Normalisasi hubungan Turki dan Zionis Israel telah menjadi pembahasan terpenting di kalangan politik, media dan opini publik Turki sendiri. Surat kabar Milliyet, Turki menulis, Ahmet Davutoglu, Menteri Luar Negeri Turki dalam sebuah konferensi pers mengumumkan banyak masalah yang mengganjal hubungan Turki dan Israel selama ini telah berhasil diselesaikan dan hubungan Turki-Israel dengan segera menjadi normal kembali. Ia juga mengkonfirmasikan kemungkinan penandatanganan nota kesepakatan antara Turki dan Israel serta penentuan duta besar masing-masing.
 
Sebagaimana diketahui, menyusul serangan mematikan para komando rezim Zionis Israel terhadap kapal Mavi Marmara pada 2010 lalu yang mengakibatkan sejumlah warga Turki tewas dan luka-luka, hubungan diplomatik Turki dan Israel berada pada titik terendahnya. Sejak saat itu hingga kini, Turki mengajukan tiga syarat bila hubungan keduanya ingin kembali seperti semula; rezim Zionis Israel harus meminta maaf secara resmi terhadap Turki, membayar ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa kapal Mavi Marmara dan yang ketiga adalah pembatalan blokade Gaza.
 
Tapi dengan mencermati sejumlah faktor regional seperti transformasi Suria dan sejumlah kesamaan kepentingan antara Turki dan Zionis Israel, upaya keduanya untuk saling mendekati sudah dapat diprediksi. Zionis Israel selama ini berusaha untuk menghancurkan lingkaran muqawama dan harapan Turki untuk "menghapus" Bashar Assad dari kekuasaan mungkin merupakan dua faktor terpenting yang membuat Turki dan Zionis Israel menjadi semakin dekat.
 
Terlebih lagi ketika faktor ini semakin diperkuat oleh Amerika sebagai kekuatan transnasional yang membutuhkan partisipasi aktif sekutu regionalnya seperti Zionis Israel dan Turki dalam kancah politik Timur Tengah. Pemerintah Washington berkali-kali mengirim Menteri Luar Negeri John Kerry ke Turki dan Zionis Israel untuk mengingatkan peran mereka ini.
 
Selain itu, Amerika berharap perbaikan hubungan Turki dan rezim Zionis Israel akan menjadi awal bagi upaya menghancurkan isolasi politik terhadap rezim ini di tingkat regional, khususnya opini umat Islam. Rezim Zionis Israel sendiri menginginkan perbaikan hubungan dengan Turki dengan melihat pengaruh strategis Turki di kawasan dan pada saat yang sama, Turki juga membutuhkan dukungan finansial dan politik warga Yahudi dan pengaruh lobi-lobi Yahudi di lembaga-lembaga politik, keuangan dan perdagangan internasional.
 
Tapi masih ada faktor psikologi yang menjadi penghalang upaya pemerintah Ankara untuk memperbaiki hubungannya dengan rezim Zionis Israel. Faktor adalah kehendak opini publik dan masyarakat muslim Turki yang masih bersikeras pada satu syarat yang belum dipenuhi, yaitu membatalkan blokade Gaza. Hingga saat ini, pemerintah Ankara dengan syarat ini berusaha meraih posisi lebih tinggi dari kaum Muslimin Timur Tengah. Sekalipun sejak pernyataan Menlu Davutoglu, media-media Turki meragukan pemerintahnya akan tetap pada pendiriannya.