Tak diragukan lagi bahwa banyak negara yang dirugikan akibat intervensi asing diurusan internal mereka. Suriah dan Irak telah kenyang dengan pengalaman ini. Maka tak heran jika Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki memberi peringatan keras atas masalah ini. Ia mengatakan, negara-negara yang berani mencampuri urusan internal negara lain akan terbakar oleh api yang mereka nyalakan sendiri. Maliki menjelaskan, Irak dewasa ini bagian dari negara kawasan yang tengah terbakar.
Maliki menekankan, api yang terlanjur dikobarkan ini bukan hanya membakar mereka yang bodoh, perusak, kelompok ekstrim pro satu kabilah tertentu atau mereka yang memiliki ideologi arogansi, namun semua pihak akan turut terbakar akibat api tersebut.
Meski di pidatonya, Maliki tidak mengisyaratkan negara tertentu, namun sepertinya negara yang ia maksud adalah Turki. Khususnya pernyataan yang ia rilis setelah lawatan Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu ke wilayah Kurdistan Irak dan kunjungannya ke Kirkuk tanpa sepengetahuan pemerintah pusat Irak.
Statemen Maliki sebelumnya dengan jelas menyebut Turki dan menandaskan, "Peran Turki di tingkat regional amat penting, namun Ankara harus menghindari intervensi terhadap urusan internal negara lain." Ia menambahkan, Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan ketika menyerahkan kekuasaan telah mengajak pihak-pihak lain untuk menyelesaikan masalah dan isu-isu yang tersisa, namun masalah itu justru semakin parah akibat intervensi dan sikap Turki terhadap sejumlah negara tetangganya.
Lebih lanjut, al-Maliki menandaskan, interaksi Turki terhadap wilayah Kurdistan Irak sebagai satu negara independen tidak dapat diterima oleh Baghdad. Ia menegaskan,"Jika Turki ingin menjalin hubungan baik, maka Ankara harus menjalin hubungan dengan wilayah Kurdistan melalui pemerintah Baghdad, hal itu selaras dengan keinginan pemerintah Irak untuk menyelesaikan konflik yang akan menguntungkan rakyat kedua negara."
Kunjungan mendadak Davutoglu ke Kirkuk pada 2 Agustus membuat para pejabat Baghdad kesal dan menyebabkan ketegangan serius dalam hubungan Irak-Turki. Baghdad menuduh Ankara telah melanggar konstitusi dan kedaulatan Irak dengan kunjungan ke kota kaya minyak itu. Ditegaskannya, Davutoglu tidak pernah meminta atau memperoleh izin dari pemerintah Irak untuk masuk ke Kirkuk.
Provinsi Kirkuk, Irak merupakan bagian dari wilayah sengketa di utara negara itu. Wilayah penghasil minyak ini bersama dengan kontrak-kontrak minyak termasuk salah satu poin utama perdebatan antara Baghdad dan Pemerintah Otonom Kurdi di Arbil. Ankara mengimpor minyak dari wilayah Kurdistan, Irak tanpa persetujuan Baghdad meskipun pemerintah Irak berulang kali menekankan bahwa semua kontrak minyak di negara itu, termasuk di wilayah Kurdi harus melalui pemerintah pusat.
Kementerian Luar Negeri Irak kemudian menyatakan bahwa Turki telah meremehkan kedaulatan nasional Irak dan melanggar aturan hubungan internasional serta bertentangan dengan peraturan paling dasar dalam hubungan negara dan pejabat.
Pernyataan itu juga mengecam kunjungan tersebut dan menilainya sebagai campur tangan mencolok dalam urusan internal Irak. Ditambahkannya, Ankara harus siap menerima konsekuensi atas tindakan itu dan potensi efek negatif terhadap hubungan kedua negara.
Sementara itu, sepertinya kebijakan luar negeri Turki saat ini difokuskan pada dua negara, Irak dan Suriah. Kebijakan ini akan menjadi salah satu faktor yang mengancam stabilitas dan keamanan kawasan. (IRIB Indonesia/MF)