah dan membaca al-Quran. Mohammad bin Talhah, salah satu ulama Ahlu Sunnah menyebut Imam Shadiq as sebagai tokoh Ahlul Bait terbsar, memiliki ilmu tinggi, ahli ibadah, zuhud dan gemar membaca al-Quran. Malik bin Anas, salah satu imam fiqih Ahlul Sunnah meriwayatkan bahwa ia untuk beberapa waktu berada di dekat Imam Shadiq as dan ia selalu menyaksikan Imam berada di salah satu kondisi, shalat, berpuasa atau berzikir.

Tokoh besar Islam yang bukan saja dihormati pengikutnya, juga mendapat rasa hormat dari kawan dan lawan. Ulama Ahlu Sunnah juga sangat menghormati tokoh besar dan keturunan Rasulullah ini.

Manusia agung ini setelah menghabiskan usianya untuk berjuang, membela dan menyebarkan ajaran Islam serta menjaga umat Islam dari penyimpangan akhirnya gugur syahid pada 25 Syawal 148 H.

Teman-teman dan kerabat Imam tiba di rumah satu demi satu. Imam sendiri telah meminta mereka untuk berkumpul di depannya di saat-saat terakhir hidupnya. Imam meneguk air. Kondisi Imam membuat semua orang khawatir dan sebagian justru menangis dengan hebat. Imam Shadiq as memanggil mereka dengan tenang dan meminta mereka untuk tetap diam dan mendengarkan dengan baik.

Imam kemudian berkata, "Saya telah mengundang kalian ke tempat ini sehingga dapat mendengar kata-kata saya di saat-saat terakhir." Untuk beberapa menit ruangan menjadi sunyi. Semua orang yang hadir di situ ingin tahu mengapa Imam memanggil mereka.

Wajah Imam Shadiq as berubah. Perlahan-lahan beliau membuka bibirnya dan berkata, "Syafaat kami bukan untuk mereka yang menganggap ringan shalat." Ini adalah nasihat terakhir dari Imam Shadiq as. Dunia Islam dalam kesedihan karena kehilangan pribadi yang hebat dan merasakan kesedihan yang mendalam akan kepergian Imam Shadiq as pada 25 Syawal 148 HQ. Ruh suci Imam Shadiq as di hari ini telah bergabung dengan alam malakuti yang tinggi dan damai di sisi Allah Swt.

Era tiga Imam; Imam Sajjad, Baqir dan Shadeq as dapat dikata sebagai periode penjelasan intelektual, ilmiah, dan budaya Islam murni. Selama periode ini, Imam Sajjad as melalui upaya ilmiahnya dan melalui doa dan munajat, membangun kembali fondasi Islam murni. Melanjutkan gerakan beliau, Imam Baqir as menjelaskan geometri dan kerangka Islam Nabi dan Alawi dengan prinsip-prinsip dan prinsip-prinsip dan cabang agama, dan kemudian Imam Sadiq as mendirikan fondasi agama di atasnya dan menguatkan otoritas ilmiah, agama, dan politik para imam.


Umur penuh berkah Imam Shadiq as 65 tahun dari selama 34 tahun, beliau memikul tanggung jawab sensitif sebagai Imam dan pemimpin umat. Selama tahun-tahun ini, Imam Shadiq as juga memimpin komunitas ilmiah dan intelektual masyarakat. Munculnya konflik antara dua keluarga Bani Umayah dan Bani Abbasia memberikan kesempatan besar bagi Imam Shadiq as untuk menjaga Islam dari bahaya pengalihan yang direncanakan oleh para penguasa.

Pada akhir rezim Bani Umayah, situasi masyarakat Islam sangat rapuh. Kekuasaan dan tirani para penguasa Umayah membuat orang menderita. Kemiskinan dan korupsi menyelimuti masyarakat, dan moralitas serta spiritualitas dalam hubungan masyarakat meredup. Ajaran al-Quran dan hadis Nabi, yang seharusnya mengantarkan manusia kepada kesempurnaan dan mendidik sifat-sifat baik di tengah masyarakat menjadi alat di tangan yang kuat.

Di sisi lain, banyak sekte dan kelompok, dengan berbagai gagasan dan pemikiran, berupaya menyebarkan filosofi ateis dan khurafat di kalangan masyarakat. Dalam situasi yang bergolak ini, Imam Shadeq as, setelah ayahnya, Imam Baqir as, mengambil beban kepercayaan ilahi dan memikul tanggung jawab memimpin umat Islam.

Imam Jakfar Shadeq as memiliki puncak ilmu yang tinggi dari pengetahuan dan menjadi sumber makrifat bagi dunia. Imam Shadiq as adalah ahli pemikiran di berbagai cabang ilmu pengetahuan dan dengan pikirannya yang tinggi berhasil mendidik para ulama. Sejarah mencatat sekitar 4.000 orang yang telah menjadi murid langsung atau tidak langsung Imam Shadiq as dan yang telah belajar di banyak bidang dari ilmu pengetahuan alam hingga filsafat, fiqih dan sejarah dan membawa budaya dan pemikiran Islam ke orang lain.

Kuliah Imam Sadiq as menjadi pusat perhatian para intelektual dengan berbagai pandangan dan keyakinan. Di sekolah ilmiah Imam, bahkan mereka yang tidak percaya pada agama-agama samawi, dengan bebas berpartisipasi dan menyampaikan pemikiran mereka, dan Imam Shadiq as menjawab semuanya dengan penuh ketelitian.

