Kota Yerusalem (Selanjutnya disebut dengan kota Al-Quds) termasuk kota paling tua di dunia. Para sejarahwan tidak bisa memastikan kapan kota tersebut dibangun. Namun awal keberadaan kota ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan Masjid Al-Aqsha yang dibangun 40 tahun setelah pembangunan Ka'bah. Beberapa sumber historis menyebutkan bahwa sejak awal pembangunannya, kota ini adalah gurun tidak berlembah dan tidak tampak bebukitan.
Periode Islam di Al-Quds dimulai saat Rasulullah SAW melakukan Isra' dan Mi'raj dari Mekkah ke Palestina. Kemudian diteruskan oleh Khalifah Umar bin Khatab, saat masuk ke Al-Quds tahun 15 H/ 636 M (638 M menurut beberapa sumber lainnya). Masuknya Umar ini, setelah pasukan Islam dibawah komandan Abu Ubaedah bin Jarrah menang melawan pasukan Romawi. Namun penguasa Al-Quds saat itu, Patriarch Sophronius, meminta agar Umar sendiri yang menerima kunci kota secara langsung. Kemudian Umar membuat aturan yang disebut dengan " Konvensi Umar (al-Uhdah al-Omariah)". Nama kota saat itu masih bernama Elia, hingga akhirnya dirubah di masa Khilafah Abbasiah dengan nama Al-Quds.
Pada 9/12/1917-1918, Al-Quds jatuh ke tangan militer Inggris setelah jendral Edmund Allenby mengumumkan bahwa Palestina dibawah mandat Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa. Al-Quds kemudian menjadi ibukota Palestina dibawah mandat Inggris (1920-1948). Inggris mengumumkan menarik mundur dari Palestina pada tanggal 14/5/1948, dan pada tanggal itu juga dideklarasikan entitas negara Israel.
Setelah deklarasi itu, pasukan Arab membantu rakyat Palestina memerangi Israel di barat Al-Quds. Namun Arab dan Palestina kalah, sehingga kota-kota lain di Palestina, diluar barat Al-Quds, jatuh ke tangan Israel. 7/6/1967 semua wilayah Al-Quds, barat dan timur, jatuh ke tangan militer Israel. Setelah perjanjian Oslo (1994) mandul, Al-Quds dan Al-Aqsha menjadi simbul perlawanan rakyat Palestina. Saat mantan PM Israel, Ariel Sharon, masuk ke pelataran Masjid Al-Aqsha pada 28/9/2000, rakyat Palestina marah, dan meletuslah Intifadah Al-Aqsha.
Penjajahan Israel atas al-Quds Dimulai
Seperti dijelaskan di atas bahwa di tahun 1948 setelah Inggris mundur dari Palestina, wilayah ini kemudian diserahkan kepada kepada rezim ilegal Israel. Sejak saat itulah pengusiran warga Palestina dari tanah air mereka dimulai. Perang tahun1967 membuat rezim ilegal ini kian buas dan mereka semakin gencar mengusir warga Palestina. Di tahun ini pula, al-Quds jatuh ke tangan rezim Zionis ini.
Dari tahun 1967 hingga kini Israel berusaha keras mengubah demografi al-Quds dan menjadikannya kota Yahudi. Pengusiran dan perusakan rumah warga Palestina serta pembangunan distrik Zionis pun terus digalakkan. Mulai dari tahun 1967 ini pulalah Israel aktif melakukan penggalian di sekitar Masjid al-Aqsha dengan alasan mencari barang-barang peninggalan kuno. Untuk melaksanaan ambisinya ini, rumah-rumah warga Palestina banyak dihancurkan dan mereka di usir dari tempat tinggalnya.
Menyaksikan kebuasan rezim Zionis bangkitlah warga Palestina melawan rezim penjajah ini dan perjuangan mereka hingga kini telah menyumbangkan ribuan syuhada. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyaksikan perseteruan antara warga Palestina dan Israel akhirnya menetapkan al-Quds sebagai kawasan internasional dan dikelola oleh dewan mandataris PBB. Dewan ini juga bertanggung jawab menjaga peninggalan bersejarah di Baitul Maqdis.
