Naiknya Mursi sebagai presiden Mesir menandai babak baru hubungan Kairo-Tel Aviv. Selama beberapa dekade di bawah kekuasaan rezim Mubarak, Mesir menjadi mitra dekat Israel. Berkat rezim diktator itu, Israel mendapat pasokan gas murah. Tidak hanya itu, Mubarak juga menjadi mediator berbagai perundingan antara Israel dan bangsa-bangsa Arab yang selalu berakhir dengan pemberian poin lebih besar bagi Tel Aviv.
Tapi, itu cerita lama sebelum revolusi rakyat menumbangkan rezim boneka Barat di negeri seribu menara itu. Kini, Mesir baru di bawah kepemimpinan Mursi mulai mengubah arah yang membuat Israel ketar-ketir. Baru hitungan minggu menjabat sebagai presiden, Mursi sudah menempatkan sejumlah pasukan yang disertai persenjataan berat di perbatasan Israel-Mesir.Terang saja tindakan ini memicu kekhawatiran Tel Aviv. Rezim Zionis mendesak Mesir segera menarik senjata-senjata beratnya dari wilayah gurun Sinai. Radio Israel melaporkan bahwa Israel terus memantau tindakan Mesir di wilayah Sinai dengan penuh kekhawatiran.
Sebelumnya, Koran Zionis Haarezt Jumat (17/8) mengungkapkan bahwa sekelompok pasukan militer Mesir masuk ke wilayah Sinai dengan persetujuan Israel, namun pengerahan sejumlah pasukan lainnya ke wilayah tersebut tanpa kesepakatan dengan Tel Aviv. Koran rezim Zionis menegaskan, berdasarkan perjanjian damai Camp David, Kairo tidak diperbolehkan mengirim tank ke sejumlah wilayah Sinai dan el-Arish. Namun beberapa hari lalu Mesir telah mengerahkan puluhan tank ke wilayah itu. Bahkan Kairo bersikeras tetap menempatkan pasukannya di Sinai hingga operasi militer di wilayah tersebut selesai. Pasca tewasnya 16 pasukan penjaga perbatasan Mesir di Sinai, Kairo mengerahkan pasukannya ke wilayah itu untuk menumpas milisi bersenjata.
Sejumlah pakar politik Mesir menilai Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyerangan di perbatasan itu. Cara itu ditempuh Tel Aviv untuk mencegah berlanjutnya hubungan antar Mesir dan Palestina. Dengan demikian, Israel dapat melanjutkan blokadenya atas Jalur Gaza.
Panik menyikapi kondisi terbaru tersebut, rezim Zionis menempatkan sistem anti rudalnya di wilayah yang berbatasan dengan Mesir. Juru bicara militer Israel Senin (20/8) mengatakan, Israel dalam koridor program anti-rudal Iron Dome menempatkan rudal pelacaknya di dekat kota Eilat, di perbatasan bersama dengan Mesir. Jubir militer Israel ini mengklaim, langkah tersebut ditujukan untuk mempertahankan diri dari serangan roket dan rudal di perbatasan kolektif ini.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman mengatakan, penempatan tank-tank militer Mesir di Gurun Sinai adalah pelanggaran nyata terhadap perjanjian Camp David.
Dalam situasi panik itu, Israel semakin murung menyikapi perubahan besar di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Dukungan Mesir terhadap Iran sebagai tuan rumah KTT GNB ke-16 menorehkan luka baru bagi Israel. Kini, negara sohib lamanya telah berkoalisi dengan musuh. Dan segala cara ditempuh Israel untuk menggagalkan dukungan publik internasional terhadap koalisi baru di Tehran. Untuk kepentingan itu, Netanyahu harus rela menelpon Ban Ki-moon supaya Sekjen PBB itu menggagalkan kehadirannya di KTT GNB akhir Agustus ini. Tapi semua seperti tidak mendengarkannya. Meminjam tangan AS pun sudah tidak terlalu ampuh. Mesir bersama Iran di GNB dan negara lainnya akan menjadi sebuah koalisi baru yang akan membuat Israel kian terkucil melebihi sebelumnya. (IRIB Indonesia/PH)