Kemenangan Republik Azerbaijan dalam Perang Karabakh Kedua dan meningkatnya intervensi rezim Zionis di negara ini mengarah pada permusuhan dengan Iran, padahal sebelumnya Tehran-Baku menjalin hubungan yang erat.
Sejak Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev pada peringatan ulang tahun pertama dimulainya Perang Karabakh Kedua pada 27 September 2021 menyebut Iran sebagai musuh utama pemerintah dan rakyat MuslimRepublik Azerbaijan, hubungan negara ini dengan Republik Islam Iran semakin memburuk.
Padahal, jika dengan meninjau hubungan antara dua negara tetangga dan Muslim ini tidak sulit untuk memahami peran dan posisi Iran dalam mendukung kemajuan Republik Azerbaijan, bahkan dalam Perang Karabakh Kedua. Tapi, ironisnya, penguasa Republik Azerbaijan justru mengizinkan rezim Zionis membenamkan pengaruhnya di negara tetangga Iran ini, dan mengintensifkan permusuhan terhadap Tehran.
Sebelum ketegangan meningkat baru-baru ini, Tehran dan Baku bulan lalu berencana untuk memperluas hubungan bilateral dan regional. Iran dan Republik Azerbaijan berusaha untuk memperkuat kerja sama dan menghapus semua pembatasan yang ada. Tapi mengapa tiba-tiba penguasa Republik Azerbaijan mengubah arah jarum jam kebijakannya yang dipompa rezim Zionis, sehingga berbalik memusuhi Tehran.
Pertama, masalah ini berkaitan dengan propaganda anti-Iran dan Islam dari media yang berafiliasi dengan asing di Republik Azerbaijan. Derasnya propaganda ini menjadikan penguasa Republik Azerbaijan melupakan semua bantuan Tehran kepada pemerintah yang berkuasa di Baku dan orang-orang Muslim di negara ini selama tiga dekade.
Meskipun Iran memberikan dukungan finansial dan ekonomi, militer, politik, budaya terhadap Republik Azerbaijan selama tiga dekade sejak kemerdekaannya dari Uni Soviet, tapi beberapa outlet media yang berafiliasi dengan asing di Baku berupaya menipu publik opini di negara ini dan kawasan berusaha menurunkan hubungan kedua negara bertetangga itu ke level terendah.
Pada 27 April 2021, ketika mengunjungi daerah perbatasan yang dibebaskan, Aliyev untuk pertama kalinya menyebut perbatasan panjang antara Iran dan Republik Azerbaijan sebagai "perbatasan Persahabatan". Selama beberapa bulan terakhir, ia berulang kali menyebut perbatasan kedua negara tetangga sebagai "perbatasan persahabatan" dalam wawancara, dan pertemuannya dengan pejabat Iran.
Selama Perang Nagorno-Karabakh Kedua dan konflik militer antara Republik Azerbaijan dan Armenia atas kepemilikan wilayah Nagorno-Karabakh, 132 km dari perbatasan Republik Azerbaijan dan Iran yang diduduki sepenuhnya dikembalikan ke pemilik tanah ini.
Selama kunjungannya ke daerah perbatasan ini, Presiden Azerbaijan menegaskan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat perlindungan perbatasan bersama setelah berakhirnya perang Nagorno-Karabakh. Ketika itu Aliyev mengatakan, "Perbatasan negara kita dan Iran adalah perbatasan persahabatan dan perlindungan perbatasan ini sangat penting untuk pengembangan hubungan antara kedua negara".
Ilham Aliyev juga menunjukkan bahwa Republik Azerbaijan berbagi perbatasan dengan Republik Islam Iran di arah lain dengan menegaskan,"Perbatasan ini sebenarnya adalah perbatasan persahabatan dan kerja sama, dan warga kedua negara melintasi perbatasan ini untuk menikmati manfaatnya."
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Baku, Seyed Abbas Mousavi, menanggapi pesan Presiden Azerbaijan tentang pembebasan daerah perbatasan dengan Iran, dengan menyatakan, "Perbatasan kedua negara tetangga akan selamanya tetap menjadi perbatasan persahabatan, perdamaian dan keamanan".
Seyed Abbas Mousavi juga menulis di akun Twitter-nya yang ditujukan kepada Presiden Azerbaijan, "Sekitar 760 km perbatasan antara Republik Islam Iran dan Republik Azerbaijan akan selamanya menjadi perbatasan persahabatan, perdamaian dan keamanan bagi rakyat kedua negara tetangga tanpa kehadiran dan campur tangan asing dan simpatisannya."
Terlepas dari pernyataan-pernyataan positif dan konstruktif pada bulan April tahun ini, Presiden Azerbaijan secara tiba-tiba bulan lalu mengambil sikap memusuhi Iran. Tampaknya, pengaruh rezim Zionis terhadap Presiden Azerbaijan telah menyebabkan dia memberikan kesempatan kepada diplomat Israel untuk mempropagandakan sentimen anti-Iran di media Baku, dan mengancam Iran dari wilayah Republik Azerbaijan.