Sementara itu, Israel sendiri tidak mengindahkan keputusan PBB yang menjadikan al-Quds sebagai kawasan internasional. Rezim ilegal ini selama enam dekade terus melakukan penyerbuan, pengusiran dan pembantaian warga Palestina, pembangunan distrik Zionis, penggalian terowongan di sekitar dan di bawah Masjid al-Aqsa.
Menyaksikan brutalitas Israel, negara-negara Islam bangkit memberikan dukungannya terhadap perjuangan bangsa Palestina. Republik Islam Iran pun tak ketinggalan dalam hal ini. Pendiri Republik Islam, Ayatullah Khomeini memberikan terobosan besar dengan menjadikan hari Jum'at terakhir di bulan suci Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia. Keputusan Imam Khomeini ini memberi sumbangsih besar bagi hidupnya isu Palestina dan al-Quds sepanjang sejarah.
Israel sendiri bukannya tak sadar akan hal ini. Rezim penjajah ini telah melakukan usaha besar-besaran untuk menghapus isu Palestina dari opini publik internasional. Karena saat ini, masalah Palestina bukan sekedar isu bagi umat Islam, namun telah menyebar menjadi isu dunia internasional. Para pecinta kebebasan pun ramai-ramai mengecam Israel sehingga Tel Aviv saat ini semakin terkucil.
Transformasi al-Quds Pasca Pendudukan Israel
22 Juli 1946
Hotel King David di Yerusalem dibom oleh kelompok teroris Zionis Irgun. Kelompok teroris Zionis ini meletakkan sekitar 350 kg bahan peledak di hotel dan membunuh sekitar 200 orang.
29 November 1947
PBB meratifikasi pembangian wilayah Palestina menjadi dua bagian, wilayah bagi Israel dan Palestina. Adapun al-Quds ditetapkan sebagai zona internasional. Keputusan PBB ini telah membangkitkan kemarahan umat Islam sedunia.
9 April tahun 1948
Israel melakukan pembantaian besar-besaran di kawasan pedesaan Deir Yasin, yang terletak di barat Baitul Maqdis. Saat itu, lebih dari 270 warga sipil Palestina yang tinggal di desa itu dibantai secara sadis oleh organisasi teroris Irgun. Organisasi Irgun adalah sebuah milisi di bawah pimpinan Menachem Begin, seorang tokoh fundamentalis Zionis yang kelak menjadi Perdana Menteri Israel. Akibat aksi teror menakutkan terus-menerus yang dilakukan tentara Zionis, sejumlah besar warga Palestina mengungsi ke kawasan-kawasan sekitar Palestina.
13 Mei 1948
Inggris menarik diri dari al-Quds dan Palestina serta menyerahkan negara ini kepada Israel sehingga terbentuklah rezim ilegal Israel.
28 Oktober 1948
Pada era Perang Arab-Israel Pertama, tentara Zionis membunuh massal warga desa Ad-Dawaimah di kawasan pendudukan Palestina. Tentara Zionis menyerang masjid di desa ini dan membunuh 75 kaum muslim Palestina yang sedang sholat di sana. Kemudian, mereka membunuh 35 keluarga yang tengah bersembunyi di sebuah gua di luar desa. Setelah membunuh seluruh warga desa itu, tentara Zionis kemudian meratakan desa tersebut dengan tanah. Pada tahun 1984, ketika para pejabat PBB meminta penjelasan dari wakil Israel di PBB mengenai pembunuhan massal di desa itu, para wakil Israel tersebut mengingkari keberadaan desa dengan nama Ad-Dawaimah untuk menutup-nutupi kekejaman yang telah mereka lakukan.
23 Januari 1950
Parlemen Israel (Knesset) untuk pertama kalinya menyatakan al-Quds sebagai ibukota Israel. Keputusan ini telah membangkitkan kemarahan umat Islam. Namun usaha keras Israel untuk menarik simpati berbagai negara guna mengakui al-Quds sebagai ibukotanya tidak membuahkan hasil.
