Kelompok-kelompok perlawanan Palestina yang berbasis di Jalur Gaza, seperti Hamas dan gerakan Jihad Islam Palestina, memulai operasi bersandi "Tufan al-Aqsa" (Badai al-Aqsa) pada hari Sabtu, 7 Oktober 2023.
Operasi ini bertujuan untuk membalas kejahatan-kejahatan rezim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina dan Masjid al-Aqsa. Operasi pejuang Palestina ini membuat pasukan rezim Zionis kalang kabut dan menimbulkan guncangan terhadap militer dan warga Zionis.
Operasi pada hari Sabtu merupakan operasi kelompok perlawanan Palestina yang belum pernah terjadi sebelumnya. Metode intelijen, militer dan taktis yang digunakan di dalamnya, dan beberapa peralatan dan senjata yang digunakan dalam operasi tersebut, sangat berbeda dari pertempuran pada masa lalu yang dilakukan kelompok-kelompok pejuang Palestina.
Keberanian dan kreativitas yang ditampilkan kelompok-kelompok perlawanan Palestina dalam operasi "Tufan al-Aqsa" telah mengungkap dimensi baru peluang bagi front ini dan kelemahan rezim Zionis Israel.
Serangan kelompok-kelompok perlawanan Palestina dilakukan melalui darat, udara dan laut. Serangan ini meliputi semua wilayah sekitar Jalur Gaza, yang mencakup 50 pangkalan militer rezim Zionis Israel dan pemukiman-pemukiman Zionis di sekitar Gaza. Menurut pengumuman Kementerian Kesehatan Zionis, 350 Zionis tewas, 1.864 lainnya terluka, dan 750 Zionis hilang.
Salah satu ciri penting dari operasi Badai al-Aqsa adalah ketaatan penuh terhadap prinsip tindakan kejutan, yang melambangkan ketidaksiapan militer Israel untuk menghadapi para pejuang Palestina.
Dalam video-video yang dirilis menunjukkan bahwa pasukan Israel di beberapa pos pemeriksaan dan pangkalan militer terkejut dan tidak siap menghadapi serangan sehingga mereka tewas di tempat.
Direktur Pusat Institusi Brookings untuk Timur Tengah Nathan Sacks mengakui bahwa kesiapan Kataib al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, sangat mencengangkan.
"Dalam serangan mendadak besar-besaran yang dilakukan Hamas terhadap Israel pada Sabtu pagi, puluhan pasukan Hamas menyusup ke kota-kota dan desa-desa Israel di bawah perlindungan ribuan roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza," tulis Sacks.
Dalam sebuah artikel yang dimuat di the Wall Street Journal, disebutkan bahwa serangan Hamas terhadap Israel sebagai "kejutan besar". Surat kabar Amerika itu menggambarkan serangan Hamas sebagai kekalahan besar dan bersejarah bagi militer dan dinas intelijen Israel.
Brian Katulis, anggota senior lembaga think tank Middle East Institute di Washington mengatakan, tidak diragukan lagi bahwa serangan Hamas merupakan operasi terencana yang tidak terjadi dalam semalam, dan mengejutkan bahwa rencana operasi ini tidak terdeteksi oleh Israel atau mitra-mitra keamanannya. Sungguh sangat sulit untuk menerima kekalahan besar dan bersejarah ini.
Dalam aspek militer, penggunaan senjata baru oleh kelompok-kelompok perlawanan Palestina menunjukkan perhatian mereka terhadap pencapaian dan pembelajaran dari perang yang terjadi belakangan ini, khususnya perang di Karabakh pada tahun 2020 dan perang di Ukraina.
Salah satu kasus penting di bidang ini adalah penggunaan quadcopter yang dilengkapi dengan mortir dan peralatan peledak lainnya untuk menghancurkan tank, kendaraan lapis baja dan personel musuh, yang telah digunakan secara efektif. Penggunaan taktik ini telah menyebabkan tank Merkava hancur, padahal tank ini memiliki sistem pertahanan aktif untuk menghadapi rudal anti-tank.
Kasus baru lainnya adalah penggunaan pesawat layang oleh pejuang Palestina untuk terbang dan menyusup ke wilayah sekitar Gaza. Penggunaan alat ini juga belum pernah terjadi sebelumnya dalam kasus konfrontasi antara kelompok perlawanan Palestina dan pasukan Zionis.
Gerakan perlawanan Palestina juga menggunakan drone bunuh diri untuk menyerang peralatan militer dan pasukan Israel. Pada saat yang sama, untuk menggerakkan kekuatan tempur, mereka menggunakan mobil-mobil pick-up dan sepeda motor, yang sangat efektif dan membuat militer Israel terkejut dan kocar-kacir.
Penggunaan berbagai jenis roket dan rudal dengan jangkauan berbeda-beda yang ditembakkan dalam jumlah ribuan oleh gerakan perlawanan Palestina telah menimbulkan kebingungan dalam sistem Iron Dome Israel, dan oleh karena itu, banyak diantaranya yang menghantam berbagai wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Tel Aviv.
Pada hari Rabu (8/10/2023), gerakan Jihad Islam memamerkan rudal balistik jarak jauh baru dalam parade pasukannya, yang namanya belum diumumkan. Rudal ini dipamerkan saat upacara peringatan 36 tahun berdirinya gerakan ini, dan beberapa hari sebelum dimulainya operasi Tufan al-Aqsa (Badai Al Aqsa).
Tidak diragukan lagi, penggunaan rudal semacam itu, yang akurasi dan jangkauannya semakin meningkat dari hari ke hari, telah menjadi tantangan besar bagi militer rezim Zionis.
Dapat dikatakan bahwa operasi "Tufan al-Aqsa" tidak hanya mengubah keseimbangan antara kelompok-kelompok perlawanan Palestina dan Israel, namun juga menjadi titik balik dalam proses militer, intelijen dan persenjataan dalam konflik antara Palestina dan rezim Zionis.