Mir Ali India, seorang tokoh Ahli Sunnah waktu itu mengatakan tentang posisi ilmiah Imam Shadiq as, "Penyebaran ilmu-ilmu pada masa itu terbantu oleh Imam Shadiq as, pemikiran menjadi bebas dan mengambil pemikiran darinya. Diskusi filosofis dan intelektual di semua masyarakat Islam menjadi populer. Kita tidak boleh lupa bahwa orang yang memimpin gerakan intelektual ini di dunia Islam adalah cucu Ali ibn Abi Thalib as yang dikenal dengan nama Imam Shadiq as. Dia adalah pribagi yang cakrawala berpikirnya sangat terbuka dan kecerdasan serta pemikirannya Itu sangat dalam. Bahkan, ia adalah yang pertama mendirikan sekolah intelektual di dunia Islam."

Di masa ketika perubahan budaya dan benturan berbagai pemikiran dan akidah menjadi masalah harian masyarakat Islam, Imam Shadiq as melakukan dialog dan diskusi dengan para pemilik akidah dan pemikran. Beliau mendengarkan pandangan mereka dan memberikan jawaban berdasarkan logika yang kuat dan penjelasan yang terang.

Abu Hanifah mengatakan, "Suatu hari, Khalifah Manshur Dawaniqi, Khalifah Kedua Bani Abbasiah, mengirim seseorang kepadaku dan berkata, 'Wahai Abu Hanifah! Masyarakat begitu tertarik dengan Jakfar bin Muhammad. Ia memiliki basis sosial di tengah-tengah masyarakat. Engkau bertugas untuk mengurangi ketertarikan ini agar masyarakat menjauh darinya. Oleh karenanya, engkau segera menyiapkan masalah yang benar-benar rumit dan pada waktu yang tepat tanyakan itu kepadanya.' Saya menyiapkan sekitar 40 masalah yang sulit.

Suatu hari, Manshur memanggil saya. Ketika saya tiba dihadapannya, saya melihat Jakfar bin Muhammad sedang duduk di sebelah kanannya. Saya begitu terkesima dengan kewibawaan dan keagungannya, sehingga sulit untuk menjelaskannya. Ketika melihat Manshur, Khalifah Bani Abbasiah, ia tidak memiliki kewibawaan itu. Akhirnya dengan permintaan Manshur, saya menyampaikan satu persatu dari empat puluh pertanyaan kepadanya. Jakfar bin Muhammad dengan penuh kesabaran dan penguasaan yang luas biasa menjawa semuanya. Ia menjelaskan akidah semua kelompok. Di sebagian masalah, ia seakidah dengan kami dan di bagian lainnya sepakat dengan pendapat ulama Madinah. Terkadang beliau menolak dua pendapat itu dan menjelaskan pendapat ketiga. Saya tidak pernah melihat orang yang lebih ahli fiqih dan lebih berilmu dari Jakfar bin Muhammad. Ia orang paling pandai dari umat ini."

Imam Shadiq as di masa kehidupannya yang penuh berkah selalu memiliki keakraban khusus dengan al-Quran dan dengan banyak ungkapan, beliau menyebut keakraban dengan al-Quran merupakan sumber keselamatan dan keberuntungan manusia serta mengajak semua orang untuk lebih akrab dengan al-Quran. Beliau senantiasa bersama al-Quran baik secara lahiriah dan bathiniah. Sebagaina beliau sendiri pernah berkata, "Saya mencari sesuatu yang bisa kuakrabi dan di baliknya akan menemukan ketenangan dan itu adalah membaca al-Quran." Beliau pernah berkata, "Al-Quran adalah sebuah perjanjian antara pencipta dan makhluk. Sudah selayaknya bila seorang muslim setiap hari melihat surat perjanjiannya dan setidaknya membaca lima puluh ayat darinya."

Dalam sebuah ucapan dari Imam Shadiq as disebutkan, "Seseorang yang mampu menghentikan kemarahannya, padahal ia dapat menunjukkannya, Allah Swt akan memenuhi hatinya di hari kiamat dengan keridhaan-Nya."

Suatu hari, seseorang dari keluarga Imam Shadiq as karena satu masalah di belakang beliau berbicara yang tidak baik tentangnya kepada orang lain. Imam Shadiq as mengetahui masalah ini dari seseorang dan ketika beliau mendengar berita ini, beliau sangat tidak suka, tapi tanpa menunjukkan reaksinya, dengan tenang beliau bangkit dan mengambil wudhu dan menyibukkan diri dengan shalat. Seseorang yang hadir waktu itu mengatakan, "Saya beranggapan beliau akan melaknat seseorang dalam doa di shalatnya dan memohon kepada Allah agar mengazabnya. Tapi saya menyaksikan Imam Shadiq as setelah menyelesaikan shalat dan berdoa lalu berkata, 'Ya Allah! Saya telah memaafkannya dan memohon kepada-Mu dengan kebesaran dan kepemurahan-Mu agar memaafkannya dan tidak menyiksanya."

Image Caption
Pribadi luar biasa dengan sifat kemanusiaan yang sempurna serta keilmuwan yang luas membuat Imam Shadiq as begitu terkenal dan sangat berpengaruh di tengah masyarakat. Oleh karenanya, para penguasa taghut Abbasiah begitu membenci beliau. Sedemikian benci, sampai mereka memutuskan untuk membunuh beliau dan untuk itu mereka meracuni beliau. Baqi' adalah tanah yang penuh berkah, dimana banyak manusia suci yang dimakamkan di sana, kuburan suci dari manusia tinggi dan pemberi petunjuk.

Kami mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas syahadah Imam Shadiq as dengan harapan para pengikut beliau mendapat rahmat Allah Swt.

Read 509 times