14 Oktober 1953
Pembantaian Qibya, yang terjadi pada 13 Oktober 1953, meliputi penghancuran 40 rumah dan pembunuhan 96 orang sipil, sebagian besar di antara mereka wanita dan anak-anak. Unit "101" ini dipimpin oleh Ariel Sharon, yang kelak menjadi Perdana Menteri Israel. Sekitar 600 tentaranya mengepung desa itu dan memutuskan hubungannya dengan seluruh desa Arab lainnya. Begitu memasukinya pada pukul 4 pagi, para teroris Zionis mulai secara terencana memusnahkan rumah-rumah dan membunuh penduduk-penduduknya. Sharon yang kalem namun sadis ini dan yang langsung memimpin serangan tersebut, mengumumkan pernyataan berikut setelah pembantaian: "Perintah telah dilaksanakan dengan sempurna: Qibya akan menjadi contoh untuk semua orang."
29 Oktober 1956
Zionis melakukan pembunuhan massal terhadap penduduk desa Kafar Ghasem, Palestina. Pada hari itu, bersamaan dengan serangan Israel ke Mesir, sebagian tentara rezim penjajah ini mengumumkan pemerintahan militer di desa Kafar Ghasem, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Minimalnya 49 warga, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibunuh dan puluhan lainnya luka-luka. Beberapa bulan kemudian, rakyat Palestina melakukan demonstrasi atas pembunuhan massal ini. Akibatnya, rezim ini terpaksa mengadili beberapa pelaku pembunuhan tersebut di depan umum. Namun, pada tahun 1960, para pelaku pembunuhan tersebut diampuni.
5 Juni1967
Perang besar ketiga antara tentara Zionis yang dibantu oleh AS dan Inggris melawan negara-negara Arab dimulai. Pada hari itu, angkatan udara Israel melakukan serangan tiba-tiba terhadap posisi-posisi tentara Arab. Pesawat-pesawat tempur Isarel mampu melintasi kawasan Mesir, Jordania, dan Suriah. Selama dua jam, posisi-posisi angkatan udara ketiga negara Arab itu diserang habis-habisan hingga bisa dikatakan hancur lebur. Setelah kawasan udara dikuasai, tentara Israel menyerang kawasan darat ketiga negara selama enam hari. Akibat serangan tersebut, sejumlah kawasan penting Arab seperti Gurun Sinai dan pinggiran timur Terusan Suez di Mesir serta Dataran Tinggi Golan di Suriah, direbut tentara Israel. Kemudian, setelah Sungai Jordan dan Baitul Maqdis berhasil diduduki, tentara Israel menyetujui gencatan senjata.
Enam tahun berikutnya, yaitu Tahun 1973, tentara Suriah dan Mesir secara bersamaan melakukan operasi serangan balasan terhadap posisi-posisi tentara Israel. Dalam serangan yang dikenal dengan nama "Perang Oktober" itu, tentara Suriah dan Mesir berhasil melintasi Terusen Suez dan menewaskan sejumlah besar tentara Israel.
7 Juni 1967
Tentara Zionis menutup pintu masuk Bab al-Magharibah dan melarang lalu lalang umat Islam ke Masjid al-Aqsa. Kemudian rezim ini menguasai kota Baitul Maqdis.
21 Agustus 1969
Masjid Al-Aqsa yang merupakan kiblat pertama kaum muslimin, dibakar oleh rezim Zionis. Akibat kebakaran ini, Masjid Al-Aqsa mengalami kerusakan berat. Rezim Zionis menyatakan bahwa pelaku pembakaran itu seorang turis asal Autralia yang kemudian ditangkap dan diadili. Namun, pengadilan sandiwara yang dilaksanakan di Tel Aviv memutuskan bahwa turis tersebut mengalami gangguan jiwa dan karena itu dia dibebaskan. Menanggapi kejadian pembakaran ini, rakyat muslim di berbagai penjuru dunia melakukan demonstrasi. Selain itu, pembakaran masjid Al-Aqsa ini mendorong pemerintah negara-negara muslim mendirikan Organisasi Konferensi Islam dengan tujuan untuk mengadapi bahaya yang mengancam dunia dan kesucian Islam. (IRIB Indonesia/MF)