Selama beberapa hari terakhir, berbagai skenario dan kebohongan media yang berafiliasi dengan pihak asing di Baku menyebar agitasi supaya orang-orang Muslim Republik Azerbaijan membenci Iran.
Media afiliasi asing di Baku yang melihat peluang, membuat pernyataan palsu terhadap Iran dalam berbagai bentuk, yang memancing reaksi para intelektual Azeri, sampai-sampai mereka memperingatkan pemerintahan Ilham Aliyev. Misalnya, Haji Ilqar Ibrahimoglu, pemimpin komunitas agama Republik Azerbaijan dan pakar politik terkemuka di negara ini mengatakan, "Republik Azerbaijan tidak boleh menjadi medan pertempuran antara kekuatan saingan, dan mereka yang ingin menyelesaikan masalah tidak boleh membawa perbedaan-perbedaan ini ke wilayah Republik Azerbaijan,".
Faktanya, para ahli dan pemikir Azeri telah berupaya mengingatkan pemerintah Ilham Aliyev supaya tidak terpancing dalam plot Israel dalam memusuhi Irannya melalui wilayah Republik Azerbaijan dan mencoba mempropagandakan sentimen anti-Iran di media Baku.
Meskipun pejabat pemerintah Baku, termasuk Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menyangkal kehadiran rezim Zionis di wilayah negaranya, tapi beberapa peristiwa menunjukkan kehadiran penuh warna dan signifikan dari rezim Israel di Republik Azerbaijan.
Propaganda anti-Iran di media Baku selama dua dekade dengan arahan rezim Zionis menunjukkan bahwa Israel, yang telah menerima kekalahan dalam semua aspek perang melawan Iran dan dunia Islam, menggunakan Republik Azerbaijan sebagai yang arena terakhir untuk menyerang Iran.
Mengenai bantuan Republik Islam Iran kepada pemerintah dan rakyat Republik Azerbaijan sangat signifikan, sehingga pejabat Azerbaijan selalu menghargai bantuan Iran tersebut. Pada Oktober tahun lalu, Jenderal Muharram Aliyev, Asisten Presiden Azerbaijan Urusan Militer, memuji tindakan Republik Islam Iran dalam mendukung posisi pemerintah Baku. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan situs berita SIA.AZ, Jenderal Muharram Aliyev mengatakan, "Baku tidak melupakan dukungan Tehran selama pengepungan Nakhchivan."
Sehari sebelumnya, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan kepada CNN Turki bahwa sikap Republik Islam Iran terhadap konflik Nagorno-Karabakh adalah adil.
Selain itu, pada Oktober tahun lalu, Presiden Azerbaijan menulis dalam pesan Twitter yang mengumumkan pembebasan 21 desa dari pendudukan pasukan Armenia, termasuk daerah pemukiman di perbatasan dengan Republik Islam Iran di sepanjang Sungai Aras di Nagorno-Karabakh. Ia menegaskan, "Dengan pembebasan desa Aqband di kota Zangilan, kontrol penuh diberikan atas perbatasan bersama Republik Azerbaijan dan Iran, dan dalam hal ini, saya mengucapkan selamat kepada rakyat Republik Azerbaijan dan Iran,".
Terlepas dari pernyataan konstruktif Presiden Azerbaijan ini, kehadiran dan intervensi rezim Israel di Republik Azerbaijan telah mengubah posisinya terhadap Iran.
Menyusul perubahan posisi Presiden Azerbaijan, media afiliasi asing di Baku, yang siap merusak hubungan antara dua negara Muslim dan tetangga ini meningkatkan propandanya demi menghancurkan hubungan antara Tehran dan Baku.
Dengan menggunakan apa yang mereka sebut analis politik, media-media ini menyerahkan masalah perang Karabakh kepada opini publik Republik Azerbaijan dengan cara yang sepenuhnya berlawanan dan tidak benar.
Media ini memalsukan fakta dengan menyebut Iran sebagai sekutu Armenia dalam Perang Nagorno-Karabakh Kedua.
Bagaimanapun, tidak ada keraguan bahwa menyerahkan suatu negara dan media ke pihak asing tidak akan membawa hasil yang tidak menyenangkan bagi negara tuan rumah. Sebagaimana ditegaskan Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, baru-baru ini yang mengingatkan beberapa negara tetangga bahwa ketergantungan terhadap pasukan asing tidak dapat menjamin keamanan mereka.
Terlepas dari penekanan berulang-ulang dari Tehran, terutama Pemimpin Besar Republik Islam Iran, tampaknya otoritas Baku masih berperilaku kekanak-kanakan, dengan keras kepala dan terus-menerus menekankan ketergantungan mereka pada Israel dan Turki.